ITSEC Asia Bagikan Cara Perkuat Keamanan Siber di Era “Hybrid Working”

Kultur kerja hibrida memunculkan sejumlah tantangan bagi perusahaan, salah satunya mengenai keamanan siber
Image title
Oleh Riri
29 Desember 2022, 17:39
Sejumlah pekerja beraktivitas di ruang kerja di masa Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di kantor perbankan wilayah Sudirman Central Business District (SCBD), Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin, (5/7/2021). Selama penerap
Muhammad Zaenuddin|Katadata
Sejumlah pekerja beraktivitas di ruang kerja di masa Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di kantor perbankan wilayah Sudirman Central Business District (SCBD), Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin, (5/7/2021). Selama penerapan PPKM Darurat sektor esensial diberlakukan 50 persen maksimum karyawan Work From Office (WFO) atau bekerja dari kantor dengan menerapkan protokol kesehatan. Sementara sektor non-esensial menerapkan 100 persen Work From Home (WFH) atau bekerja dari rumah.

Pasca-pandemi memunculkan berbagai kultur baru dalam perusahaan, salah satunya adalah hybrid working. Kultur ini menggabungkan aktivitas kerja di dalam dan luar kantor secara bergantian.  

Riset Microsoft bertajuk “World Trend Index 2022” menunjukan 54% pemimpin perusahaan besar mulai mempertimbangkan untuk mengembangkan kultur kerja hibrida di lingkungan mereka pada 2023. Namun, ada tantangan tersirat yang perlu dihadapi perusahaan di balik maraknya sistem kerja hibrida ini, salah satunya sistem keamanan siber perusahaan tersebut.

Bagi perusahaan, sistem hibrida memiliki beberapa keunggulan. Misalnya, efisiensi pada agenda meeting kantor karena mereka bisa berpartisipasi secara daring. Biaya operasional dapat berkurang dengan sistem pengaturan waktu hadir di kantor. Perusahaan juga dapat merekrut karyawan di berbagai domisili tanpa ada kewajiban untuk bertemu secara fisik.

Namun, hal ini membuat para karyawan semakin bergantung pada teknologi digital, seperti koneksi internet, penggunaan gawai, dan perangkat lunak yang belum tentu memiliki sistem keamanan yang jelas dan terpantau keamanannya oleh perusahaan. Hybrid working dapat memunculkan banyak ancaman siber yang menempatkan karyawan dan perusahaan dalam posisi rentan akan serangan.

Pakar keamanan siber dan Presiden Direktur ITSEC Asia Andri Hutama Putra mengatakan, “tantangan utama dalam remote working adalah pemahaman karyawan mengenai risiko siber dan bagaimana meminimalkan risiko tersebut. Contohnya, seorang karyawan mengakses web illegal memakai akun yang terintegrasi dengan data-data perusahaan. Bisa saja karyawan tersebut terkena perangkap phishing, spoofing, dan serangan ransomware.”

ITSEC Asia memaparkan beberapa cara yang bisa dilakukan oleh perusahaan dalam menghadapi tantangan yang timbul ketika mengimplementasikan kultur hybrid working.

Kesadaran terhadap keamanan siber

Dalam sistem kerja hibrid, karyawan bisa dikatakan sebagai garis pertahanan pertama sebuah perusahaan dalam menghadapi ancaman siber. Penting bagi perusahaan untuk mengedukasi, melatih, serta mendukung karyawan dalam meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam menjaga keamanan siber mereka. 

Hal ini dapat dilakukan perusahaan dengan memberikan Cyber Security Training kepada seluruh karyawan, tidak hanya pada tim IT. Dengan demikian, perusahaan dapat meminimalisasi kemungkinan terjadinya kebocoran data dari serangan kepada karyawan, seperti phishing, spoofing, atau penipuan berkedok pihak resmi.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...