Ringkasan

  • Banjir di awal Maret melanda sebagian Jabodetabek, khususnya Bekasi, dengan ketinggian air mencapai lantai dua rumah warga. Erna, warga Perumahan Pondok Gede Permai, Bekasi, menjadi salah satu korban terdampak banjir.
  • Kerusakan hutan di DAS Ciliwung, Cisadane, dan Kali Bekasi mencapai 2.300 hektare akibat alih fungsi lahan menjadi perkebunan dan permukiman. Hal ini menyebabkan hilangnya fungsi hutan sebagai daerah resapan air dan memperparah banjir.
  • Pembangunan masif di wilayah hilir, seperti Sentul dan Cikeas, memperburuk banjir di Bekasi karena melewati batas *floodplain*. Penyusutan RTH di Jakarta dan Bekasi juga meningkatkan risiko banjir.
! Ringkasan ini dihasilkan dengan menggunakan AI
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Rumah kontrakan milik Bintang (bukan nama sebenarnya) tiba-tiba gaduh pada Minggu (12/1) itu. Penghuninya bersorak kegirangan saat Bintang melihat pengumuman penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Usahanya tidak sia-sia. Setelah menjalani proses rekrutmen hingga berbulan-bulan, ia melihat namanya bersanding dengan belasan ribu CPNS lainnya. 

Bintang yang memiliki seorang istri dan anak merasa menjadi CPNS akan menjadi jalan keluar yang ia impikan. Kala itu, ia masih bekerja sebagai agen properti. Namun, penjualan kian sulit. Ia tidak bisa mencapai target yang ditetapkan. Perusahaan tempatnya bekerja bahkan sudah memberikan ultimatum. Pada akhir Januari, Bintang memutuskan keluar dari perusahaan properti itu, sembari menanti lembaran baru hidupnya sebagai abdi negara.

Bintang praktis tidak punya pekerjaan selama masa penantian itu. Ia memboyong keluarga kecilnya ke rumah orang tua untuk menekan biaya. Bintang juga tidak punya pemasukan. Ia mengandalkan pemberian dari orang tuanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun, keluarga kecil itu mencoba bertahan sebab Bintang hanya perlu menunggu sampai pengangkatan CPNS yang sedianya dilakukan pada April 2025. 

“Awalnya ya sudah enggak apa-apa, sampai April masih bisa dibantu,” katanya kepada Katadata.

Kegembiraan Bintang rupanya hanya bertahan dua bulan. Pada Maret, Pemerintah memutuskan untuk menunda pengangkatan CPNS hingga Oktober. Bintang terhenyak. Ia dan keluarganya menonton video siaran ulang Rapat Dengar Pendapat di DPR soal CPNS untuk mencari kepastian. 

“Kalau sampai Oktober, enggak enak minta tolong orang tua terus,” ujarnya.

Nasib serupa juga dialami oleh Nasir (bukan nama sebenarnya), seorang CPNS yang sebelumnya bekerja di sebuah klinik kesehatan. Setelah tiga tahun bekerja di perusahaan yang sama, ia mengikuti proses rekrutmen CPNS. Nasir mengaku tergiur dengan pengalaman bekerja di instansi pemerintah dan uang pensiun sebagai abdi negara. 

Tidak lama setelah pengumuman penerimaan CPNS, Nasir mengajukan surat resign. Namun, belum sempat surat itu diproses, pengumuman penundaan tiba-tiba muncul. Nasir cukup beruntung. Ia masih bisa bekerja di klinik hingga menunggu kepastian dari pemerintah.

“Sebenarnya sedih. Tapi mau gimana lagi, aturannya begitu,” Nasir hanya bisa pasrah.

“Tau sendiri sekarang cari kerjaan susah,” ia menambahkan.

Bintang dan Nasir hanya segelintir CPNS yang harap-harap cemas menanti keputusan pemerintah. Di Kalimantan Barat dan Sulawesi Utara, puluhan CPNS berunjuk rasa memprotes kebijakan penundaan. Mereka beraudiensi dengan Pemerintah Provinsi untuk menyampaikan aspirasinya.

Pemerintah berdalih penundaan ini tidak terkait dengan efisiensi anggaran. Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini mengatakan pemerintah masih membutuhkan waktu untuk menyelaraskan data formasi, jabatan, dan penempatan. 

"Kami menyadari penyelesaian pengangkatan serentak ini membutuhkan ketelitian agar berjalan dengan baik," ujar Rini dalam keterangan resmi, Jumat (7/3).

Tarik ulur pengangkatan 2,1 juta CPNS ini akhirnya sampai ke telinga presiden. Pada Senin (17/2), pemerintah memutuskan untuk mempercepat pengangkatan CPNS. Menteri Sekretaris Negara Prasetyo mengatakan pengangkatan CPNS akan diselesaikan paling lambat pada Juni 2025, sedangkan untuk PPPK akan dilakukan paling lambat pada Oktober tahun ini. 

Prasetyo juga meminta kementerian dan lembaga untuk menindaklanjuti pengangkatan CPNS sesuai dengan kesiapan masing-masing. Kendati demikian, ia tidak menyebut jadwal pasti kapan para calon abdi negara ini akan dipekerjakan. 

Sementara itu, Kepala Badan Kepegawaian Negara Zudan Arif sempat mengatakan akan membantu membantu mengkomunikasikan kepada perusahaan bagi CPNS yang sudah terlanjur mengundurkan diri. BKN akan menghubungi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) jika CPNS tersebut sebelumnya bekerja di perusahaan pelat merah. Jika di perusahaan swasta, BKN akan meminta Kementerian Ketenagakerjaan dan Pemerintah Daerah untuk menjembatani.

“Kalau kami berupaya kemungkinannya masih ada dua, gagal atau berhasil,” katanya, Senin (10/3).

Preseden Buruk Kebijakan Pemerintah

Meskipun akhirnya pemerintah memastikan akan mempercepat pengangkatan CPNS, kebijakan ini menuai kritik dari sejumlah pihak. Direktur Eksekutif Kebijakan Politik Nasional Adib Miftahul mengatakan tarik ulur ini menunjukkan perencanaan pemerintah yang tidak matang. Ia menyebut banyak kebijakan yang harus mendapatkan tekanan publik dahulu baru kemudian di evaluasi. 

“Pemerintah jadi terlihat ragu dan gamang. Menunggu orang berpolemik dulu. Ini akan jadi preseden buruk ke depan,” katanya kepada Katadata.

Hal senada juga diungkapkan oleh Trubus Rahadiansyah, pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti. Ia menyebut tidak ada urgensi pemerintah harus menunda pengangkatan CPNS di 1 April 2025. Pasalnya, proses tersebut seharusnya sudah direncanakan sejak awal. Ia menyebut kebijakan ini menunjukkan pemerintah tidak konsisten.

“Malah ini membingungkan publik,” katanya. 

Trubus menyebut memang ada kerumitan dalam pengangkatan CPNS karena sejumlah perubahan nomenklatur di kementerian. Namun, ia menilai sejumlah kementerian dan lembaga seharusnya sudah siap menyambut para CPNS sehingga pemerintah bisa melakukannya secara bertahap.

Trubus bahkan menilai serangkaian tarik ulur kebijakan yang diambil pemerintah menunjukkan Presiden seperti pemadam kebakaran. Ia juga menyinggung kisruh kebijakan penataan gas 3 kilogram yang juga kemudian direvisi dan PPN 12% yang akhirnya juga ditunda. 

“Ini seperti testing the water. Begitu riak-riaknya muncul, Presiden membuat kebijakan yang seolah-olah memberi angin segar kepada pihak-pihak yang selama ini menjadi korban,” ia menambahkan.

Sementara itu, lembaga riset Center of Economic and Law Studies (Celios) menyebut penundaan pengangkatan CPNS dan PPPK berpotensi dapat merugikan pengusaha. Lembaga ini memperkirakan pengusaha berpotensi mengalami kerugian secara tidak langsung yang ditaksir mencapai Rp 3,8 triliun. 

“Sebanyak 110 ribu tenaga kerja ikut terdampak,” demikian dikutip dari riset Celios, Senin (10/3). B

Celios menjelaskan, penundaan pengangkatan CPNS juga berimbas luas ke output sektor jasa pemerintah yang secara tidak langsung turun Rp 3,5 triliun. Celios juga mengungkapkan output sektor perdagangan berpotensi minus Rp 441,7 miliar dan penyediaan makan minuman turun Rp 286,8 miliar. 

Celios meminta, pemerintah harus mempertimbangkan efek berantai dari setiap keputusan yang melibatkan ratusan ribu CPNS dengan nasib tidak pasti. Selain itu juga melibatkan pengusaha dan karyawan swasta yang terdampak kebijakan fatal pemerintah saat ekonomi sedang memburuk.

Ekonom Celios Nailul Huda menjelaskan ada kerugian besar yang dialami CPNS akibat penundaan ini, terutama bagi mereka yang sudah keluar dari pekerjaan sebelumnya. Huda mengatakan, pemerintah tidak mampu menjadi shock absorber saat sektor swasta dilanda pemutusan hubungan kerja alias PHK massal. 

Celios pun menghitung potensi kerugian yang diterima para CPNS dari penundaan pengangkatan tersebut. Jika asumsinya rata-rata gaji pokok ASN sebesar Rp 3,2 juta untuk masa kerja nol hingga tiga tahun dan diambil 80% gaji pokok, dikurangi pajak, dan ditambah berbagai tunjangan sehingga didapatkan sekitar Rp 3 juta per bulan. 

“Sehingga kalau ada sembilan bulan penundaan pengangkatan CPNS artinya ada potensi pendapatan per orang ASN yang hilang sebesar Rp 27 juta," kata dia.  

Sementara ada 250.407 formasi yang dibutuhkan baik di pusat dan daerah. Huda mengungkapkan total pendapatan ASN yang berpotensi hilang akibat penundaan pengangkatan sebesar Rp 6,76 triliun. Sementara dampak berganda yang hilang karena penundaan pengangkatan CPNS bisa lebih besar lagi ke total ekonomi. “Hasil modelling Celios menemukan kerugian total output ekonomi Rp 11,9 triliun, pendapatan masyarakat turun Rp10,4 triliun,” kata Huda.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Amelia Yesidora, Rahayu Subekti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami