Chandra Hamzah: Pasal Kerugian Negara di UU Tipikor Perlu Dikaji Ulang

Image title
5 Agustus 2024, 07:20
Ilustrasi Chandra Hamzah
Ilustrator : Bintan Insani | Katadata
Chandra Hamzah: Pasal Kerugian Negara di UU Tipikor Perlu Dikaji Ulang
Button AI Summarize

Sejumlah kasus hukum dalam beberapa waktu terakhir menjadi sorotan. Ada kasus yang disebut merugikan keuangan negara hingga ratusan triliun rupiah. Ada pula vonis hakim yang menuai kontroversi. 

Di tengah berbagai polemik, tim Katadata melalui program "Pergulatan Politik" atau Gultik menghadirkan wawancara eksklusif dengan mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2007-2011, Chandra M Hamzah. Diskusi dengan Chandra yang kini menjabat Komisaris Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) itu dipandu oleh host Gultik Wahyu Muryadi. 

Bagaimana pemikiran Chandra untuk menghadirkan pemberantasan korupsi yang lebih tepat sasaran? Berikut petikan wawancaranya:

Orang  nanya begini, apa bedanya dulu kalau jadi Komisioner KPK dengan sekarang menjadi Komisaris Utama? 

Oke. Sebenarnya beda yang paling utama adalah tujuan, tupoksinya. Kalau sebagai Komisaris Utama melakukan pengawasan terhadap BTN, direksi dan seluruh aktivitas bisnis dan memberikan nasihat. 

Sementara kalau sebagai komisioner KPK melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, memimpin organisasi, pencegahan, monitoring segala macam tentang korupsi. Penegakan hukum. Jadi lembaga penegak hukum. Agak-agak mirip ya sebutannya komisaris sama komisioner KPK, itu penegakan hukum. 

Jadi ngomong-ngomong tentang peran Anda dulu di KPK sebagai komisioner tahun berapa?

Tahun 2007 Desember sampai Desember 2011. 

Ini memang satu periode ya?

Satu periode 4 tahun memang waktu itu. Kita nggak gugat ke MK untuk diperpanjang. Cukup 4 tahun

Kenapa nggak perlu diperpanjang?

Enggak perlu dipermasalahkan karena itu cuma periode jabatan. Enggak penting-penting amat. Tergantung negara ngasihnya berapa tahun. Empat tahun ya sudah kita kerjakan

Artinya menurut Anda argumentasi untuk memperpanjang jadi 5 tahun enggak tepat?

Enggak. Enggak ada kebutuhan. Kenapa mau disamakan? Ini kan masalahnya amanah dari undang-undang KPK. 4 tahun ya sudah take it or leave it. Kalau Anda enggak setuju 4 tahun ya sudah enggak usah ambil. Kenapa mesti ngotot? Jadi banyak orang yang saya anggap ada kesalahan, sesat berpikir. Menambah masa jabatan menambah kewenangan. Tanpa sadar itu artinya menambah responsibility, tanggung jawab. 

Tolong dilihat tanggung jawabnya. Jangan dilihat enaknya saja. Itu berbanding lurus. Mungkin cara berpikir saya agak berbeda, atau cara pikir mereka yang berbeda 

Jadi Anda menyesalkan kalau ada perpanjangan jadi 5 tahun sekarang ini ya?

Saya enggak melihat ada kebutuhan. Urgensinya nggak ada. Enggak ada kebutuhannya. Empat tahun sudah cukup kok dan lama juga sih 4 tahun. Banyak yang bisa kita lakukan 4 tahun kalau kita ingin mau melakukan sesuatu.

Waktu itu rumusannya 4 tahun alasannya apa ya, Kok jadi aneh juga periode kok 4 tahun. Kenapa enggak 3 tahun, kenapa nggak ganjil gitu loh.

Iya jadi mungkin perlu ditanya kepada para pembuatnya. Betul saya ikut. Cuma pada saat pembahasan periode 4 tahun itu saya enggak notice. Yang saya ingat dulu soal usia minimal. Kebetulan saya ikut dalam tim perumusan Undang-Undang KPK sama Bang Buyung Nasution, Eriyana, Pak Taufiequrachman Ruki, beberapa teman yang lain.  Prof Romli Atmasasmita juga ada hadir di sana.

Yang saya ingat itu soal usia 35. Tadinya disetting usia 35 tahun. Namun saya ingat banget kemudian Bang Buyung pidato seperti biasa. Bang Buyung bilang umur 35 tahun maturity-nya belum, kedewasaannya belum. Jadi Bang Buyung bilang umur 40 tahun seseorang sudah mulai kelihatan dewasa menemui bentuknya. Akhirnya kita sepakat waktu itu minimal 40 tahun. 

Ini betul-betul konteks waktu ya, sejarah waktu itu? 

Ya waktu itu. Ini KPK jangan dikaitkan yang lain. Saya ingat persis karena saya waktu itu hadir sebagai yang muda-muda. Waktu itu saya usianya baru antara 34-35 tahun. Kita bilang 35 tahun, kalau ingin melakukan sesuatu yang masih muda masih punya energi. Bang Buyung pidato, bicara, akhirnya sudahlah kita sepakat 40 tahun.

Nah karena 40 tahun maka usia saya waktu itu masih 34-35. Jadi di periode pertama saya enggak daftar. Terus periode kedua saya ikut umur saya pas 40 tahun 

Apa sih yang melatarbelakangi atau niatnya Anda masuk jadi komisioner KPK waktu itu?

Sebenarnya niatnya bukan masuk ke KPK. Niat dengan teman-teman waktu itu seperti Sudirman Said, Amien Sunaryadi, dan beberapa teman lain adalah meniru success story negara lain. Itu asal muasalnya.

Kami melihat ada suatu negara yang mungkin kecil yaitu Hongkong, kita anggap sukses dengan Independent Commission Against Corruption (ICAC). Pada sekitar tahun 1974-1975 mereka berhasil. Nah idenya adalah Hongkong yang mungkin waktu itu mafianya sangat kuat berhasil maka kita ingin mencontoh. Juga di beberapa negara lain ada juga sejenis ICAC. Semua berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Pak Amien Sunaryadi. KIta gak bisa melupakan jasa itu. 

Pak Amien Sunaryadi waktu itu mengadakan penelitian. Beliau masih di bawah BPKP, kemudian berinisiatif dan menghasilkan buku. Tulisan dia meneliti ke negara lain dan kemudian  menjadi buku strategi nasional pemberantasan korupsi. Oke gagasan ini diterbitkan sebagai buku dan kemudian itu yang kita ajukan. Kita usulkan agar dibentuk badan independen anti korupsi. 

Itu awal-awal reformasi? 

Awal-awal reformasi tahun 1999. Waktu itu kita mengusulkan namanya BIAK yaitu Badan Independen Anti Korupsi. Terjemahan yang tidak sempurna dengan ICAC. 

Terus akhirnya jadi KPK? 

Jadi KPK 

Sebelum itu ada nama? 

Sebelumnya belum ada. 

Kenapa Hongkong yang dipilih ya? 

Karena sukses 

No, I mean di negara-negara lain?

Belum ada. Ada beberapa negara lain katakan ya Badan Pencegah Rasuah di Malaysia. Itu sudah terbentuk tahun 50-an tetapi kemudian tidak sesukses Hongkong. Kemudian juga ada CPIP di Singapura dan itu relatif lebih clean dibandingkan Hongkong. 

Apple to Apple kalau bandingkan Indonesia dengan Hongkong?

Tingkat kejahatannya ya. Dulu Kepala Kepolisian Hongkong juga diproses  hukum dan memang terjadi bentrok. Kepala Kepolisian Hongkong yang terlibat waktu itu diproses oleh KPK-nya Hongkong. Bahkan terjadi bentrokan fisik, kantor ICA Hongkong dibakar.

Wah oleh? 

Polisi 

Oh menarik ada juga cicak buaya di sana. 

Iya. Itu diserbu. Itu dramatis. tetapi Kemudian beruntungnya Hongkong Hakim dan Jaksanya itu dari orang Inggris yang relatif lebih clean dibandingkan aparat kepolisian lokal. Nah jadi mereka sudah bisa proses.

Jadi kita tiru Hongkong success story-nya dalam arti tingkat kriminalitasnya yang rumit itu?

Ya tingkat kriminal yang rumit waktu itu. Walaupun negara kecil tapi setiap orang tahulah Hongkong itu betapa beratnya dengan segala macamnya.

Kalau Itali susah kayaknya?

Culture-nya beda ya kita sama-sama Asia. Dengan negara-negara Eropa kita kan culture-nya beda.

Dengar-dengar mereka juga ketat ya memperlakukan kode etik untuk komisionernya ya?

Betul. Jadi pada saat rekrutmen mereka benar-benar direkrut secara benar. Saya pernah ke Hongkong dan ketemu dengan salah satu eks komisionernya ICAC. Dia bilang ke saya begini. Pak Candra ya hati-hati. Kenapa? Perhatikan lifestyle anak buah anda.

Loh kenapa? Kalau lifestyle-nya mencurigakan segera periksa. Di situ awalnya, bermula dari lifestyle-nya. Sesuai enggak lifestyle-nya dia dengan pendapatan dia. Anda tahu persis kan pendapatannya dia karena anda kan pimpinannya. Perhatikan lifestyle-nya. Kalau lifestyle-nya sudah  mulai berubah atau tidak sebanding dengan pendapatan dia, periksa. Ini yang menyampaikan eks pimpinan ICAC langsung. Jadi memang mereka standarnya begitu tinggi sekali. enggak bisa ke mana-mana.

Saya dengar juga kalau bertandang itu disuguhin?

Ada dua sisi. satu memang kita enggak boleh nerima karena Sudah ada ongkos perjalanan dinas, ongkos makan siang ada. Jadi buat apa.

Yang kedua ya amanah. Soalnya kan enggak ada yang food security. Jadi daripada begitu mending ditegaskan aja ini jangan disentuh apalagi diminum.

Saya dengar bahkan kalau mau menerima kita misalnya berkunjung ke sana sebagai terima kasih kita kasih plakat ya, itu juga ditolak katanya enggak sih plakat-plakat begitu? 

Jadi ada jumlah tertentu yang bisa diterima. Kalau kenang-kenangan plakat ya kayak buat plakat di Senen wajar. Yang enggak boleh itu eksesif, berlebihan. Jadi kalau plakat-plakat sebagai kenang-kenangan, oke nggak masalah. Cuman kalau yang berlebihan seperti baju, gesper, tas, dompet, itu enggak ada emang betul dari gaya hidup ya. 

Jadi dari lifestyle ya? 

Selama periode itu saya berkunjung ke beberapa negara. Di Malaysia sendiri saya berkunjung beberapa kali dan mereka kemudian pada periode saya itu datang ke Jakarta, stay berapa hari mungkin seminggu atau 2 minggu untuk belajar tentang KPK Indonesia 

Oh mereka mau belajar? 

Persis, walaupun mereka berdiri lebih dulu. Mereka studi banding,  beberapa di antaranya punya saudara juga di Jakarta. Jadi mereka beberapa orang langsung, saya bilang datang ke Jakarta kita sama-sama saling belajar, kemudian undang-undangnya mereka SPRM suruhanjaya pencegah rasuah Malaysia ya, dirubah ngikutin undang-undang KPK sebelum diamandemen.

Jadi dia reportnya langsung ke Yang Dipertuan Agong. Jadi garis koordinasinya tadinya di bawah kantor Perdana Menteri sekarang dibikin lebih independen. SPRM Malaysia dibikin lebih independen dibandingkan Perdana Menteri.

Artinya bagus itu ya UU KPK sebelum diamandemen ya? 

Bagus karena itu bisa mereka menjerat perdana menteri Najib Razak. Mereka proses, ya terlepas case-nya seperti itu. Tapi mereka sudah punya power lebih besar. Mereka kursus sekitar 2 mingguan di Indonesia khusus belajar itu.

Menurut Anda memang lebih bagus undang-undang KPK sebelum diamandemen ya? 

Iya dari tingkat independensi, lebih independen dibandingkan sekarang ini. Karena begini mas Wahyu. Ada dua hal yang membuat suatu organisasi itu runtuh atau enggak runtuh. Ini yang ngasih tahu saya seorang pengusaha dari Singapura. Dia bilang begini. Saya hanya butuh dua hal satu finansial saya kuasai keuangan kedua SDM.

Operasional bisa diatur melalui SDM yang kuat. Bisa diatur mau kuatin atau enggak kita bisa kelola dengan menguasai finansial. Jadi pada saat suatu organisasi dipegang atau dilemahkan secara finansial dan SDM, maka itu akan bermasalah. 

Dulu KPK punya kewenangan mengangkat karyawan sendiri sekarang enggak. Dulu kalau ada masalah ya udah kita berhentikan aja. Beberapa kali kita berhentikan orang. Sementara untuk memberhentikan ASN prosesnya agak panjang 

Susah mas, menteri aja juga susah?

Iya kan akhirnya merugikan negara kan? Iya dibikin Idol, dapat gaji terus, engak lakukan apa-apa

Tapi di undang-undang yang baru di KPK ada yang bagus dong menurut anda?

Dewan pengawas okelah karena di ICAC sendiri ada yang namanya semacam bot of trusty yang mengawasi pelaksanaan 

Terus soal SP3?

SP3 penyelidikan. Kenapa dulu KPK pada saat melakukan penyidikan diperlukan dua alat bukti, sementara di aparat penegak hukum yang lain tidak diperlukan dua alat bukti. Beda kan. Requirement KPK untuk menaikkan kasus ke penyidikan dua alat bukti 

Minimal? 

Minimal. dari awal tuh di undang-undang awalnya. Sementara penegak hukum yang lain adalah bukti permulaan yang cukup. Enggak disebut jumlahnya. Cukup, kualitatif. Dua alat bukti, kuantitatif. Kalau bukti pengembangan cukup, cukup nggak cukup ya tergantung penyidik. Nah karena syarat untuk naik ke penyidikannya lebih ketat, karena itu alasannya SP3-nya dicabut ditiadakan karena requirementnya ketat sekali untuk naik ke penyidikan. Jadi nggak bisa sembarangan. sementara Hakim menjatuhkan putusan berdasarkan pasal 184 KUHAP itu dengan dua alat bukti. Jadi cukup sebenarnya dua alat bukti itu, Hakim menjatuhkan putusan. 

Dua alat bukti itu sudah ditemukan oleh KPK pada saat akan memulai proses penyidikan. Jadi boleh dikatakan bahwa dengan dua alat bukti harus proses ini selesai. Karena itu nggak diperlukan spt3.

Tetapi bisa saja terjadi kesalahan manusia. Kita enggak bisa menolak itu. Kalau terjadi kesalahan manusia ternyata memang dia tidak terbukti maka penuntut umum bisa mengajukan perkara itu ke pengadilan dengan tuntut bebas. Jadi proses SP3-nya lewat proses pengadilan. 

Itu menarik. Banyak orang yang enggak tahu. Selalu yang dikumandangkan tanpa adanya peluang untuk SP3 banyak orang yang kasusnya digantung. Iya kan? Terus kemudian tidak mendapatkan keadilan.

Nah koreksinya adalah bawa ke pengadilan. Ada mekanisme koreksi yang transparan, terbuka, dan akuntabel. Tuntut bebas, ternyata nggak terbukti. Jadi SP3-nya itu lewat proses persidangan.

Di periode Anda dulu sudah pernah ada? 

Belum pernah. Tetapi saya ingat sekali waktu saya masih kecil, karena bapak saya juga pengacara saya dipengaruhi. Ada jaksa yang pernah menuntut bebas tapi saya lupa kasusnya. Nah ini dituntut bebas. 

Sekarang ini betul seolah-olah orang selalu excuse untuk alasan dimungkinkannya dibikin SP3 supaya kasusnya nggak digantung prosesnya.  Awalnya nggak bagus segala macam itu supaya mendapatkan keadilan. Tuntut bebas ya. Sebelumnya pun juga ada praperadilan. 

Kembali sekarang dalam kapasitas Anda di BUMN sebagai pengawas, komisaris utama dulu PLN dan sekarang di BTN. Apa tugas dari  BUMN memang harus untung? 

Ya BUMN diciptakan untuk profit. Nggak ada badan usaha yang dibentuk bukan untuk keuntungan. Nah Walaupun demikian kalau nanti untuk layanan publik maka dibentuklah BLU, Badan Layanan Umum. Yang agak sedikit lebih itu dibentuk BUMN tetapi tidak 100% maka jadi Perum. Peruri itu Perum, ada beberapa Perum ya.

Kemudian pada saat jadi persero maka tujuannya profit tetapi BUMN tetap juga dimungkinkan pemerintah ngasih penugasan kepada BUMN penugasan tertentu. Misalnya di daerah-daerah yang orang tidak mau banyak berusaha maka BUMN ditugaskan untuk melakukan usaha kegiatan di tempat-tempat terpencil itu. Itu rugi. Nah ruginya itu mesti dikalkulasikan, disampaikan ke pemerintah kami ditugaskan untuk membangun. Katakanlah transportasi di daerah yang jauh remote area maka proyek ini rugi.

Gak usah jauh-jauh jalan tol Trans Sumatera kan juga penugasan?

Itu salah satunya. Ada juga penugasan satu harga minyak bensin BBM seluruh Indonesia. Ongkos transportasinya berapa itu rugi Pertamina. Nah jadi apakah dengan melakukan aktivitas bisnisnya bisa merugi, bisa merugi. Karena apa? Karena penugasan.  Siapa yang mesti menanggung rugi ini? Pertanyaan begitu kan bisa ditanggung oleh BUMN sendiri bisa juga ditanggung oleh pemerintah? Ya ditanggung oleh BUMN sendiri dengan posisi bahwa dia mengurangi keuntungan dalam bisnis yang lain diabsorbsi itu kerugian di bisnis penugasan dengan bisnis lain.

Apakah BUMN itu sanggup menanggung itu bisa ya bisa enggak. Jadi kalau seandainya kerugian itu menjadi masalah hukum maka banyak BUMN yang proyeknya rugi karena penugasan. Banyak PR-nya rugi. Tapi apakah itu merupakan suatu kesalahan hukum? Enggak belum tentu. Apakah itu merupakan perbuatan pidana? Pertanyaan sebelumnya Apakah itu perbuatan melawan hukum? Melawan hukum belum tentu. 

Oh belum tentu melawan hukum ya?

Belum tentu tapi rugi ya. Jadi kalau kita masuk ke diskusi berikutnya karena frase merugikan negara ini, ada di Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor. 

Ini menarik. Jadi saya dapat paper dari Anda judulnya mengada-ada tentang Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-undang Tipikor. Ini singkat kata bagaimana penjelasannya? 

Jadi begini soal frase kerugian negara. Saya mau sampaikan dulu tidak setiap usaha BUMN itu untung walaupun BUMN diciptakan untuk membuat keuntungan. Karena tidak ada bisnis yang selalu untung itu yang pertama. 

Yang kedua bahwa bisa saja BUMN rugi karena penugasan jelas-jelas rugi. Nah banyak juga lembaga Kementerian pemerintah yang juga rugi. Katakan lagi nih kalau ada gejolak pasar uang kemudian Bank Indonesia melakukan intervensi pasar. Iya rugi ini, BI rugi karena itu tugas negara. 

Jadi dalam aktivitas negara dan bisnis rugi itu sangat mungkin terjadi rugi.  Jadi sebenarnya karena faktor penyebabnya macam-macam maka seharusnya dia bukan menjadikan variabel untuk menentukan seseorang bersalah atau enggak. Nah cuma saya melihat ada kecenderungan akhir-akhir ini kerugian dijadikan suatu faktor paling penting untuk menyatakan seseorang korupsi apa enggak. Saya melihatnya begitu.

Sekarang kerugian sebagai direksi BUMN dijadikan pintu masuk atau indikasi bahwa telah terjadi korupsi. Kalau itu pola pikirnya menurut saya keliru. 

Nah kita bicara sejarah rumusan delik dalam Pasal 2 ayat 1 dan ayat 3 Undang-Undang Tipikor. 

Ini menarik. Bagaimana itu asal muasalnya? 

Itu dimulai tahun 1957. Itu peraturan penguasa perang militer Nomor 6, Nomor 8 dan nomor 11. Siapa yang tanda tangan? Abdul Haris Nasution. Karena itu dulu  dalam stat Van orlock and belg orlock and BG, negara dalam keadaan bahaya maka penguasa militer punya kewenangan. Dikeluarkanlah peraturan nomor 6, 8 dan 11 tahun 1957. Redaksionalnya persis sama dengan ketentuan Pasal 2 ayat 1 dan ayat 3. 

Nah ini nih coba nomor PM/06/tahun 1957 tanggal 9 April 57 tentang pemberantasan korupsi, kemudian PM/08/tahun 1957 tanggal 27 mei 57 tentang pemilikan harta benda, dan Peraturan/ 011/ P/1997 tertanggal 1 Juli 5'7 tentang penyitaan dan perampasan harta benda yang asal mulanya diperoleh dengan perbuatan melawan hukum.

Betul ini asal mula. Itu serangkaian. Jadi kalau orang bilang undang-undang perampasan aset kita sudah punya undang-undang perampasan aset yaitu peraturan penguasa militer nomor 11. Jadi bukan hal yang baru.  Nanti kita mungkin perlu sesi sendiri tentang undang-undang pragmatik ini dan itu bukan hal yang baru.  Kita juga punya UU pembatasan uang transaksi tunai juga bukan hal yang baru. Tahun 46 kita sudah punya pembatasan transaksi tunai yang tujuannya adalah menggairahkan perbankan supaya orang gemar menabung. Kalau sekarang kan tujuannya mencegah money laundry. 

Kemudian Undang-undang nomor 6 Peraturan Penguasaan Militer tahun 1957 ini saya bacakan ya bunyinya. Korupsi adalah setiap perbuatan yang dilakukan oleh siapapun juga baik untuk diri sendiri, untuk kepentingan orang lain atau kepentingan suatu badan yang langsung atau tidak langsung menyebabkan kerugian bagi keuangan perekonomian negara redaksional ini dibawa terus sampai sekarang. Dicopy paste terus, digendong-gendong. 

Kemudian ayat 1b nya korupsi ialah perbuatan yang dilakukan oleh seorang pejabat yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah ataupun dari suatu badan yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah yang dengan mempergunakan kesempatan dan kewenangan kekuasaan yang diberikan kepadanya kepadanya oleh jabatan langsung atau tidak langsung membawa keuntungan baginya.  

Satu melawan hukum, kedua Pasal 3. Nah sekarang kita lihat tadi saya sampaikan Undang-Undang tahun 46 atau 48 nanti kita bisa cek ya tentang  pembatasan transaksi tunai itu digunakan untuk apa menggairahkan perbankan. Jadi  konteksnya Undang- Undang ini diberikan contoh dalam penjelasannya. Ada orang yang mengambil alih suatu perusahaan menerima peralihan itu dari orang lain dalam rangka nasionalisasi perusahaan Belanda. 

Konteksnya waktu itu nasionalisasi, tahun 56 sampai 59 itu seluruh perusahaan-perusahaan Belanda berdasarkan ketentuan waktu itu harus dinasionalisasi. Maka apa yang dilakukan saat itu oleh pemilik perusahaan supaya tidak dinasionalisasi, pemilik perusahaannya menjual perusahaan kepada sopirnya, kepada karyawannya yang orang pribumi. Dijual kan emang orang pribumi tak punya duit. Karena dia enggak punya duit maka skema transaksinya dibuatlah perjanjian utang piutang antara si pribumi dengan si pemilik perusahaan. 

Dipinjamin duit untuk beli perusahaan. Nah secara hukum perusahaan itu beralih menjadi milik pribumi tetapi si pribumi punya utang kepada si pemilik perusahaan asing ini. Maka kemudian ditulislah di perusahaan ini milik pribumi. Banyak yang ditulis pakai pilox pakai cat “Milik pribumi”. Milik haji siapa gitu banyak, ada akta. Dan itu terjadi istilahnya ini kop kontrak akuisisi, pengambilalihan secara akta notaris.

Ambil alih sah milik pribumi bukan milik asing. Jadi tiga model transaksinya itu, sah semua. Nah pertanyaannya sekarang si pribumi ini bagaimana cara dia membayar utangnya?

Dia pemilik perusahaan ya tapi bagaimana cara membayar utangnya. Diaturlah sama si orang asing ini bahwa perusahaan harus diserahkan kepada pemilik asal untuk membayar utangnya si pribumi ini. Jadi diatur sama si pemilik asal ini keuntungan perusahaan untuk utang ya berapa tahun sudah sampai lunas. Ini yang akal-akalan.

Kita ingat juga dan ini tertulis dalam penjelasan peraturan penguasaan militer ini Indonesia tahun 55 sampai tahun 59 menganut visa yang tidak bebas. Iya setiap transfer uang asing ke luar negeri diawasi harus minta izin. Bukan cuma diawasi harus minta izin harus minta izin keluar masuk uang devisa harus minta izin. Karena itu bapak menteri kita dulu pernah salah satu terkena kasus katanya membawa dolar. Enggak banyak tapi ditangkap dihukum bentar ya dilepaskan, ditangkap, diproses, dibebaskan.  

Waktu itu perlu izin.  Izinnya Siapa? ketua dewan moneter. Nah dibilang dalam ini karena ketua dewan moneter adalah rekan si partai pribumi atau menerima peralihan perusahaan maka diizinkan untuk transfer uang ke luar negeri. 

Ada situasinya. Kemudian menghindari nasionalisasi dibuat perjanjian utang piutang dan semuanya legal. Dalam peraturan militer ini membuktikan bahwa ini adalah perbuatan korupsi. susah disebutkan. Untuk  mengatasi rintangan yang hingga kini dirasakan dalam soal  pembuktian maka dikeluarkan peraturan penguasa.

Untuk pembuktiannya susah maka dilihat perjanjian secara keseluruhan. Perjanjian ini dirancang dengan itikad buruk ada mens rea.  Nah ini untuk menghindari dinasionalisasi. Motifnya di situ, jadi tidak bisa dilihat perjanjian karena secara parsial ini sah tetapi mereka kongkalikong, bersekongkol untuk membuat seluruh perjanjian menghindari nasionalisasi. 

Jadi konteksnya redaksional delik yang ada di Pasal 2 ayat 1 dan ayat 3 Undang-Undang Tipikor sekarang itu adalah mengcopy rumusan delik yang ada di Undang-Undang tahun 57 yang ditujukan salah satunya adalah untuk mencegah fraud nasionalisasi perusahaan Belanda.  Dan itu kita bawa sampai sekarang sejak Orde Baru. 

Sejak orde baru dibawa sampai sekarang ya? 

Order lama ada peraturan pemerintah pengganti undang-undang tahun 1960 di bawa juga redaksionalnya. Di Undang-Yndang 3 tahun 71 dibawa, UU 31 tahun 99 dibawa. Nah apakah ini kondisinya tepat atau enggak? Membawa rumusan delik seperti ini secara rumusnya kan bagus. Tetapi rumusan Pasal 2 ayat 1 dan 3 ini ada problematik.

Pertama adalah menganggap bahwa kalau kerugian pasti korupsi. Kalau ada kerugian probabilitasnya korupsi. Padahal ya korupsi itu bukan masalah kerugian negara. 

Korupsi itu di Undang-undang, di peraturan penguasaan militer disebutkan untuk memberantas perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan cara tidak halal yang disebut korupsi. Jadi korupsi itu adalah memperkaya diri sendiri atau orang lain yang secara tidak halal secara melawan hukum. Bukan merugikan keuangan negara.

Merugikan keuangan negara itu impactnya doang. Saya mencoba berbahasa Indonesia yang baik ya, jadi kerugian negara itu dampaknya. Perbuatannya itu adalah memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum itu korupsi. 

Dengan menyalahgunakan fungsinya sebagai pejabat publik ada abuse of power juga. Rumus ini yang juga tertera dalam United Nations Convention Against Corruption tahun 2002. UNCAC mengatakan bahwa pejabat publik yang menggunakan fungsinya, kewenangannya untuk mendapatkan keuntungan yang tidak sah untuk dirinya sendiri atau orang lain atau badan usaha itu korupsi. Enggak ada urusan dengan  perluasan dari definisi itu.

Ternyata rumusannya merujuk pada tahun 1957 itu keliru masalah kerugian negara. Yang ada adalah pejabat publik yang secara melawan hukum menguntungkan menyalahgunakan kesempatan kewenangan dia, ini disebutnya abuse of function, seperti artikel 19 UNCAC.  

Abuse of function menyalahgunakan kewenangannya dia untuk menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain. Untuk mendapatkan keuntungan yang tidak sah. Sudah stop di situ aja ya titik.

Jadi enggak ada urusan dengan kerugian negara. Ada atau tidak kerugian perekonomian negara enggak ada urusannya. Nah problematika ini karena kita masih menggunakan Pasal 2 ayat 1 dan 3 maka pada saat rumusan Pasal 2 ayat 1 dan 3 undang Tipikor itu enggak ada. Enggak diakui di negara lain.

Enggak ada tuh rugi negara, ini khas Indonesia. Setahu saya yang mengcopy rumusan dari Undang-Undang tahun 57 yang digunakan untuk mengatasi kesulitan pembuktian dalam rangka nasionalisasi perusahaan Belanda. Kita gendong itu rumusan sampai sekarang. Tapi bila dicopy seperti itu dan akhirnya sampai juga pada ukuran kerugian negara itu diakomodir dalam rumusan ini. 

Apa kelemahannya? 

Kelemahannya adalah kalau kita menggunakan Pasal 2 ayat 1 dan 3 yang ada kerugian negara, di negara lain enggak ada. Maka kesulitannya adalah kita tidak bisa melakukan proses mutual legal assistance yaitu proses kerja sama antara penegak hukum negara lain dengan Indonesia di mana kita minta bantuan dia untuk buka rekening, untuk menangkap orang, untuk menahan orang. Syarat untuk mutual adalah bahwa perbuatan tersebut adalah kejahatan di Indonesia dan juga kejahatan di negara lain. Itu syaratnya. 

Kalau hanya kejahatan di Indonesia bukan kejahatan di negara lain maka mutual legal assistance ini enggak bisa jalan. Kalau enggak diakui, Pasal 2 ayat 1 dan ayat 3 itu hanya khas Indonesia. Di negara lain enggak diakui pasal itu. 

Artinya kalau kita tetap menerapkan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor ini kita enggak akan bisa bikin mla sama negara lain?

Tidak bisa. Saya pernah di KPK dan saya dapat itu enggak bisa. Yang bisa adalah pasal suap, di sana bribery kejahatan di sini bribery kejahatan. Selesai. Jadi cocok ya. Ini pernah kita lakukan dulu kami buka rekening bank Singapura berdasarkan mla. Saat itu ada perusahaan Inggris yang menyangkut perusahaan Indonesia. Rekeningnya dibuka di Singapura kita minta buka rekening Singapura kita mesti meyakinkan bahwa ini adalah bribery dan dibuka bisa. Coba pakai Pasal 2 ayat 1 enggak dilayani. Jadi banyak kelemahannya.  

Ada gak upaya  mengoreksi lemahnya Pasal 2 ayat 1 dan 3 ini? 

Saya swasta. Saya bukan membuat undang-undang. 

Harusnya diinisiasi siapa ya? 

Harusnya diinisiasi LSM boleh, DPR boleh, pemerintah boleh. Untuk merevisi Pasal 2 ayat 1 dan ayat 3 UU Tipikor.  Urgensinya kita bisa melakukan MLA dengan negara lain. Kita bisa memproses orang yang menyalahgunakan kewenangan abuse of function dan mengejarnya ke luar negeri. 

Kedua bahwa tidak ada penyalahgunaan Pasal 2 ayat 1 dan ayat 3 secara eksesif.  Nah itu karena namanya bisnis bisa rugi bisa untung. Bisa rugi karena salah kalkulasi karena fluktuasi harga.

Siapa yang bisa membayangkan covid hampir seluruh BUMN rugi. Ada juga BUMN rugi salah kalkulasi. Yang paling banyak fluktuasinya itu adalah tambang mineral. Minyak itu fluktuatif harganya bisa US$50 dolar, bisa cuma US$15.

Kalau menjerat Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor yang eksesif ya betul ini sekarang kan terjadi. Orang melihat bahwa suatu BUMN atau suatu Kementerian lembaga rugi, kemudian karena rugi dicari-carilah apa ada perbuatan melawan hukum. Kadang-kadang ditemukan hukumnya yang simpel.

Mengambil contoh analisanya begini. Ada suatu perusahaan kemudian akan melakukan suatu proyek. Oke untuk melaksanakan suatu project baru, karena perusahaan ini belum pernah melakukan proyek ini maka SOP yang lama, integral prosedur, tidak memadai untuk digunakan dalam proyek yang baru maka SOP ini perlu diubah. 

Ok  SOP diubah, kemudian jalan karena sebelumnya perusahaan ini benar-benar pengalaman baru. Buat mereka SOP ini diubah dan kemudian proyek  jalan dan rugi. Pemikiran apa yang timbul di aparat penegak hukum? Proyek rugi karena kemudian sop-nya diubah untuk memuluskan niat jahat dia untuk menguntungkan orang lain yang menyebabkan kerugian negara. Maka dianggap musti konspirasinya ada untuk memuluskan proyek baru. Bisa dikonstruksikan begitu. 

Sebenarnya kita mesti lihat benar enggak mereka punya niat jahat. Betul enggak mereka berkonspirasi mengubah SOP untuk konspirasi. Ini mesti dicari konspirasinya. Memang konspirasi merugikan negara bukan?

Sama seperti yang tadi yang Undang-Undang pada saat nasionalisasi perusahaan Belanda mereka berkonspirasi buat sekian banyak perjanjian hanya supaya tidak dinasionalisasi. Mesti kelihatan tuh konspirasinya. Karena itu kalau saya banyak mengatakan hati-hati dalam mengubah SOP.

Ini warning untuk teman-teman BUMN nih? 

Atau nyatakan secara terbuka bahwa SOP ini akan direview secara periodik. Jadi tidak bisa dituduh mengubah SOP hanya untuk memuluskan niat jahat. 

Anda orang BUMN, ada beberapa mantan Dirut BUMN yang kemudian kena permasalahan hukum. Dijerat dengan pasar salah kaprah ini. Seperti misalnya yang terakhir ramai Karen Agustiawan mantan Dirut Pertamina dalam kasus pengadaan LNG yang memicu polemik karena dianggap merugikan negara. Saat itu Pertamina melakukan perjanjian jual beli LNG dengan perusahaan Amerika. Nah Karen dianggap melawan hukum dan KPK mendakwa Karen merugikan negara sebesar US$113,84 juta setara  dengan Rp1,77 triliun. Anda sempat monitor? 

Sekarang ini ada gejala demam penegakan hukum yang bersifat populis. Seakan-akan ngerti tapi komentar masukin media sosial, Saya melihat kasus Bu Karen yang LNG ini saya tidak berani komentar jauh karena saya tidak lihat dokumen hukumnya. Tapi saya bisa komentari untuk kasus yang lama saat Karen bebas murni dalam kasus yang dengan perusahaan  Australia. Saya sampai buka satu-satu dokumen partisipan interest perusahaan Australia. Saya baca sendiri putusan Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa Bu Karen bebas. 

Saya bacakan ya, satu enggak ada fraud, dua tidak ada Conflict of Interest ketiga tidak ada perbuatan melawan hukum, tidak ada kesalahan yang disengaja. Kesalahan yang disengaja itu korupsi. Jadi mestinya tidak ada lalai mesti ada kesengajaan. Kesengajaan itu adalah niat dia untuk sengaja salah, jadi enggak ada korupsi itu lalai. Nah jadi enggak ada kecurangan, enggak ada benturan kepentingan, enggak ada perbuatan melawan hukum. Itu setelah putusan kasasi perkara 121 halaman 38. 

Artinya di pengadilan tingkat pertama dan kedua bersalah kemudian  dibebaskan. Jadi kalau kasus yang bukan sengaja dan sepanjang enggak ada benturan kepentingan sesuai dengan hukum, enggak ada kesalahan yang disengaja kita tinggal buktikan bahwa ini sengaja apa enggak.  

Patokan yang harus diperhatikan dalam memutus seseorang itu korupsi apa enggak itu yang pertama. Yang kedua kalau kita lihat ini kasus LNG, kebetulan saya jadi pengacara beberapa perusahaan mineral itu harga mereka fluktuatif. Pada saat musim dingin harga pasti naik bukan cuma industri utama tapi di seluruh industri ikutannya. Sewa tanker di bulan Desember pasti naik seluruh faktor ikutannya naik. Cuma pada saat musim panas drop semua. Jadi harga dibentuk adalah ada orang yang bilang willing to sell willing to buy.

Pada saat perjanjian ditandatangan kita enggak bisa prediksi harga ke depan. Oke kita bisa prediksi tapi bisa juga salah dan tidak semua prediksi itu tepat. Ya artinya itu resiko bisnis. 

Artinya risiko bisnis tidak bisa dianggap perbuatan melawan hukum? 

Tidak bisa dianggap perbuatan melawan hukum

Di BUMN kan terkenal ada bussiness judgment rule?

Sebenarnya bussiness Judgement rule itu konsep dari hukum perdata.  Bukan hukum pidana. Jadi seseorang direksi komisaris tidak dapat diminta pertanggungjawabannya apabila dia telah melakukan prinsip kehati-hatian. Dia tidak bisa dituntut secara perdata tapi kemudian diadopsi di pidana. 

Jadi selama kehati-hatian dalam pengambilan keputusan. Misal dalam project paling tidak dilakukan feasibility study tentang kelayakan proyek baik dari segi finansial atau bisnis, baik dari segi teknis dan kajian hukum. Nah itu perlu diingat ya untuk prinsip kehati-hatian dalam bisnis. 

Jadi perlu dibuat ya? Nah bagaimana untuk menerapkannya ke  bisnis?

Kalau sudah dibuat berarti prinsip kehati-hatian dalam suatu proyek itu ada. Nah kalau dibuat maka seharusnya dianggap dia sudah melakukan Feasibility studynya sehingga tidak bisa dihukum.. Yang lain yang harus diperhatikan bahwa tidak melawan hukum, artinya tidak ada hukum yang dilanggar seluruh aturan diikuti. Kadang-kadang itu miss tuh ada yang kelewat karena kita banyak aturan. 

Nah di sini kalau kita lihat di perbankan itu lebih kasihan karena aturannya banyak. Aada  UU PT, UU Perbankan, UU Pasar Modal, UU BUMN. Payungnya banyak. Rezeki buat para lawyerlah. Nah kemudian yang harus diperhatikan apakah cukup ga? Jangan ada persekongkolan, tidak ada konspirasi. 

Yang ketiga jangan sampai ada benturan kepentingan karena itu ada mens rea-nya. Misal ada project keponakan saya, kerabat maka tidak boleh.Patokannya dua derajat ke atas dan ke kanan bawah. Itu ukurannya jelas. Yang lain jangan terima suap, jangan terima kick back, jangan terima hospitality, fasilitas yang mewah, kemudian tidak ada gift. Udah empat itu saja yang dipegang. Pertama harus sesuai hukum, ga benturan kepentingan, ga ada konspirasi. 

Nah konspirasi ini yang repot. Kadang pertemuan itu dianggap konspirasi maka perlu dicatat, ada notulen. Tetapi aparat penegak hukum tetap harus membuktikan, kalau ada badan atau orang yang melakukan konspirasi itu bisa masuk. Tapi kalau dari kerugian negara itu susah. 

Hubungan kausalitas kok. KPK zamannya Abraham Samad pernah mengirim surat bahwa antara kerugian negara dengan perbuatan melawan hukum itu harus ada hubungan kausalitas sebab akibat. Kadang-kadang menurut kerugian negara ini kausalitas melawan hukumnya di tempat lain. Nggak ada kausalitas enggak ketemu. 

Nah kalau untuk kasus korupsi apakah juga dipersyaratkan bukti material?

Harus perlu. Pidana harus bukti material. Beyond the reasonable doubt. Itu pidana kita bukan perdata. Harus yakin bahwa dia jahat yakin bahwa dia memang niatnya memang merugikan negara. Niatnya mengambil keuntungan. Harus dibuktikan, nggak ada bukti-bukti circumstances evidence nggak bisa dipidana. Mungkin di perkara administrasi bisa, tapi pidana nggak bisa. Jadi mesti bukti-buktinya kuat dan kesaksian saja tidak cukup. 

Kembali ke putusan Karen Agustiawan untuk yang di Australia itu kan pengadilan tingkat pertama dia bersalah kedua banding jugalah kasasi dibebaskan dengan berbagai alasan yang Anda bilang tadi. Ini hikmahnya apa?

Hikmahnya adalah bahwa kita mendapatkan suatu putusan dari Mahkamah Agung yang memberikan patokan bahwa tidak korupsi hilang sifat melawan hukumnya. Jadi ada dulu putusan tahun 65 bahwa bukan  korupsi apabila nggak ada kecurangan enggak ada konflik interest tidak ada perbuatan melawan hukum tidak ada kesalahan.

Ada yurisprudensi tahun 65 ada kasusnya dokter dulu beli vaksin atau obat karena ada pandemi yang mengumpulkan dana masyarakat hilang sifat melawan hukum apabila negara tidak dirugikan kepentingan umum terlayani yang bersangkutan tidak dapat untung. itu selalu digunakan sebagai patokan hilang sifat melawan hukum apabila satu negara tidak dirugikan kepentingan umum terlayani yang bersangkutan tidak dapat untung.

Nah sekarang ada putusan Tipikor atas nama bu Karen ya yang menyatakan bahwa dia bebas ya karena nggak ada kecurangan enggak ada benturan kepentingan enggak ada perbuatan melawan hukum dan kesalahan yang disengaja jadi perbuatan melawan hukum dan kesalaha yang disengaja itu mesti jadi parameter. 

Perbuatan melawan hukum yang disengaja jadi kalau dipidana ada yang namanya kesengajaan dan ada kelalaian. 

Jadi frasa kerugian negara enggak ada ya? 

Enggak ada. Proyek ini mungkin bisa dianggap kerugian negara tetapi selama tidak ada kesalahan tidak ada benturan kepentingan dan tidak ada perbuatan melawan hukum dan kesalahan yang disengaja. Bebas. Oke kita jadikan yurisprudensi. 

Jadi sekali lagi Anda keberatan sekali dengan istilah merugikan negara?

Saya anggap sudah saatnya kita melakukan revisi undang-undang tipikor. Baik oke dulu kita pernah punya sejarah kita tidak perlu menghujat sejarah. Sebenarnya dengan diratifikasinya UNCAC tahun 2002 ada alasan juga memperbaiki unsur pasal 2 sesuai dengan unsur yang ada dalam UNCAC. 

Pejabat publik menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri orang lain atau dirinya sendiri atau badan dengan begitu kita bisa mengikuti norma yang terjadi yang ada di internasional ya berlaku secara umum. Kita juga bisa menyelamatkan negara ini dari korupsi. Tetap sebagai orang yang terdepan kemudian gap analisis antara undang-undang kita dengan UNCAC bisa dikecilkan. 

Nah soal kerugian negara itu, sekarang kan ada lagi alasan untuk mencokok itu lagi ada tambahan yaitu merugikan perekonomi negara. Jadi  bukan hanya keuangan negara, kerugian perekonomi negara yang nilainya luas sekali seperti perkara timah. Itu ada kerugian perekonomian negara yang mencapai Rp 271 triliun, itu bagaimana? 

Saya melihat proses penegakan hukum pidana itu harus punya tujuan membuktikan sesuatu dengan suatu tujuan. Membuktikan bahwa ini si tersangka memang melakukan apa yang  dituduhkan tujuannya apa.. Menghukum si terdakwa. Terbukti  terdakwa melakukan suatu perbuatan pidana maka dihukumlah penjara sekian tahun. Kemudian dibuktikan juga dalam proses itu bahwa si terdakwa bersama-sama dengan orang lain. Tujuannya Apa? Tujuannya juga menghukum orang lain itu bahwa dia bersama-sama pasal 55 pasal 56 ikut terlibat. 

Nah dibuktikan juga bahwa rumah dia itu adalah hasil kejahatan. Tujuannya apa? supaya kita bisa rampas. Ini hasil kejahatan. Kemudian dibuktikan juga bahwa mobil dia itu digunakan untuk tindak pidana bisa dirampas untuk dihancurkan atau dirampas untuk negara. Nah jadi ada empat barang yang bisa dirampas disita. 

Sekarang pertanyaannya kalau dibuktikan dia merugikan perekonomian negara tujuannya apa? Apakah si terdakwa harus disuruh mengganti kerugian perekonomian negara sementara dalam perkara korupsi terdakwa hanya bisa dibebankan sebatas keuntungan yang dia nikmati. Membuktikan kerugian perekonomian negara sementara terdakwa hanya bisa dijatuhkan hukuman sebesar keuntungan yang dinikmati. 

Apalagi kemudian vonis hakim hanya mengganti kerugian negara ratusan miliar. Untuk apa? 

Betul buat apa. Lebih bagus kalau masalah lingkungan pakai undang-undang lingkungan. Itu bisa. Dibebankan kepada siapa? Perusahaan perusahaan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan maka harus mengganti sejumlah sekian dia bertanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan ada hitungan kerusakan lingkungannya. Jadi tujuannya apa?

Pandangan saya dalam proses pidana kita mesti membuktikan yang tujuannya jelas. Oke barang yang bisa disita instrument of Crime yang digunakan untuk menghalang-halangi kita buktikan semua tujuannya untuk apa? Untuk disita. Buat negara semua. 

Nah kita membebankan kerugian negara tujuannya apa? Apa yang mesti kita rampas? Nggak ada. Kalau pakai undang-undang lingkungan bisa perusahaan dihukum pakai jerat hukum yang lain,undang-undang lingkungan. 

Oke kemudian timbul pertanyaan ada namanya corporate liability. Itu berlaku terhadap perusahaan tetapi dalam korupsi lagi-lagi perusahaan hanya menanggung sebesar keuntungan yang dinikmati. Nggak bisa diluar keuntungan yang dia nikmati. Kerusakan lingkungan apa dinikmati oleh perusahaan enggak ya. kan perusakan lingkungan bukan perusahan nikmati. Kalau barang yang diambil itu dinikmati itu boleh. Tapi sudahlah. 

Ini penting untuk perbaikan sistem kita dong kalau memang harusnya ada yang dievaluasi. 

Iya proses supaya kita menjadi lebih dewasa lebih matang. Yang berlalu ya Kita sebagai pelajaran. 

Mungkin perlu petuah untuk teman-teman dari direksi dan komisaris?

Dalam berbagai kesempatan saya sampaikan bahwa untuk melakukan suatu keputusan terutama untuk project lakukanlah FS sendiri. Kita bisa nunjuk konsultan tapi lakukanlah FS. Dengan FS itu membuktikan bahwa anda sudah hati-hati. Tanpa FS Jangan melakukan sesuatu. Secara sederhana kalau kita beli di marketplace kita juga akan milih kan mana barang yang paling bagus barang yang paling murah barang yang ongkosnya paling dekat ongkirnya paling kecil. Ini sebetulnya FS kecil-kecilan. Itu persis kita lakukan untuk proyek apalagi proyek gede. 

Kedua, jangan melawan hukum. Saya ingin mensimplifikasi tidak melawan hukum itu adalah ikuti aturan. Aturan itu ada yang menyuruh ada yang melarang. Yang dilarang jangan jangan dilanggar yang disuruh harus dilakukan. 

Selanjutnya jangan ada persekongkolan ya  Yang ketiga enggak ada Conflict of Interest lagi-lagi ga ada saudara. Perusahaan lihat saja POJK tentang transaksi pihak terafiliasi. Selanjutnya nggak ada kickback enggak ada gift enggak ada Luxury hospitality insyaallahlah mudah-mudahan aman. 

Kalau untuk yang untuk kita selaku apa aktivis atau punya konsen korupsi kita cobalah eh pertimbangkan untuk  merevisi pasal 2 ayat 1 dan ayat 3 ini penting nih. Gunakanlah norma yang ada di UNCAC. Jangan mengada-ada tentang pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 undang-undang korupsi.

Artinya kita harus revisi undang-undang tipikor ini?

Demi kemaslahatan semua. 

Reporter: Amelia Yesidora

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...