Utang Jadi Komoditas Politik

Yura Syahrul
4 Juni 2018, 12:05
Sri Mulyani
Ilustrator: Betaria Sarulina

Jadi, saya bingung logikanya. Jalan tol itu dibangun sebagian besar dari APBN atau swasta, jadi tidak ada hubungannya dengan utang pemerintah.

Bagaimana kaitan pajak untuk membayar utang?

Itu uangnya tidak berasal dari sumur di belakangnya Menteri Keuangan. Uangnya itu berasal dari masyarakat yaitu dalam bentuk pajak. Kami mengumpulkan pajak dari orang yang memang mampu membayar pajak. Jadi kalau kelompok orang yang pendapatannya di bawah Rp 52 juta, tidak bayar pajak dan jangan merasa bahwa orang-orang yang tidak bayar pajak itu terus merasanya dipajakin. Anda tidak bayar pajak tapi Anda menikmati jalan raya, sekolah, keamanan. Tapi mereka yang pendapatannya lebih tinggi, kami pajakin sesuai dengan pendapatan mereka.

Waktu ekonomi kena shock, kami melindungi ekonomi dan masyarakat melalui countercyclical. Itu adalah dalam bentuk defisit. Defisit itu terjemahannya utang. Tapi, utang itu kan tidak selamanya. Kalau saya sampaikan ke masyarakat, defisit kita semakin kecil, sekarang sudah mendekati 2%. Saya ingin mendekati lagi di bawah 2%. Primary balance mau dibuat surplus, itu membuat APBN sehat.

Tapi saya tidak mengatakan bahwa APBN kita akan nol (defisit). Karena di seluruh dunia, bahwa Brunei yang tidak perlu ngutang pun dia ngutang karena ingin membangun sektor keuangannya. Jadi dalam soal utang, orang mungkin perlu melihat dari berbagai segi. Kenapa waktu itu saya di Facebook membuat kalimat (penjelasan utang) yang panjang. Ada yang bilang, “ini terlalu teknis, saya tidak mengerti”. Diceritakan lagi orang tetap tidak mau mendengar. Ditanya lagi seolah-olah saya belum (menjelaskan soal utang), bahkan ada yang meminta saya (adu) debat. Poin saya adalah, sekarang dalam suasana politik ada yang mempolitisir itu. Kalau sudah dipolitisir dianggap itu stigma, padahal itu (utang) adalah instrumen. Itu saja.

Bagaimana rencana strategis pemerintah untuk membayar utang?

APBN kita didesain posturnya makin sehat, jadi artinya cara membayar utangnya. Defisitnya makin kecil, primary balance-nya positif, itu berarti kita bayar utang. Kita selalu bayar setiap utang jatuh tempo melalui (skema) revolving. Kalau semakin kecil (utang), berarti eksposurnya semakin kecil. Makanya debt to GDP ratio, walaupun undang-undang membolehkan sampai 60%, Kementerian Keuangan membikin aturan sendiri jauh di bawahnya. (Rasio utang terhdap PDB) tidak boleh melebihi 30%.

Kedua, kami harus mengumpulkan pajak. Tidak untuk bayar utang saja, tapi untuk membuat ekonomi kita semakin baik fasilitasnya sehingga ekonomi makin maju, GDP (Gross Domestic Product atau PDB) makin besar, utangnya relatif makin kecil. Kami bisa juga mengumpulkan pajak untuk bayar utang.

Ketiga, mengawasi belanja negara. Kalau kita membelanjakan Rp 2.200 triliun tapi tidak menjadi apa-apa, apakah itu sekolah, kesehatan, infrastruktur, (mengurangi) kemiskinan, maka kita harus mencari dimana dia. Kalau tahu, kita bisa mengatakan “Oh iya uang 1 rupiah ini bisa membuat orang jadi produktif dan tidak miskin, anaknya sekolah, menjadi sehat, tenaga kerja bisa mendapatkan vokasi”. Ini orang-orang yang kemudian akan dapat mengurus dirinya sendiri, kemudian dapat berkontribusi pada ekonomi.

Apa makna dari kenaikan peringkat utang jangka panjang, misalnya yang terbaru dari Fitch Ratings?

Ya kalau orang pada bingung dan mempermasalahkan (utang), tapi di sisi lain rating kita makin membaik. Itu sedikit saja proof, sedikit saja bukti bahwa di Indonesia utang itu merupakan komoditas politik, bukan instrumen ekonomi.

Bagaimana memanfaatkan kenaikan peringkat kredit itu untuk berinvestasi?

Pertama, kalau rating kita makin bagus, biasanya saya langsung dapat Whatssap dari perusahaan swasta maupun BUMN, “Ibu terima kasih”. Karena mereka sekarang bisa berutang langsung dengan bunga lebih rendah, harganya lebih bagus. Itu adalah suatu positif, mereka riil, they are talking about real money.

Kedua, bagaimana mereka menggunakan momentum. Kalau saya maunya mumpung rating-nya bagus maka defisitnya di-gede-gedein. Tapi buktinya malah defisitnya diturunin, karena apa? Saya tahu bahwa fiskal APBN itu harus dibuat sehat. Ekonomi tidak selalu dalam kondisi mulus, seperti sekarang terjadi shock. Harga minyak yang tadinya US$ 30 sekarang menjadi US$ 70. Orang masih berspekulasi apakah Donald Trumpa akan membatalkan perjanjian dengan Iran, itu yang langsung membuat harga minyak US$ 70. Orang bicara tentang Korea Utara - Korea Selatan tapi pimpinannya bisa ketemu, Arab Saudi yang biasanya baik sama Qatar tiba-tiba tidak ngomong.

Banyak hal di dalam mengelola ekonomi Indonesia yang besar ini, tidak selalu positif dan mulus. Makanya APBN harus dibuat sehat. Dengan reputasi utang kita yang bagus, rating kita yang bagus, justru saya mau menunjukkan APBN itu makin solid dan sehat. Nanti kalau kondisinya suasana ekonomi sulit, kita punya instrumen itu. Kita bisa melindungi rakyat, kita bisa melindungi ekonomi kita secara jauh lebih baik.

Bagaimana kelanjutan hasil tax amnesty untuk perluasan data basis pajak?

Cukup baik walaupun yang ikut (tax amnesty) hanya satu juta (orang), kurang dari satu juta, 995 ribu orang kalau tidak salah. Tapi basis dari data yang dideklarasikan memberikan kita semacam informasi tambahan. Kalau data deklarasi harta, itu dalam bentuk misalnya stok atau persediaan. Artinya dia punya dong kegiatan produksi yang tidak dijelaskan kepada saya selama ini. Makanya kalau kita lihat kinerja dari penerimaan pajak bulan Maret untuk individual dan April untuk korporasi, basisnya makin membesar. Mereka itu yang tadinya belum pernah bayar pajak dan baru ikut tax amnesty, sekarang mereka bayar pajak. Walaupun banyak juga... orang Indonesia itu lucu, tax amnesty ikut, habis itu dia tidak bayar pajak seumur hidup lagi.

Ada yang berpikir seperti itu?

Iya, ada. Maka sekarang pajak mengirimkan banyak sekali surat cinta kepada para wajib pajak, SMS blast... Kadang orang Indonesia itu berpikir, “Boleh tidak saya bayar sekali untuk seumur hidup, setelah itu tidak bayar lagi?” Loh, tiap tahun kita bikin APBN.

Tapi basis (pajak) kita sudah mulai baik dan oleh karena itu kalau kita lihat pertumbuhan penerimaan pajak sampai Maret dan April lalu bisa tumbuh di atas PPN-nya di atas 14%. Pertumbuhan penerimaan pajak di atas 11% mendekati 12%, bahkan ketika Februari-Maret 2018 bisa mencapai 13%.

Bagaimana potensi dan target tax ratio ke depan?

Kami ingin dalam jangka menengah Indonesia mendekati level normal, yaitu di atas 15%.Jadi kita inginnya tax ratio mencapai 16% sampai 17%. Sekarang dalam arti luas kita ingin mendekati 13% dalam jangka beberapa tahun ke depan.

Apa alasan Anda mau ke Indonesia dan menjadi menteri, padahal memiliki karier di level internasional dan pendapatan sangat besar?

Presidennya punya komitmen untuk memperbaiki Indonesia, dan kita percaya bahwa Indonesia adalah sebuah negara yang deserve, berhak untuk menjadi negara maju. Itu besar sekali justifikasi untuk saya kembali. Karena persoalannya bukan tentang Sri Mulyani atau pendapatan saya, tapi persoalannya adalah membangun sebuah bangsa yang merupakan “the fifth largest population in the world”. Jadi kita negara yang besar sekali di dunia. Kalau Indonesia jadi baik, dunia akan jadi baik, kita akan jadi contoh. Dan jangan lupa itu berarti banget bagi 257 juta rakyat Indonesia. So it’s not about me actually.

Lembaga survei menyebut peluang Anda cukup besar jadi calon wakil presiden dari kalangan profesional. Bagaimana Anda menanggapinya?

Tidak ada tanggapan. Itu kan survei. Survei orang silakan saja. Pokoknya saya kerja saja sebagai Menteri Keuangan sekarang. Ekonominya sedang membaik tapi tekanan dari luar, kita butuh selalu fokus dan itu sikap saya selama ini. Makanya disebut profesional.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...