Mengenal Alat Musik Tifa dari Papua yang Sakral dan Erat dengan Ritual
Tifa adalah instrumen musik tradisi di tanah Papua yang terbuat dari kayu dengan membrane dari kulit binatang dan tergolong single-headed frame drum.
Asal usul Tifa terkait erat dengan folklor. Badan tifa dihiasi dengan motif-motif tertentu sesuai kepercayaan masyarakat pendukungnya. Alat musik ini dimainkan oleh seorang pemain dengan jalan memukul bagian membrane nya dengan basis empat pola ritme.
Dalam konteks sosial budaya, tifa memiliki fungsi sebagai atribut kebesaran Ondoafi (kepala suku), sebagai sarana komunikasi, sarana penghubung kepada Tuhan, leluhur, serta kekuatan alam lainnya.
Sebagai hasil kebudayaan ekspresif, alat musik ini dipergunakan sebagai pengiring nyanyian wor dan pengiring tari. Masyarakat Papua memaknai tifa sebagai karya budaya yang dijadikan simbol jati diri, pemberi identitas, dan sarana penguat ikatan relasi sosial.
Sejarah alat musik tifa
Sejarah tifa ini pun beragam tergantung persepsi tiap daerah masing-masing. Tetapi yang terkenal bagi masyarakat Papua adalah tifa dari daerah Biak. Masyarakat pedalaman mayoritas tentunya masih erat dengan cerita-cerita mitos yang ada.
Konon di suatu daerah di Biak hidup dua bersaudara laki-laki yang bernama Fraimun dan Sarenbeyar. Nama mereka pun memiliki arti yang membuat mereka sangat dekat, Fraimun yang artinya perangkat perang yang gagangnya dapat membunuh.
Sementara Saren artinya busur sedangkan Beyar adalah tari busur yang bermakna anak panah yang terpasang pada busur. Kedua Kakak Adik ini pergi dari desanya Maryendi karena desanya sudah tenggelam. Mereka berpetualang dan menemukan daerah Wampember yang berada di Biak Utara serta menetap di sana.
Ketika mereka sedang berburu di malam hari, mereka menemukan pohon opsur. Opsur sendiri artinya adalah pohon atau kayu yang mengeluarkan suara di tengah hutan. Karena sudah malam, mereka memutuskan untuk pulang ke rumah dan kembali esok hari.
Keesokan harinya mereka kembali mendatangi pohon tersebut. Pohon itu ditinggali oleh lebah madu, soa-soa serta biawak dan binatang-binatang kecil lainnya. Mereka penasaran dengan pohon tersebut dan akhirnya memutuskan untuk menebangnya.
Setelah itu mereka mengeruk dan mengosongkan bagian tengah kayu sehingga menyerupai pipa dengan peralatan seadanya yaitu memakai nibong.
Nibong adalah sebuah besi panjang yang ujungnya sangat tajam. Tidak lupa mereka membakar bagian tengah kayu tersebut agar lebih apik. Saat ingin menutupi salah satu isinya mereka berniat untuk memakai kulit paha sang Kakak.
Setelah dipertimbangkan, rasanya akan sangat menyakitkan bagi sang Kakak. Akhirnya setelah berunding, mereka memutuskan untuk memakai kulit soa-soa.
Penangkapan soa-soa ini pun tidak sembarangan. Mereka memanggil hewan tersebut “Hei, napiri Bo..” secara terus menerus menggunakan bahasa Biak ini. Akhirnya soa-soa ini pun mengerti dan seolah-olah mau menyerahkan dirinya.
Akhirnya mereka menguliti soa-soa ini dan dipakai untuk menutupi salah satu sisi kayu yang berbentuk pipa itu. Hasil yang mereka kerjakan tersebut adalah alat musik seperti yang kita kenal sekarang sebagai alat musik tifa.
Fungsi Alat Musik Tifa
Alat musik Tifa banyak digunakan dan dipakai di daerah Indonesia bagian timur, baik di Maluku maupun Papua. Di beberapa daerah ini, alat musik tifa juga memiliki fungsi yang berbeda-beda.
1. Tifa di Papua
Di Papua, tifa juga menjadi alat musik yang wajib ada ketika ada acara-aca ritual adat. Acara-acara adat ini kerap disandingkan dengan musik ritual, dengan tifa sebagai alat musik utamanya.
Musik-musik ritual tersebut memiliki irama yang sangat sakral, dan tifa memiliki peran penting untuk menentukan ritme dan menghasilkan tabuhan-tabuhan yang membuat ritual tersebut semakin hikmat dan khusyuk.
2. Tifa di Maluku
Tifa merupakan alat musik pukul yang punya sebutan sama, baik di daerah Papua maupun Maluku. Namun keduanya memiliki bentuk yang cukup berbeda. Tifa dari Papua memiliki pegangan di sampingnya dan berbentuk lebih ramping.
Tifa asli Maluku hanya berbentuk tabung biasa dan tidak memiliki pegangan. Alat musik yang khas ini memiliki ukiran-ukiran cantik sebagai penghiasnya dan menjadi khas daerah masing-masing. Namun bukan hanya sekedar hiasan, ukiran ini juga mengandung cerita kehidupan dan ungkapan syukur dari si pembuat tifa.
Alat musik tifa ini menjadi salah satu alat musik yang mengiringi upacara-upacara adat, tari-tarian tradisional dan tarian perang. Contohnya seperti tari Cakalele yang tariannya menggambarkan suasana peperangan masyarakat Maluku zaman dahulu. Tifa merupakan alat musik wajib untuk mengiringi tarian tersebut.
Tifa yang memiliki sebutan sama di Papua dan Maluku justru bukanlah menjadi satu-satunya sebutan untuk alat musik berbentuk tabung ini di berbagai bagian Maluku. Contohnya pada bagian Maluku tengah, tifa disebut sebagai tihal atau tahito. Modelnya pun memiliki bentuk yang berbeda.
Tihal atau tahito ini memiliki bentuk seperti gendang yang bulat pendek. Pada bagian pinggirnya terdapat anyaman tali rotan dengan beberapa kayu kecil yang disebut badeng diikat mengelilinginya. Bagian sisi yang dipukul juga umumnya memakai kulit kambing yang dikeringkan sebagai alas untuk dipukul. Bagian sisi yang lain akan dibiarkan terbuka saja.
Jenis Tifa
Nama alat musik tabuh yang satu ini tak hanya dikenal dengan nama tifa saja. Alat musik tifa memiliki nama yang berbeda-beda di beberapa daerah, contohnya pada bagian Maluku tengah, tifa disebut sebagai tihal atau tahito. Modelnya pun memiliki bentuk yang berbeda.
Tihal atau tahito ini memiliki bentuk seperti gendang yang bulat pendek. Pada bagian pinggirnya terdapat anyaman tali rotan dengan beberapa kayu kecil yang disebut badeng diikat mengelilinginya.
Bagian sisi yang dipukul juga umumnya memakai kulit kambing yang dikeringkan sebagai alas untuk dipukul. Bagian sisi yang lain akan dibiarkan terbuka saja.
Tihal atau tahito ini biasanya dimainkan dengan cara dipukul menggunakan tangan, namun bisa juga dimainkan dengan alat seperti tongkat pemukul. Tongkat ini terbuat dari pelepah pohon kelapa, rotan, dan gaba-gaba yang berbahan dasar pelepah dahan sagu dengan panjang sekitar 60-100 cm.
Untuk tifa yang berasal dari Maluku, khususnya Maluku tenggara, badan tifa sendiri terbuat dari pohon sukun atau pohon eh. Baik bentuk dan ukurannya pun dibuat beragam. Sedangkan di pulau Aru, tifa ini biasanya dikenal dengan nama Titir.
Pembuatan Tifa
Proses pembuatan tifa ini memerlukan waktu maksimal 1 minggu, mulai dari proses penebangan, melubangi, pemangkasan, mengukir dan pemasangan kulit hewan. Kulit yang digunakan pada umumnya adalah kulit Biawak (bui-serui, weke-Kamoro, kasib-Biak,) orang Marind menggunakan kulit Rusa.
Untuk merekatkan kulit pada mulut tifa orang papua menggunakan darah dan kapur ada juga yang menggunakan getah pohon manggruf. Ukiran yang ditampilkan merupakan interpretasi dari kehidupan masa lalu yang merupakan kepercayaan nenek moyang mereka.
Orang Kamoro sering menonjolkan motif telur burung maleo, sirip ikan, makota kepala, buah-buah hutan, Orang Biak menonjolkan motif manusia seutuhnya, perahu yang digambarkan secara abstrak, orang Serui dan Marind menonjolkan lingkaran-lingkaran spiral dan lain sebagainya yang melambangkan kehidupan mereka.
Warnapun menjadi salah satu bagian terpenting dalam membuat tifa, bagi orang Papua warna dasar adalah Putih, Merah dan Hitam. Warnah merah terbuat dari tanah liat, biji-bijian, warnah putih terbuat dari kapu dan warnah hitam terbuat dari biji-bijian dan arang. Tetapi dengan perkembangan zaman warna alami ini mulai diganti dengan warna yang lebih modern yaitu cat.
Alat-alat yang digunakan dalam membuat tifa adalah, Kampak, parang, Pahat, linggis (besi penikam).