Perjalanan Panjang BNI, dari Bank Sentral Merintis Bank Digital
Tak ingin ketinggalan zaman, bisnis Bank Negara Indonesia ikut bergeser ke industri digital. Dari kabar yang beredar di pasar keuangan Tanah Air, BNI bakal meminang salah satu bank kecil untuk ditransformasikan sebagai bank digital.
Direktur Utama BNI Royke Tumilaar sempat membenarkan bahwa pihaknya tengah menyelesaikan kesepakatan awal akuisisi salah satu bank kecil. Nantinya, lembaga keuangan tersebut diambil alih dan diubah menjadi bank digital.
“Saya tidak bisa menyebut nama, tetapi proses cukup jauh dan sudah ada kesepakatan awal,” ujar Royke kepada Katadata.co.id, Selasa (19/10).
Dua sumber Katadata.co.id yang mengetahui kabar ini mengatakan, BNI telah meneken kesepakatan awal pembelian saham dengan Bank Mayora. Namun, saat ini bank BUMN tersebut masih menunggu izin dari Otoritas Jasa Keuangan alias OJK.
Rencana aksi korporasi BNI ini menyusul bank-bank besar lain yang sudah lebih dulu ekspansi ke bisnis bank digital. Sebelumnya, Bank Central Asia alias BCA mengambil alih Bank Royal pada 2019 dan merampungkan transformasinya menjadi BCA Digital Juli tahun ini. Ada juga upaya bank kredit rakyat, yakni BRI mentransformasikan anak usahanya BRI Agro sebagai bank digital.
Bank BNI juga dikabarkan menggandeng Sea Ltd Singapura untuk mengembangkan Bank Mayora sebagai bank digital. Tiga sumber Katadata.co.id menyebutkan BNI telah meneken kerja sama dengan Sea Ltd untuk mengembangkan Bank Mayora ini. Kesepakatan diteken BNI, Sea Ltd, dan Bank Mayora pada 15 Oktober 2021.
Namun hingga berita ini diturunkan, Katadata.co.id belum mendapat konfirmasi usai menghubungi Direktur Utama BNI Royke Tumilaar, Wakil Direktur Utama BNI Adi Sulistyowati, dan Sekretaris Perusahaan BNI Mucharom. "Seperti disampaikan saat ini, kami belum dapat menceritakan," ujar Mucharom kepada Katadata.co.id.
Kinerja BNI dan Rekam Jejaknya di Bursa Indonesia
BNI merupakan bank badan usaha milik negara pertama yang menjadi perusahaan publik, setelah mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya pada 1996. Pada penawaran perdananya, sekitar 1,1 miliar lembar saham berkode BBNI itu ditawarkan dengan harga Rp 850 per lembar.
Harga saham BBNI saat ini bergerak pada kisaran Rp 7.000 per lembar. Sepanjang 2021, harga sahamnya menunjukkan tren naik sekitar 14,17 %. Adapun pada penutupan perdagangan Rabu, 27 Oktober 2021, saham BBNI ditutup koreksi 2,75 % ke level Rp 7.075.
Untuk memperkuat struktur keuangan dan daya saing di tengah industri perbankan nasional, BNI melakukan sejumlah aksi korporasi, seperti proses rekapitalisasi oleh pemerintah pada 1999. BNI juga sempat mendivestasi saham pemerintah pada 2007, dan menawarkan saham terbatas alias right issues pada 2010. Saat ini, 60 % saham BNI digenggam pemerintah, sedangkan 40 % sisanya dimiliki masyarakat, baik individu maupun institusi, domestik dan asing.
BNI masuk jajaran bank nasional terbesar di Indonesia, dilihat dari total aset, kredit, maupun total dana pihak ketiga atau DPK. Dalam memberikan layanan finansial secara terpadu, BNI didukung oleh sejumlah perusahaan anak, yakni BNI Syariah, BNI Multifinance, BNI Sekuritas, BNI Life Insurance, dan BNI Remittance.
Hingga kuartal ketiga 2021, BNI tercatat membukukan laba bersih Rp 7,74 triliun. Capaian tersebut tumbuh signifikan 79,3 % dibanding periode sama tahun lalu sebesar Rp 4,32 triliun.
"Laba ini utamanya berasal dari pertumbuhan fee based income dan pendapatan bunga bersih masing-masing sebesar 16,8 % dan 17,6 % secara tahunan," kata Direktur Utama BNI Royke Tumilaar dalam paparan kinerja triwulan ketiga 2021 secara virtual, Senin (25/10).
Faktor lain yang membuat laba perusahaan tumbuh signifikan periode Juli-September 2021 yaitu beban bunga yang turun. Dalam sembilan bulan terakhir, beban bunga BNI merosot 39,8 % dari Rp 14,67 triliun menjadi Rp 8,82 triliun.
Di sisi lain, pendapatan bunga BNI hingga September 2021 turun 3,9 % ke level Rp 37,52 triliun. Alhasil, pendapatan bunga bersih sukses naik 17,6 % secara tahunan menjadi Rp 28,69 triliun.
Royke menjelaskan, pencapaian itu merupakan hasil dari transformasi digital BNI yang salah satunya ditujukan untuk penguatan kapabilitas dalam transactional banking. Hal ini terlihat dari kinerja penghimpunan dana murah (CASA) yang mendominasi dana pihak ketiga (DPK).
Adapun bisnis BNI saat ini menawarkan layanan penyimpanan dana maupun fasilitas pinjaman pada segmen korporasi, menengah, maupun kecil. Beberapa produk dan layanan juga telah disesuaikan dengan kebutuhan nasabah sejak kecil, remaja, dewasa, hingga pensiun.
Dari Bank Sentral Jadi Bank Digital
BNI merupakan bank pertama milik negara yang lahir kurang dari setahun pasca-kemerdekaan Republik Indonesia, tepatnya pada 5 Juli 1946. Semula, bank ini berfungsi sebagai bank sentral dengan nama Bank Negara Indonesia. Tugasnya, tentu mengedarkan dan mengelola alat pembayaran pertama kala itu, yakni Oeang Republik Indonesia atau ORI.
Raden Mas Margono Djojohadikusumo menjadi orang pertama yang mengusulkan berdirinya bank sentral atau bank sirkulasi saat ini. Usulan tersebut sekaligus membawanya menjadi Direktur Utama sekaligus pendiri BNI.
Margono Djojohadikusumo merupakan salah satu dari anggota BPUPKI. Dalam perjalanannya, Margono berperan besar terhadap perkembangan bisnis atau usaha perbankan di Indonesia. Sebagai sang pionir, dia berhasil menanamkan nilai dan cara pandang bisnis perbankan Tanah Air, menggantikan peranan De Javasche Bank di era penjajahan.
Margono merupakan ayah dari Soemitro Djojohadikoesoemo, seorang ekonom terkemuka Indonesia. Soemitro merupakan ayah dari Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, juga besan dari mantan Presiden Indonesia Soeharto.
Dikutip dari jurnal bertajuk Upaya Membentuk Perbankan Nasional Peran Bank BNI pada Tahun 1950an karya Widigdo Sukarman, diketahui modal pertama BNI saat itu Rp 350 ribu (uang Jepang) diperoleh dari Dr Soeharto, seorang dokter yang terjun kedunia politik.
Lalu, pada 1950, BNI sebagai bank pembangunan diberikan hak untuk bertindak sebagai bank devisa, hingga akhirnya pada 1955 perusahaan berubah status menjadi bank umum dan membuka cabang pertama di luar negeri, yakni Singapura. Pada 1968 bank negara resmi menyandang status Bank Umum Milik Negara BNI, dan sempat berganti nama sebagai Bank Negara Indonesia 1946.
Kala itu, BNI mendapat mandat untuk memperbaiki ekonomi rakyat dan berpartisipasi dalam pembangunan nasional. Salah satunya dengan memberdayakan berbagai sektor industri di Indonesia. Berbagai produk inovasi pun diluncurkan, seperti layanan Bank Terapung dan Bank Keliling.
Singkat cerita, BNI kembali menjadi pionir sebagai bank BUMN pertama yang meluncurkan layanan pembukaan rekening digital melalui aplikasi mobile banking pada 2019. Selanjutnya, BNI terus menelurkan berbagai inovasi produk digital untuk memenuhi kebutuhan nasabahnya.
Berdasarkan Materi Analyst Meeting kinerja 30 September 2021 BNI, jumlah pengguna aplikasi mobile BNI tumbuh 46,6% secara tahunan 9,96 juta user. Total nilai transaksi lewat mobile apps dalam sembilan bulan pertama tahun ini, tumbuh 33,4% secara tahunan menjadi Rp 447 triliun. Sedangkan jumlah transaksi tumbuh 49,4% menjadi 315 juta per September 2021 dari periode yang sama tahun lalu 211 juta transaksi.