INFOGRAFIK: Risiko di Balik Rencana Pemutihan Utang Petani
Pemerintah bakal menghapus kredit macet pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), petani, dan nelayan. Penghapusan agar pelaku usaha tersebut dapat lebih leluasa mengakses kredit perbankan.
Kebijakan tersebut ditandai dengan keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) nomor 47 tahun 2024 tentang Penghapusan Piutang Macet pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
“Pemerintah berharap dapat membantu saudara-saudara kita para produsen yang bekerja di bidang pertanian, UMKM, dan sebagai nelayan yang merupakan produsen pangan yang sangat penting,” kata Presiden Prabowo Subianto pada Selasa, 5 November.
Menteri UMKM Maman Abdurahman mengatakan, kebijakan penghapusan utang ini direalisasikan dengan metode hapus buku di bank milik negara. Artinya, meski nominal kredit macet di bank milik negara dihapuskan, debitur masih memiliki kewajiban membayar.
Meski begitu, tak semua petani, nelayan, dan UMKM dapat menikmati fasilitas ini. Kebijakan ini hanya menyasar petani, nelayan, dan pelaku UMKM yang terkena bencana alam, pandemi, dan memiliki rentang waktu 10 tahun.
“Pelaku UMKM yang bergerak di sektor perikanan dan pertanian, yang sudah tidak memiliki kemampuan bayar dan sudah jatuh tempo dan sudah diproses penghapusan bukunya di Bank Himbara. Jadi ini betul-betul tidak memiliki kemampuan lagi dan itu rentangnya kurang lebih 10 tahunan,” ujar Maman
Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia, penyaluran kredit ke UMKM sebesar Rp1.474 triliun per Agustus 2024. Sementara penyaluran kredit ke sektor pertanian dan perikanan jauh lebih kecil, dengan nominal masing-masing Rp517,3 dan 20,5 triliun.
Dari jumlah tersebut, kredit macet dari sektor UMKM berada di nominal Rp59,8 triliun. Sementara itu kredit macet di sektor pertanian dan perikanan masing-masing memiliki nominal Rp10,8 dan 1,1 triliun per Agustus 2024.