Menelaah Pro Kontra Childfree, dari Sudut Kesehatan, Agama dan Pilihan
Istilah childfree yang berkembang di Eropa hingga menyebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia ini tengah menjadi sorotan. Istilah ini sempat menjadi perbincangan pada awal 2020 setelah beberapa tokoh publik memutuskan tak ingin memiliki anak.
Melansir dari yankes.gemenkes.go.id, childree adalah gagasan ketika seseorang memutuskan untuk tidak memiliki anak. Meskipun istilah ini terdengar baru, praktiknya ternyata sudah muncul sejak sebelum abad ke-20.
Berkaitan dengan itu, muncul berbagai pro dan kontra terkait childfree. Oleh sebab itu, berikut ini gagasan childfree dari berbagai sudut pandang dan nilai yang berlaku di Indonesia.
Gagasan Pihak yang Mendukung Childfree
Bagi beragam pihak yang pro atau mendukung keputusan childfree, pasti disebabkan oleh sederet faktor pendukungnya. Berkaitan dengan hal tersebut, berikut sederet faktor pemengaruh melansir dari berbagai sumber.
1. Hidup Seharusnya Dianggap Sempurna Meski Tanpa Anak
Melansir dari situs its.ac.id, Victoria Tunggono melalui bukunya Childfree and Happy menyampaikan jika belum memiliki anak, maka hidup belum sempurna dan perempuan belum sempurna jika belum melahirkan. Meski demikian, hidup seharusnya sudah sempurna meskipun tanpa suami ataupun anak.
2. Ketakutan Mengalami Hal yang Sama Seperti Sang Ibu
Victoria menyampaikan salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan childfree adalah ketakutan mengalami hal yang sama seperti sang ibu. Contohnya menyakiti hati sang ibu sehingga ia khawatir akan disakiti kembali oleh sang anak.
3. Tanggung Jawab Besar, Finansial dan Mental
Alasan lainnya yakni, anak merupakan tanggung jawab yang besar. Beberapa pasangan beralasan dari segi finansial hingga mental belum siap memiliki anak. Daripada tidak mampu bertanggung jawab, lebih baik tidak memiliki anak.
4. Trauma Masa Kecil, Kesehatan, Genetik, dan Lingkungan
Faktor lainnya adalah trauma yang ditimbulkan pada masa kecil yang berdampak hingga sekarang. Selain itu, ada pula faktor kesehatan suami dan istri maupun genetik dan kondisi lingkungan.
Melansir dari theguardian.com, terdapat beberapa pihak yang merasa tidak percaya diri dan tidak memiliki cukup rasa cinta serta kesabaran untuk menahan kesal dan marah. Pasalnya, hal ini berpengaruh pada pola pengasuhan anak nantinya.
5. Hak Memilih Tidak Menjadi Orang Tua dan Hak Reproduksi
Bagi beberapa pihak yang mendukung gagasan childfree adalah hak untuk tidak menjadi orang tua. Saat ini, menurut Victoria, prioritas mereka adalah kebahagiaan sendiri tanpa anak. Setiap individu memiliki hak memutuskan jalan hidup karena telah memahami konsekuensi.
6. Jika Berbahaya Bagi Wanita dan Kondisi Darurat
Melansir dari jatim.nu.or.id, jika sudah perempuan yang mengandung atau hamil justru membuat nyawanya terancam atau kekacauan di negara dengan kekurangan sumber sandang, pangan papan, maka diperbolehkan childfree.
Melansir dari wearechildfree.com, Zoe Noble selaku pendiri We Are Childfree mengatakan pihaknya tidak ingin memiliki anak. Meski demikian, ia merasakan takut sendiri, stereotip negatif tentang wanita yang tidak memiliki anak adalah seorang yang egois, tidak dewasa, dan ada yang salah.
Zoe ingin mengubah mitos palsu ini dan mengubah sudut pandang orang yang melihat. Akhirnya, pada usia 30-an, ia memutuskan medeklarkan diri sebagai pemilih childfree.
Gagasan Pihak yang Kontra Childfree
Selain itu, ada pula pihak yang kontra terhadap keputusan childfree. Hal ini juga turut dipengaruhi oleh berbagai faktor. Berikut ini sederet alasan pihak yang kontra dengan keputusan childfree meski mengetahui gagasan tersebut.
1. Memiliki Anak Itu Anjuran, Meski Tidak Dilarang Jika Tidak Memilikinya
Melansir dari jatim.nu.or.id, dalam Al Quran dan Hadist menerangkan bahwa memiliki anak bukan merupakan kewajiban, tetapi sebuah anjuran. Meski demikian, keputusan childfree tidak dianjurkan karena Allah SWT menyukai manusia memiliki keturunan.
Hal ini selaras dengan hadis nabi yang memiliki terjemahan: “Rasulullah SAW bersabda: Nikahilah wanita-wanita yang penyayang dan subur (banyak keturunan), karena aku akan berbangga kepada umat yang lain dengan banyaknya kalian (H.R Abu Daud).”
Namun, hal ini harus dilihat penyebabnya dan kondisi darurat, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.
2. Tidak Sesuai Kodrat Wanita
Melansir dari yankes.kemenkes.go.id, keputusan childfree artinya tidak menjalankan fungsi reproduksi sepenuhnya. Fungsi reproduksi berupa menstruasi, mengandung, melahirkan dan menyusui dimiliki oleh wanita. Jika tidak memiliki anak, maka berlawanan dengan kodrat sebagai wanita.
3. Childfree Berdampak Pada Kesehatan Fisik dan Mental
Melansir dari yankes.kemenkes.id, beberapa penelitian dari Republik Rakyat Tiongkok, Amerika Serikat, dan Kanada menunjukkan bahwa wanita tanpa anak mengalami depresi, tekanan psikologi, kesepian seiring bertambahnya usia. Dampak childfree justru muncul di usia tua.
Selain itu, dijelaskan pula wanita yang tidak pernah melahirkan dan menyusui cenderung lebih mungkin mengalami kanker payudara, ovarium, dan endometrium dibanding yang memiliki anak. Pasalnya, wanita itu tidak mengalami fungsi tersebut secara alami.
Kehamilan membuat penurunan jumlah total siklus pelepasan sel telur dari indung telur atau ovulasi, sehingga menurunkan risiko kanker ovarium. Paparan hormonal atas hormon estrogen dan progesteron terbukti mengurangi risiko kanker endometrium.
Demikian pendapat pro kontra childfree, sebuah gagasan yang berkembang di masyarakat. Meski demikian, masyarakat pun tetap dapat memutuskan hidupnya sendiri. Setiap individu berhak memutuskan jalan hidup mereka beserta konsekuensinya.
Hal ini cukup dengan dibicarakan antara suami dan istri agar keputusan childfree atau tidaknya benar-benar matang sehingga tidak merugikan kedua belah pihak.