Beda Sistem Pengupahan dalam Omnibus Law
Dalam “Global Competitiveness Index 2019” yang dirilis World Economic Forum (WEF), salah satu persoalan dalam pasar tenaga kerja Indonesia adalah sistem pengupahannya yang dinilai terdapat banyak pengulangan. Hal ini yang ingin diperbaikin pemerintah melalui UU Cipta Kerja (Omnibus Law) yang disahkan DPR pada 5 Oktober lalu.
Salah satu pokok perubahan dalam sistem pengupahan tenaga kerja dalam omnibus law tersebut adalah penghitungannya kini mengacu satuan waktu dan hasil. Dalam UU Ketenagakerjaan, dihitung berdasarkan sektor dan wilayah serta sesuai komponen kebutuhan hidup layak.
Ekonom dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi menilai omnibus law diperlukan untuk mencegah terjadinya deindustrialisasi. Menurutnya, UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memang sudah perlu diperbaiki.
Dia mencontohkan, saat ini bermunculan bidang pekerjaan baru yang memerlukan penyesuaian regulasi. “Karena banyak startup atau fintech itu bekerja dengan hitungan jam,” kata dia.
Presiden Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM) Husni Mubarok mengatakan bahwa UU Cipta Kerja memberikan janji semu terhadap pekerjaan di maasa depan. Sebab, aturan tersebut dinilai mengurangi jaminan pekerjaan dan memungkinkan pengusaha untuk mengeksploitasi banyak pekerja kontrak.