E-commerce Bisa Jadi Pilihan UMKM Buat Perluas Akses Pasar
Dalam rangka meningkatkan kapasitas usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), pemerintah melakukan program onboarding. Setidaknya, hingga Maret 2023, sebanyak 22 juta UMKM telah onboarding masuk ke ekosistem digital, mendekati target pemerintah 30 juta UMKM yang akan onboarding pada 2024.
Hal ini disampaikan oleh Plt. Asisten Deputi Pengembangan Ekonomi Kreatif Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Liz Zeny Merry.
"Per Maret 2023, ada peningkatan sekitar 14,07 juta UMKM onboarding dari sekitar 8 juta UMKM pada 2020," kata Liz Zeny Merry dalam konferensi pers Festival Indonesia Pesta Anak Bangsa di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Lewat program onboarding, para pelaku usaha mikro didorong untuk masuk ke dalam ekosistem digital melalui e-commerce, baik yang dikelola pemerintah, BUMN, maupun swasta.
“Dengan onboarding lewat e-commerce, salah satunya melalui marketplace, pelaku UMKM mendapatkan akses pasar yang lebih luas dan berpeluang menggaet pelanggan baru," kata Wakil Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (Indonesia E-Commerce Association/idEA) Budi Primawan, dalam keterangan tertulis, Senin (24/7).
Dikatakan Budi, langkah onboarding UMKM adalah salah satu bentuk digitalisasi yang memungkinkan terhubungnya para pelaku UMKM dengan ekosistem digital seperti platform e-commerce.
Digitalisasi dan onboarding juga terbukti telah membantu para UMKM melewati masa pandemi. Saat itu, sejumlah bisnis UMKM yang menopang sektor konsumer seperti Hotel, Restoran dan Kafe (Horeka) harus gigit jari karena pariwisata lumpuh, dan hotel serta restoran membatasi kegiatan mereka.
Saat pra pandemi, para pelaku UMKM merasa belum perlu membuka toko online di e-commerce. Tapi ketika pandemi merebak dan pasar mereka berkurang, salah satu opsi yang mereka miliki adalah membuka toko di marketplace.
Dengan toko di marketplace, pangsa pasar mereka yang baru bisa tercipta, bahkan bisa diperluas.
Asosiasi singgung soal Project S TikTok
Di tengah geliat UMKM yang tumbuh lewat e-commerce, dan salah satunya lewat marketplace, baru-baru ini muncul kekhawatiran akan masuknya program TikTok Shop yang disebut-sebut Project S.
Skema bisnis Project S yang mengemuka pertama kali lewat pemberitaan Financial Times di Inggris menyebut, alih-alih meningkatkan pertumbuhan penjualan UMKM domestik, TikTok disebut akan mendahulukan produk yang dijual dari Tiongkok lewat sistem algoritma yang diterapkan Tiktok Shop.
Budi juga mengatakan, setelah mendengarkan penjelasan dari TikTok Indonesia, tidak ada Project S di Indonesia seperti yang diberitakan.
“TikTok kan juga anggota IdEA. Kami mendengarkan penjelasan mereka bahwa tidak ada Project S di Indonesia,” ujar Budi.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Startup Teknologi Indonesia (ATSINDO) Handito Joewono menyampaikan proses digitalisasi yang terjadi saat ini, termasuk sejumlah skema perdagangan cross border di marketplace tidak akan bisa dihindari.
“Kita tidak bisa menafikan laju teknologi yang terus berkembang. Saya berpendapat sebaiknya pemerintah memperkuat tata kelola di dalam negeri dan menciptakan skema perdagangan yang fair, seperti halnya penerapan pajak ekspor dan impor yang berlaku secara fair untuk semua kalangan,” kata Handito.
Ia juga menyarankan pemerintah membentuk sebuah kompartemen spesifik di bawah Kementerian Perdagangan setingkat direktorat jenderal yang menata dan mengelola secara khusus perdagangan digital.
“Menurut saya sudah saatnya Kementerian Perdagangan memiliki direktorat jenderal yang khusus menangani perdagangan digital, seperti halnya ada direktorat khusus yang menangani perdagangan luar negeri dan sebagainya,” tutur dia.
Tujuannya, lanjut dia, agar semua perkembangan skema perdagangan secara digital bisa ditangani dan diawasi dengan baik.
Adapun, dalam klarifikasinya, TikTok Indonesia menyatakan bahwa praktik bisnis lintas batas (cross-border) seperti yang selama ini disebutkan dalam pemberitaan media tidak ada di Indonesia.
Hingga saat ini, tidak ada informasi bahwa inisiatif tersebut akan ada di Indonesia.
"TikTok Indonesia berkomitmen untuk memberdayakan penjual lokal dan UMKM di Indonesia, dan akan terus berinvestasi di Indonesia," demikian menurut TikTok Indonesia dalam pernyataannya.
Pada Juni lalu, dalam acara TikTok Southeast Asia Forum 2023, TikTok telah berkomitmen untuk mengucurkan dana miliaran dolar ke Asia Tenggara, termasuk sebesar US$ 12,2 juta untuk membantu lebih dari 120 ribu usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Investasi tersebut termasuk pemberdayaan bagi bisnis lokal di berbagai skala, seperti konektivitas internet dan pelatihan keterampilan digital di Indonesia.
Selain itu juga akan memperluas akses pendidikan dan inisiatif pengembangan diri yang bertujuan untuk memperkuat daya saing bisnis lokal.
Sejauh ini, sebanyak 2 juta penjual lokal telah bergabung di TikTok Shop hingga akhir 2022, yang sebagian besar adalah UMKM.
TikTok juga menyebutkan secara aktif menjalankan berbagai program pelatihan bagi UMKM yang secara kumulatif telah menjangkau puluhan ribu UMKM di seluruh Indonesia
Hal ini dilakukan sebagai bentuk dukungan terhadap misi pemerintah Indonesia untuk mendigitalisasi 30 juta UMKM hingga 2024.