BRIN Sebut Pemilu Tidak Seperti Ajang Instan

Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN, Mouliza Kristhoper Donna Sweinstani menilai kampanye dini yang dilakukan partai politik maupun calon parpol pada Pemilu 2024 seharusnya tidak terjadi. Menurutnya, pemilu bukan ajang instan yang persiapannya dilakukan serba cepat.
Donna menilai, pemilu merupakan agenda pasti, dan seharusya parpol bisa melakukan pendekatan dengan masyarakat untuk waktu yang lama, bukan sekadar kebutuhan mencari suara jelang Pemilu 2024.
"Pemilu tidak seperti talent show yang di-voting saat itu juga, tapi pemilu itu harus diperlihara dengan baik," kata Donna saat diskusi 'Sosialisasi Partai Politik Menuju Pemilu 2024' di Media Center KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (24/2).
Parpol yang mampu menjalin hubungan lebih lama dengan masyarakat, tentunya akan mempunyai basis konstituen yang kokoh, sehingga tidak diperlukan pemasangan bendera di mana-mana seperti yang terjadi sekarang.
"Mereka kelimpungan pasang bendera segala macam, karena mereka tidak terlembaga dengan baik, itu kuncinya, kalau terlembaga dengan bagus, mau pemilu besok juga siap," katanya.
Saat ini terdapat kekosongan pada lini masa tahapan pemilu setelah penetapan partai politik sebagai peserta pada Desember 2022 lalu. Sementara, tahapan selanjutnya yaitu kampanye baru dibuka November 2023.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI serta Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, sebagai komponen penyelenggara Pemilu menyatakan masa kosong tersebut parpol boleh melakukan sosialisasi, namun dengan batasan-batasan yang diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) 33/2018 pasal 25.
Adapun pasal 25 PKPU 33/2018 berbunyi sebagai berikut:
1. Partai Politik yang telah ditetapkan sebagai Peserta Pemilu dilarang melakukan Kampanye sebelum dimulainya masa Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2).
2. Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan sosialisasi dan pendidikan politik di internal Partai Politik, dengan metode:
a. pemasangan bendera Partai Politik Peserta Pemilu dan nomor urutnya; dan
b. pertemuan terbatas, dengan memberitahukan secara tertulis kepada KPU dan Bawaslu paling lambat satu hari sebelum kegiatan
dilaksanakan.
3. Pelaksana, Peserta, dan Tim Kampanye dilarang mengungkapkan citra diri, identitas, ciri-ciri khusus atau karakteristik Partai Politik dengan menggunakan metode:
a. penyebaran Bahan Kampanye Pemilu kepada umum;
b. pemasangan Alat Peraga Kampanye di tempat umum; atau
c. media sosial, yang memuat tanda gambar dan nomor urut Partai
Politik di luar masa Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1).
4. Pelaksana, Peserta, dan Tim Kampanye dilarang memublikasikan citra diri, identitas, ciri-ciri khusus atau karakteristik Partai Politik melalui media cetak, media elektronik, dan media dalam jaringan yang memuat tanda gambar dan nomor urut Partai Politik, di luar masa penayangan Iklan Kampanye selama 21 (dua puluh satu) Hari sebelum dimulainya Masa Tenang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2).
Pada kesempatan yang sama Anggota KPU, August Mellaz mengatakan di luar PKPU tersebut pihaknya terbatas dalam melakukan pengaturan, karena tidak diatur dalam Undang-undang Pemilu.
“Di luar itu, KPU tidak punya ruang gerak dari peraturan pun tidak ada. Ini sekaligus clear-in kita semua, peraturan KPU yang mengatur sosialisasi itu ada,” kata Mellaz.
Salah satu contoh yang disebut Mellaz di luar jangkauan KPU yaitu mengenai dana sosialisasi. Ia mengatakan terkait dana sosialisasi tidak mungkin diatur karena tidak ada Undang-undangnya.
Meski begitu, Mellaz mengatakan aturan sosialisasi yang diatur dalam PKPU 33/2018 itu masih berlaku. Ia juga menyatakan KPU akan tetap membantu parpol melakukan sosialisasi dan Bawaslu sebagai pihak yang melakukan pengawasan.