Kementerian ESDM Ungkap PLTN Jadi Opsi Strategis NZE 2060

Kementerian ESDM mengungkap adanya pertimbangan untuk menjadikan energi nuklir sebagai salah satu pilar dalam transisi menuju NZE 2060.
Image title
28 Oktober 2025, 14:47
Wakil Menteri ESDM Yuliot mengungkap Pemerintah mempertimbangan energi nuklir sebagai salah satu pilar dalam transisi menuju NZE 2060.
Kementerian ESDM
Wakil Menteri ESDM Yuliot mengungkap Pemerintah mempertimbangan energi nuklir sebagai salah satu pilar dalam transisi menuju NZE 2060.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Jakarta — Kementerian ESDM mulai mempertimbangkan energi nuklir sebagai salah satu pilar dalam transisi menuju Net Zero Emission (NZE) 2060. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dinilai dapat berperan penting dalam menjaga keandalan pasokan energi nasional serta mendukung dekarbonisasi sektor ketenagalistrikan.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot menyampaikan kebijakan ini sejalan dengan Asta Cita butir kedua yang menekankan penguatan pertahanan dan keamanan, serta peningkatan kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, dan air, termasuk pengembangan ekonomi hijau dan biru.

"PLTN sebagai salah satu opsi strategis dalam peta transisi energi nasional dalam mencapai Net Zero Emission 2060. PLTN tidak lagi dianggap sebagai opsi terakhir, melainkan sebagai bagian penting dari perencanaan energi nasional," ujar Yuliot, saat menjadi pembicara kunci pada acara Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) Executive Meeting dan Penganugerahan BAPETEN Award 2025 yang digelar di Jakarta, Senin (27/10).

Yuliot menjelaskan Indonesia telah memiliki arah pengembangan energi nuklir sejak 1960-an. Hal ini ditandai dengan pembangunan tiga reaktor riset, yaitu Reaktor Triga di Bandung (2 MW), Reaktor Kartini di Yogyakarta (100 kW), dan Reaktor Serpong di Tangerang Selatan (30 MW).

Ia menambahkan, landasan hukum pengembangan tenaga nuklir di Indonesia sudah kuat. Payung hukum tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1967 tentang Ketenaganukliran, RPJPN 2025–2045, serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 2025 tentang Kebijakan Energi Nasional.

Dalam PP Nomor 45 Tahun 2025, menurut Yuliot, PLTN tidak lagi dianggap sebagai opsi terakhir, melainkan sebagai bagian penting dari perencanaan energi nasional.

"Seluruh dokumen tersebut menegaskan komitmen Indonesia untuk mengoperasikan PLTN pertama pada tahun 2032 dan mencapai kapasitas 44 GW pada tahun 2060," ujarnya.

"Dari total rencana 44 GW, sekitar 35 MW akan dialokasikan untuk kebutuhan listrik umum, sementara 9 GW ditujukan bagi produksi hidrogen nasional," lanjut dia.

Sesuai dengan kebijakan energi nasional, kontribusi energi nuklir dalam bauran energi diproyeksikan mencapai 5% pada 2030 dan meningkat menjadi 11% pada 2060.

Namun, pengembangan PLTN menghadapi sejumlah tantangan, terutama pada aspek pendanaan dan waktu konstruksi. Biaya pembangunan satu unit PLTN diperkirakan mencapai USD 3,8 miliar, dengan masa pembangunan sekitar 4–5 tahun.

Selain itu, isu keselamatan juga menjadi perhatian pemerintah. Yuliot menegaskan, pemerintah akan menerapkan pengawasan ketat dan standar mitigasi risiko tinggi untuk menjamin keamanan operasional PLTN, terutama mengingat kondisi geografis Indonesia yang rawan bencana.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Editor: Arif Hulwan

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...