Zulkifli Hasan: Mekanisasi Bisa Menarik Anak Muda ke Sektor Pertanian
Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto sudah memasuki periode tahun pertama. Ada sejumlah program prioritas di bidang ketahanan pangan yang berada di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan, termasuk kemandirian pangan, Koperasi Desa Merah Putih, dan Makan Bergizi Gratis (MBG).
Katadata mewawancarai Zulkifli Hasan di kantornya, pada 30 September lalu. Zulkifli menyebut Indonesia harus berdaulat di bidang pangan untuk menjadi negara yang kuat.
Namun, ia juga menyadari bahwa ada sejumlah tantangan untuk mewujudkan hal tersebut. Misalnya, jumlah petani yang semakin menurun. Data Bank Dunia menunjukkan jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian pada 2023 mencapai 28,76%, menurun dibandingkan dengan 2013 sebesar 34,97%.
Sensus Penduduk dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023 juga menunjukkan distribusi umur di sektor pertanian yang menua. Sebanyak 60% petani berada di kelompok umur 45 tahun ke atas, petani muda dengan usia 15-24 tahun hanya 1,2% dari total petani. Ini menunjukkan adanya masalah pada regenerasi petani.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kinerja pemerintah di sektor pangan dan berbagai tantangannya, berikut cuplikan wawancara Katadata dengan Zulkifli Hasan.
Seperti diketahui, salah satu program prioritas dari Pak Prabowo adalah di bidang pangan. Dalam peta jalan untuk swasembada pangan, itu ada target produksi hingga 2,5 juta ton. Itu sampai saat ini seperti apa Pak?
Ya, jadi Pak Prabowo itu sebetulnya membuat sesuatu yang baru, ya. Kebijakan-kebijakan yang baru, yang besar, dan dampaknya luas. Filosofinya yang pertama negara ini harus kuat. Dengan negara kuat, maka bisa membantu banyak hal. Lahirlah Danantara, itu nanti akan menyelesaikan soal hilirisasi dan banyak hal, termasuk ke bidang energi.
Nah, berikutnya kita harus berdaulat di bidang pangan. Ketahanan nasional termasuk pangan itu akan membuat negara kita kuat atau tidak. Asta cita yang paling penting adalah kita berdaulat di bidang pangan agar kita bisa mandiri.
Nah, kalau sudah pangan apa lagi? Energi dan air. Pangan itu menyangkut masyarakat banyak. Petani itu puluhan juta. Itu baru petani yang karbohidrat: beras dan jagung. Belum yang protein, ada nelayan. Nelayan juga yang paling tertinggal selama ini. Ada juga peternak.
Kalau ini bisa kita selesaikan kita akan berdaulat di bidang pangan sekaligus kita mengangkat harkat martabat yang sebagian besar rakyat, petani, nelayan, dan peternak. Itu puluhan juta juga.
Rakyat dari petani-petani juga harus kuat. Harus berdaya, harus bermartabat, harus berdaulat. Maka selanjutnya adalah kekuatan ekonomi tidak boleh terpusat.
Tidak bisa sumber-sumber kekayaan, termasuk perbankan, yang dikuasai hanya oleh 20-30 orang. Sumber daya lahan, sumber daya alam dikuasai oleh beberapa kelompok saja. Berputar-putar kepada kelompok tertentu. Ini tentu tidak akan memberikan dampak yang baik.
Buktinya apa kalau ada sumber-sumber ekonomi yang hanya dikuasai beberapa kelompok saja?
Buktinya apa? Selama 28 tahun kita pasar bebas. Modalnya menentukan. Dulu kita dikenal dengan julukan Macan Asia. Sekarang kita sudah ketinggalan jauh dari Tiongkok, dari Korea Selatan. Thailand sudah US$12.000 pendapatan per kapita. Kita masih US$4.000 sekian.
Malaysia sudah US$8.000. Bahkan, kita sebentar lagi akan disalip oleh Vietnam. Karena itu, ekonomi kita harus ekonomi Pancasila.
Maka, lahirlah apa yang disebut Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih yang ingin ekonomi tumbuh. Ada pusat kegiatan ekonomi dimulai dari desa. Desa makmur, kabupaten makmur, provinsi makmur, maka Indonesia Maju.
Untuk menjalankan itu semua, tentu kuncinya manusianya. Kalau manusianya kurang gizi, IQ-nya 70, dia tidak bisa ngitung keperluan setahunnya berapa, dia tidak bisa kreatif, karena tadi itu kurang gizi.
Lahirlah apa yang disebut program Makan Bergizi Gratis (MBG). Untuk meningkatkan kemampuan gizi kita, sehingga anak-anak kita punya fisik yang kuat, punya gizi yang bagus, dan tentu punya juga otak yang cerdas. Jadi, itu satu kesatuan program yang saling terkait antara satu program yang lain.
Apa yang dilakukan Kemenko Pangan di sektor pangan untuk mendukung MBG?
Nah, soal pangan itu ada dua hal yang kita lakukan. Pertama, tentu yang cepat dulu agar tahun ini kelihatan hasilnya.
Maka kita sebut dengan optimalisasi yang ada. Misalnya pupuk, itu dulu kadang-kadang kalau petani mau panen, baru pupuk sampai. Karena aturannya banyak, ada 140 aturan. Ini dipangkas, tinggal tiga aturan. Nah, itu pupuk sekarang sebelum menanam sudah ada.
Kedua, diperbaiki harga belinya. Dulu harganya Rp4.000, Rp5.000 per kilogram (kg). Harga gabah sekarang Rp6.500 per kg karena Inpres dari Bapak Presiden. Jadi orang semangat itu menanam, pupuknya ada, kemudian memperbaiki irigasi.
Alhamdulillah, satu tahun ini, kata Badan Pusat Statistik (BPS), sampai Desember nanti, kemungkinan kita akan surplus, 4 juta ton. Nah, itu namanya optimalisasi.
Yang kedua, kita harus membangun lahan-lahan yang baru. Nah, itulah namanya food estate yang di Wanam, Kabupaten Merauke, Papua Selatan.
Sekarang sudah mulai berjalan, ada di Sumatera Selatan, di Kalimantan Selatan, di Kalimantan Tengah. Total kira-kira dalam tempo dua tahun mungkin akan dibangun 1 juta hektare. Kalau dikali tiga, itu sudah bisa menghasilkan 6 juta ton. Artinya, dengan program MBG yang perlu nasi banyak, itu kita akan cukup, tidak perlu impor lagi.
Kalau dua-duanya berjalan baik, kita tidak perlu impor beras lagi, cukup dari dalam negeri. Bahkan, sebagian (beras) bisa kita ekspor ke luar negeri.
Jadi, kalau optimalisasi dan yang baru ini berjalan baik, untuk jangka panjang lebih kuat lagi, tentu perlu varietas baru, makanya perlu penelitian. Varietas kita kan sudah 20 tahun, kelapa saja itu dari Tuhan. Kopi juga sudah 20 tahun, dari zaman Belanda.
Maka perlu kita lakukan penelitian-penelitian, agar kita tidak ketinggalan dari negara-negara lain. Varietas yang baru untuk jagung, padi, atau perkebunan rakyat lainnya.
Berarti (produksi pangan) bisa lebih dari dua kali lipat dengan adanya optimalisasi dan intensifikasi lahan?
Kalau sekarang optimalisasi kira-kira 4 juta ton. Jadi, nanti kalau berjalan semua dengan baik, maka tahun ketiga, tahun keempat, mungkin kita akan nambah sampai 2 juta atau 3 juta ternak. Karena kita akan membutuhkan (banyak daging) untuk 82 juta penerima MBG.
Kebutuhan akan telur banyak, daging ayam banyak, beras banyak. Jadi, kalau kondisi (produksi pangan) kita tidak naik, bagaimana (bisa mencukupi)?
Di beberapa daerah untuk lahan pertanian itu juga banyak yang mengalami alih fungsi. Dari sisi petani juga, petaninya sendiri untuk generasi muda ini sekarang semakin berkurang yang tertarik untuk menjadi petani. Itu bagaimana?
Memang mau-tidak mau, memang kalau kita petani sekarang, kalau kita ketemu saya umurnya 60-70 tahun, jadi sudah sepuh. Oleh karena itu, petani yang modern, kita memang harus bergeser. Tidak bisa lagi dengan cara-cara tradisional. Itu makanya dilahirkan food estate. Dia harus mekanisasi. Nanti nyemprotnya pakai drone.
Untuk menanam padi misalnya, satu orang menanam padi itu satu hektare bisa berapa? Bisa 24 hari. Tapi kalau dengan mesin, 24 hektare bisa diselesaikan satu hari, kira-kira perbandingannya begitu.
Perbandingannya, jadi lamanya itu dengan mekanisasi, produktivitasnya jauh sekali. Begitu juga anak-anak muda, yang tidak mau lagi kalau pakai kerbau itu, pakai bajak, menanam pakai tangannya.
Memang jalan keluarnya adalah mekanisasi, maka anak-anak muda bisa ikut. Perlu juga teknologi yang lebih tinggi, kerjanya lebih ringan. Sekarang pakai alat, dulu kita pakai tangan. Dulu manual, sekarang sudah pakai drone.
Menanam padi dulu satu-satu, panen juga begitu. Jadi, mekanisasi ini memang bidangnya anak muda, dan yang tua-tua enggak bisa. Bahkan sekarang sudah bisa dihitung produktivitas jauh dengan pakai AI (artificial intelligence atau kecerdasan buatan). Itu memang akan banyak melibatkan anak-anak muda.
Jadi, dengan mekanisasi dan teknologi canggih, generasi milenial maupun Gen Z ini bisa terlibat lagi?
Saya selalu meyakinkan generasi milenial ini, di bidang pertanian sangat menguntungkan. Coba lihat, mana ada yang kaya raya itu kalau bukan dari pertanian. Yang pertanian kebun coklat kaya, yang kebun kopi kaya. Yang kebun tebu kaya raya, yang kebun sawit juga kaya raya.
Jadi, sangat menarik di bidang pertanian, Berebut. Tidak ada yang besar-besar tidak ikut di bidang pertanian. Nah, ini kita yakinkan anak muda kita. Ayo, sekarang kan ada mekanisasi dan ini lebih mudah.
Bagaimana dampak beberapa negara yang telah memiliki kerja sama perdagangan dengan Indonesia, seperti yang terakhir kesepakatan tarif dengan Amerika Serikat (AS). Apakah ini juga akan ada efeknya nanti di sektor pertanian dengan produk-produk dari Amerika yang nanti akan masuk ke pasar Indonesia?
Nah, kebetulan yang kita beli dari Amerika, (komoditas) yang kita tidak punya. Yang Amerika beli dari kita yang mereka tidak punya. Misalnya apa? Terigu. Kita kan tidak punya terigu. Jadi tidak ada pengaruh sebetulnya.
Dan tarif kita kok tinggi? Memang 19% tinggi, tapi kita lebih rendah dari (beberapa) negara Asia. Kalau kompetitor kita 21%, kita dapat 19%, ya murah. Karena pesaing kita ini ASEAN kan, Vietnam, Thailand, gitu.
Untuk mencegah supaya impor pangan tidak semakin masif, apa strateginya?
Makanya, kita harus produktif. Kita ingin agar konsepnya Pak Presiden itu adalah pemberdayaan. Jadi, petani harus berdaya. Dengan berdaya dia untung, dia makmur maka dia akan kreatif. Dengan kreatif, dia bisa melahirkan hal-hal yang baru sehingga produktifnya bisa naik.
Begitu juga Koperasi Desa (Kopdes), di desa itu orang dikasih usaha. Dia akan berubah mindset-nya. Yang tadinya minta, itu berubah. Bagi masyarakat yang sudah berdaya, bisa menjadi pengusaha. Dia akan punya kreativitas baru, dia akan jadi warga yang lebih produktif. Jadi, intinya sebenarnya pemberdayaan.
Bagaimana dengan perkembangan Kopdes Merah Putih sejauh ini, berapa banyak yang terbentuk?
Yang sudah terbentuk secara hukum sah itu 80 ribu lebih. Cuma, kemarin mereka mengurus pinjamannya itu terlambat.
Kita ingin membangun koperasi dengan cara yang benar. Bukan cara yang cepat.. Ini pemberdayaan intinya. Bukan bantuan uang kan. Ini bisnis.
Jadi, setelah koperasi dibentuk, dia pinjam uang untuk modal, keluarkan barang. (Besarnya pinjaman) sesuai jaminannya, itu adalah barang yang diambil. Nah, mereka harus mengubah mindset-nya, harus berani. Mana ada orang mau maju tapi santai, kan enggak ada. Harus bekerja keras. Ini cara yang benar, cara yang memberdayakan.
Tapi, karena keterlambatan tadi, koperasi baru berjalan seadanya. Setelah dibentuk, ada yang kantornya di desa, ada yang kantornya sewa, ada juga yang kantornya di balai desa. Ada yang kantornya di kelurahan. Ada yang gerainya cuma satu, ada yang gerainya baru dua, karena modalnya kurang.
Kami mengurus ini dengan Menteri Keuangan kemarin lama sekali. Tapi, dengan Pak Purbaya (Menkeu) yang baru ini, Alhamdulillah Rp2 triliun itu sebagian bisa dipakai untuk Kopdes, syaratnya dimudahkan. Dengan itu, sekiranya bisa bangun gudang, bangun gerai.
Ini mudah-mudahan sampai akhir Maret 2026 bisa 20 ribu (Kopdes Merah Putih). Sampai Juni 2026, mungkin sudah bisa 40 ribu.
Koperasi desa ini dibentuk untuk nanti jadi pendukung dari program ketahanan pangan, seperti apa strateginya?
Jelas, salah satu gerainya nanti akan kerja sama dengan Bulog. Jadi nanti gabah-gabah petani itu Kopdes beli, mereka setor ke Bulog. Jagung juga nanti koperasi beli, setor ke Bulog.
Makanya, perlu ada gudang. Jadi, sebetulnya koperasi itu nanti menjadi offtaker petani.
Petani jagung, petani gabah, offtaker-nya nanti Bulog. Koperasi bisa jadi offtaker-nya nelayan. Ikan bisa ditaruh di cold storage agar tahan lama.
Koperasi Desa itu nanti jadi mitranya Makan Bergizi Gratis (MBG). Jadi beli telur, beli minyak, di situ saja. Kan ada 80 ribu desa. Bayangkan, untuk ini saja bisa Rp300 triliun.
Maka kita harapkan, koperasi itu juga akan berfungsi memotong rantai pasok yang panjang. Kedua, koperasi di desa itu menghilangkan tengkulak-tengkulak. Koperasi Desa juga nanti ada pupuk, petani tinggal ambil. Tidak perlu hasil panen petani dibagi dua (dengan tengkulak).
Jadi, Kopdes ini juga membantu petani dapat pupuk yang harganya murah. Di situ juga nanti ada perbankan. Apakah BRILink, Mandiri Link, apa saja ada di situ. Nanti keluar masuk dana dari desa melalui perbankan. Terima uang, bayar listrik, terima uang dari saudara yang di luar negeri, mengirim uang untuk anaknya yang sekolah. Artinya, perbankan mendekat kepada pengguna langsung yang ada di desa itu. Itu untuk memotong rentenir.
Dengan demikian, peran dari Koperasi Desa Merah Putih akan semakin signifikan?
Ya, Kopdes memang dirancang untuk menangani berbagai masalah yang diperlukan oleh desa ini. Termasuk nanti klinik. Karena sekarang sudah ada klinik Puskesmas, ada Puskesmas Pembantu, ya. Nanti bersama lembaga Kopdes.
Untuk pendamping Kopdes bagaimana kesiapannya?
Nah, tenaga kerja di Kopdes namanya PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Akan ditempatkan di Kopdes tiga orang yang sudah digaji oleh pemerintah. Jadi Kopdes tidak mengeluarkan gaji karena gajinya digaji oleh pemerintah yang sudah ada dari PPPK itu.
Untuk koordinasi ketahanan pangan maupun Kopdes ini kan lintas kementerian, sejauh mana kerja sama dengan kementerian yang lain?
Alhamdulillah, semua (anggota) kabinetnya Pak Prabowo ini kompak, solid. Tidak ada hambatan, tidak ada halangan. Semua kerja keras. Kementerian Koperasi, Kementerian Desa, Kementerian BUMN, Danantara, Kementerian Keuangan. Semua pihak kerja keras.
Kami adalah satu tim. Walaupun dari latar belakang berbeda, itu tidak ada halangan di tim ini. Tim ini adalah Tim Merah Putih untuk kemajuan Indonesia. Kalau tidak ada mereka, tidak mungkin kita bisa berhasil. Jadi ini satu semangat yang bagus sekali soliditas dan kekompakan.
Mengenai peran Koperasi Desa tadi, akan dilibatkan dalam sebagai off taker-nya, produk pertanian maupun produk perikanan. Kemudian, dia juga simpul distribusinya. Ukuran keberhasilan dari Koperasi Desa itu seperti apa?
Ya jelas dong. Kooperasi ini kan bisnis, usaha. Jadi dia harus menghasilkan sesuatu.
Nanti kalau sudah ada untung, nanti akan diatur. Ada untuk pengurusannya, ada untuk pengurus, ada untuk pembangun usaha lagi.
Jadi kooperasi ini berhasil kalau dia bisa langgeng, berkembang dan menghasilkan profit.
Jadi mungkin nanti bisnisnya bukan cuma di satu desa tapi bisa berkembang semakin besar?
Sesuai dengan potensi desanya. Sekarang baru sembako, pupuk, gas, dengan BRI, dengan pos. Itu nanti akan berkembang sesuai potensi daerah. Bisa perkebunan rakyat, bisa tambak, bisa peternakan. Ini ada rancangan lagi nanti kan kita perlu susu ya, untuk mengembangkan susu sapi di situ. Tapi yang sementara gerai yang ada dulu aja.
Koperasi Desa Merah Putih ini juga keberadaannya ini beriringan dengan BUMDes, bagaimana supaya tidak saling mematikan?
Enggak apa-apa, itu saling melengkapi. Bisa nanti kalau kooperasinya besar ini sebagai bagian kan. Misalnya ada BUMDES yang mengandalkan pariwisata. Nggak apa-apa, itu keunggulan desa itu pariwisata. Ada juga desa ekspor. Macam-macam. Malah semakin bagus.
Bukan mematikan ya. Bahkan nanti Kopdes akan men-support kalau ada lagi. Karena desa itu beragam kan. Ada yang penduduknya 100, ada yang 500, ada yang 1000, ada yang 10.000. Itu beda-beda.
Satu lagi yang dikoordinasikan di bawah Kementerian Bapak itu adalah soal MBG, Pak. Untuk pemerintah sendiri sampai sekarang sudah berhasil penerimanya ini sekitar 30 juta. Dan penyerapan anggarannya sampai Agustus sudah Rp13 triliun. Kalau Bapak sendiri menilai apakah penyerapannya memang ini agak sedikit lambat?
Ini kan penerimaan besar perlu apa namanya, perlu waktu. Tapi paling penting memang kita evaluasi terus. Tapi yang paling penting keselamatan anak-anak kita nomor satu. Langsung kita setop. Dapurnya kita setop operasi, suruh evaluasi dan investigasi.
Keselamatan anak-anak kita untuk masa depan Indonesia itu yang nomor satu. Bukan soal angka, bukan soal jumlah, tapi keselamatan anak kita itu paling penting. Makanya dapurnya kita tutup dulu untuk evaluasi dan investigasi.
Salah satu kritik terhadap program MBG itu juga karena program masih terpusat di kota-kota, kemudian di daerah-daerah untuk yang terpencil itu masih kurang
Sekarang sudah mulai masuk programnya di 3T: tertinggal, termiskin, terkeluar. Saya kira cukup, ya.
