Ada Dua Raksasa Tidur Lahan Pertanian di Indonesia

Image title
Oleh Tim Redaksi
2 Agustus 2018, 09:58
Amran Sulaiman
Ilustrator: Betaria Sarulina

Apa yang dilakukan Kementerian Pertanian untuk meningkatkan produksi dari sisi kebijakan dan infrastruktur?

Ada semacam lembaga independen dari The Economist Intelligence Unit asal Inggris yang merilis ketahanan pangan kita. Food security naik, ketahanan pangan naik dari tahun ke tahun selama periode pemerintahan Jokowi-JK.

Yang lebih menarik dan tidak kalah pentingnya, sustainable agriculture yang juga dirilis tahun 2017, Indonesia meningkat tajam ke urutan 16 dunia. Amerika Serikat yang dulu meragukan keberlanjutan pertanian kita justru ada di bawah kita, di urutan ke-19.

Bagaimana kebijakan pembukaan lahan rawa untuk pertanian?

Potensi lahan rawa di Indonesia 10 juta hektare dan total lahan rawa yang ada sekarang 30 juta hektare. Kami garap yang 10 juta. Ini luar biasa karena setiap kali tanam bisa mencapai 30 juta hektare. Kalau 30 juta hektare, dikali —katakanlah 2 ton padi beras, itu berarti ada tambahan 60 juta ton beras. Dengan 60 juta ton ini kita bisa menghidupi Asia Tenggara, bahkan Asia.

Dimana saja lahannya?

Yang besar ada di Kalimantan dan Sumatera. Kami sudah mencoba ribuan hektare yang ada di Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan. Kami coba pertama 1.000 hektare. Lahan ini dulunya menghasilkan asap kalau musim kering.

Bagaimana koordinasi antarkementerian dan lembaga untuk menjalankan kebijakan pertanian tersebut?

Kita membangun komunikasi, tidak boleh memelihara egoisme sektoral. Komunikasi terbuka pada semua pihak. Hasilnya, dua tahun belakangan—ini masuk tahun ketiga, harga stabil. Ada yang mengatakan inilah paling stabil selama 10 tahun terakhir. Yang terpenting adalah masyarakat merasakan dampak stabilisasi harga, karena komunikasi antara kementerian—Kementerian BUMN, Perdagangan, Bulog, yang dikoordinir oleh Pak Menko Perekonomian. Coba lihat inflasi sangat terkendali, itu hasilnya.

Bagaimana menghadapi mafia di dalam dan di luar kementerian?

Ini yang menarik. Kalau di internal Kementerian Pertanian, kami sepakat membangun sistem sebelum menjalankan pekerjaan di kementerian. Sistem ini jadi Ppnglima. Kalau ada yang main-main di internal, pasti 1-2 jam dicopot. Dulu ada 1 pegawai, kami demosi. Mutasi selama saya menjabat sudah ada 1.300 orang sampai hari ini. Pernah ada beberapa kali terjadi, ada eselon 1 kami pecat, bukan dicopot.

Bagaimana Anda memastikan tidak ada mafia yang masuk dan mencoba menggeser-geser syarat proyek pemerintah?

Kami punya cara, ada Irjen. KPK berkantor di Kementerian Pertanian dan memonitor. Pernah satu kali ada orang datang ke saya, “Pak Menteri, aku minta proyek. Ada proyek pupuk katanya Rp 100 miliar.” “Oh ya, bukan Rp 100 miliar, (tapi) Rp 2 triliun.” “Terus apa boleh aku minta? Apa boleh saya diberi diskresi kebijakan Pak Menteri?” Saya mengatakan, “boleh, tapi tunggu dulu.”

Kemudian, saya panggil salah satu orang dari KPK, kan ada tiga orang yang bertugas di Kementerian Pertanian. Mereka pucat. Saya katana, “Beri tahu kepada sahabat dan keluarga, jangan lagi ada main-main di Pertanian.” Sampai sekarang tidak pernah datang lagi orang itu.

Bagaimana upaya dan realisasi swasembada pangan?

Kendala terbesarnya adalah masih adanya oknum tertentu yang tidak ingin Indonesia berswasembada. Saya beri contoh, bawang putih. Dulu kita hanya impor 10 persen. Kita melakukan pembiaran hingga sekarang impor 90 persen. Harga produsen di China sana Rp 5.600, tapi di dalam negeri (Indonesia) bisa jual Rp 40 ribu-Rp 50 ribu. Itu untungnya 700 persen, bahkan sampai 800 persen. Inilah yang menyebabkan inflasi.

Apa upaya mendukung pertumbuhan ekonomi dari sisi investasi?

Yang pertama, itu perintah Bapak Presiden, kalau ingin pertumbuhan ekonomi ini bergerak cepat naik dan signifikan, ekspor harus didorong. Kami di Kementerian sudah melakukan ekspor. Ekspor kita naik 24 persen, itu kurang lebih Rp 441 triliun. Kemudian, investasi. Kami perhatikan (investasi) di sektor pertanian tahun 2013 hanya Rp 23 triliun, 2014, 2015 sampai dengan hari ini Rp 40 triliun lebih.

Dari negara mana saja investasi pertanian di Indonesia?

Sudah ada yang bangun pabrik gula, ada peternakan di NTB dari Brasil, kemudian ada dari India dan Australia. Yang besar ada beberapa yang tertarik, ada dari Taiwan, India, kemudian dari Australia. Ini untuk komoditi gula, kita siapkan fokus ke gula.

Bagaimana Anda menyikapi masalah kesejahteraan petani yang kerap mendapat sorotan?

Nilai Tukar Usaha Petani (NTUP) ini meningkat. NTUP ini adalah, berapa yang dibelanjakan sektor pertanian dan berapa yang dikeluarkan untuk sektor pertanian. Angkanya cukup meningkat tajam. NTUP ini agak berat karena bisa dipengaruhi. Untuk pertanian, bisa dipengaruhi oleh harga komoditas strategis yang diekspor. Harga karet jatuh, harga ubi kayu jatuh, kemudian dulu pernah juga palm oil jatuh. harganya dan ini bisa berpengaruh kepada NTP (Nilai Tukar Petani).

Nilai Tukar Usaha Petani inilah yang naik signifikan. Tapi yang menarik adalah kemiskinan di pedesaan itu turun signifikan, 1-1,5%.

Bagaimana potensi komoditas hortikultura?

Jadi komoditas yang strategis, khususnya yang ekspor salah satu contohnya adalah Mangga Gincu. Kami dorong, belikan bibit dan bagikan ke petani. Pupuk dan bibit mangganya dibagikan gratis. Kemudian perkebunan juga, Kopi Nila harganya sedang baik. Kami dorong dan belikan bibit.

Apakah ada satu komoditas hortikultura yang jadi unggulan Indonesia?

Kami memilih beberapa komoditas strategis, kalau hortikultura dipilih bawang. Sudah selesai bawang merah, kemudian bawang putih. Bawang putih tidak butuh lahan banyak, hanya 60 ribu hektare sudah bisa swasembada. Kita sekarang ini impor 96 persen.

Bagaimana memastikan ketersediaan jagung sehingga pada 2017 tidak ada lagi impor?

Yang pertama, bibit unggul yang kami siapkan, tahun lalu kurang lebih ada 3 juta hektare. Kedua, mengedukasi petani supaya produksi jagung tinggi, sehingga memberikan keuntungan tinggi. Ketiga, harga harus dijaga. Kami sudah keluarkan Perpres maka harus konsisten. Harga harus menguntungkan petani, jadi tidak ada petani jagung yang rugi di Indonesia.

Halaman:
Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...