Pengertian Demokrasi Liberal, Ciri, dan Penerapannya di Indonesia

Annisa Fianni Sisma
1 September 2023, 11:10
pengertian demokrasi liberal
Wikipedia
Ilustrasi, foto Kabinet Natsir.

Demokrasi liberal adalah sistem politik yang melibatkan banyak partai. Kekuasaan politik dijalankan oleh politisi sipil yang berkumpul di parlemen.

Konsep demokrasi ini pada dasarnya mengutamakan peran badan legislatif daripada badan eksekutif. Perdana Menteri bertindak sebagai kepala pemerintahan, sementara kepala negara dalam demokrasi parlementer dijabat oleh presiden.

Berkaitan dengan hal tersebut, menarik memahami pengertian demokrasi liberal lebih lanjut. Simak uraian berikut ini untuk mengetahuinya.

Kabinet Natsir saat Sidang Parlemen
Kabinet Natsir saat Sidang Parlemen (Arsip Nasional Republik Indonesia )

Pengertian Demokrasi Liberal

Demokrasi liberal sangat menghargai kebebasan rakyat, berpolitik, dan individualisme. Tujuannya adalah mengurangi kesenjangan ekonomi dan memberikan setiap warga negara derajat dan hak yang sama.

Demokrasi liberal adalah sistem yang berdasarkan pada hak-hak individu. Setiap warga negara dianggap memiliki kekuasaan tanpa memandang suku, agama, atau ras individu tersebut.

Robert Dahl, seorang ilmuwan politik asal Amerika, menyatakan bahwa terdapat dua konsep penting dalam demokrasi liberal, yaitu kontestasi dan partisipasi. Kontestasi, seperti penyanggahan atau perdebatan, dapat terjadi melalui kebebasan pers dan pembentukan partai politik.

Adanya kebebasan membentuk partai politik menciptakan peluang bagi aspirasi individu yang berbeda untuk diakomodasi dengan baik. Akomodasi dari pandangan politik yang berbeda menjadi salah satu pemicu kontestasi.

Budaya persaingan dalam demokrasi liberal di Indonesia sangatlah kuat. Tidak mengherankan jika terjadi perubahan kabinet yang sangat dinamis karena ada 7 kabinet yang berkuasa hanya dalam waktu 9 tahun penerapan demokrasi liberal.

Ciri-ciri Demokrasi Liberal

Setelah memahami pengertian demokrasi liberal, penting halnya untuk mengetahui pula ciri-ciri dari konsep ini. Berikut ialah beberapa ciri yang sebaiknya kita perhatikan:

1. Kebebasan Individu Terfasilitasi

Jika tidak ada kebebasan individu, maka suatu sistem tidak dapat disebut liberal. Salah satu cara untuk mewujudkan kebebasan ini adalah dengan menerapkannya pada afiliasi politik yang spesifik.

2. Pembatasan Kekuasaan Pemerintah

Pembatasan ini adalah salah satu alasan agar pemerintahan tidak dikuasai oleh satu kelompok saja. Hal ini dianggap penting dalam demokrasi liberal untuk memastikan adanya mekanisme check and balance yang berlaku dalam pemerintahan.

Semua anggota masyarakat dapat berpartisipasi dalam politik. Setiap individu dalam sistem demokrasi liberal memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik tanpa memandang agama, ras, atau asal suku. Keberagaman partai yang berpartisipasi dalam Pemilu 1955 sebagai pemilu pertama di Indonesia mencerminkan partisipasi berbagai kelompok atau golongan masyarakat.

3. Pemilihan Umum Dilaksanakan Pada Waktu Tertentu

Pemilu dilakukan pada jadwal yang telah ditentukan dan dilakukan secara rahasia dalam sistem demokrasi liberal di Indonesia. Pemilu ini memiliki peran yang penting sebagai sarana bagi partai politik untuk bersaing memperebutkan kursi di pemerintahan.

4. Suara Mayoritas Memimpin

Ciri terakhir dari sistem demokrasi liberal di Indonesia adalah bahwa pemerintah dapat membuat undang-undang sesuai dengan suara mayoritas di parlemen. Sistem pemerintahan dipimpin oleh seorang perdana menteri.

Biasanya, perdana menteri berasal dari partai politik yang memenangkan pemilu. Namun, dalam demokrasi liberal, banyak kebijakan yang dapat berubah, terutama karena seringnya terjadi pergantian kabinet. Dalam kurun waktu 9 tahun saja, kabinet di Indonesia sudah mengalami pergantian sebanyak 7 kali. Ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah dapat dipengaruhi oleh berbagai kelompok atau golongan masyarakat.

Penerapan Demokrasi Liberal di Indonesia

Peristiwa Demokrasi Liberal terjadi di Indonesia dari tahun 1950 hingga 1959. Selama periode ini, ada tujuh kabinet dalam sistem demokrasi parlementer, yaitu kabinet Natsir, Sukiman, Wilopo, Ali Sastroamijoyo, Burhanuddin Harahap, Ali Sastroamijoyo II, dan Djuanda.

1. Kabinet Natsir (6 September 1950-21 Maret 1951)

Pada masa kabinet Natsir, Indonesia berhasil bergabung dengan PBB, melakukan perundingan pertama dengan Belanda mengenai masalah Irian Barat, dan menerapkan kebijakan politik luar negeri bebas aktif.

2. Kabinet Sukiman (27 April 1951-3 April 1952)

Pada Kabinet Sukiman terbentuk dari koalisi Masyumi dan PNI, tetapi berakhir karena adanya tanda tangan persetujuan bantuan ekonomi persenjataan dari Amerika Serikat yang bertentangan dengan prinsip dasar politik Indonesia.

3. Kabinet Wilopo (3 April 1952- 3 Juni 1953)

Kabinet Wilopo dibentuk setelah gagalnya formatur sebelumnya, dan menjalankan program dalam negeri seperti pemilu, meningkatkan kemakmuran, pendidikan, dan pemulihan keamanan. Kabinet ini juga berusaha menyelesaikan masalah dengan Belanda, pengembalian Irian Barat, dan menjalankan politik bebas aktif. Namun, kabinet Wilopo berakhir karena mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia.

4. Kabinet Ali Sastroamijoyo I (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)

Kabinet ini terbentuk pada tanggal 30 Juli 1953 dan dikenal sebagai kabinet Ali Wongso. Kabinet Ali Sastroamijoyo I berhasil menyelenggarakan konferensi Asia-Afrika pada tahun 1955 dan mempersiapkan pemilihan umum untuk anggota parlemen. Kabinet ini berakhir ketika NU mencabut dukungan dan menteri dari kabinet, sehingga terjadi keretakan hingga kabinet dikembalikan kepada presiden.

5. Kabinet Burhanudin Harahap (12 Agustus 1955- 3 Maret 1956)

Kabinet ini diresmikan pada tanggal 12 Agustus 1955 dengan Burhanuddin Harahap sebagai pemimpinnya. Keberhasilan kabinet ini termasuk dalam menyelenggarakan pemilihan umum pertama secara demokratis pada tanggal 29 September dan 15 Desember 1955. Dalam hasil dari pemilihan umum pertama tersebut, terdapat 70 partai politik yang mendaftar dan 27 partai yang berhasil lolos seleksi. Partai PNI, NU, Masyumi, dan PKI meraih suara terbanyak dalam pemilihan umum tersebut.

Kabinet Sukiman
Kabinet Sukiman (Wikipedia)

6. Kabinet Ali Sastroamijoyo II (20 Maret 1956-4 Maret 1957)

Menurut situs web Kemdikbud.go.id, program kabinet Ali Sastroamijoyo II berjuang untuk mengembalikan Irian Barat dan membatalkan Konferensi Meja Bundar (KMB). Perjanjian ini dianggap memberikan keuntungan lebih besar kepada Belanda daripada Indonesia.

7. Kabinet Djuanda (9 April 1957-5 Juli 1959)

Kabinet Djuanda adalah kabinet terakhir dari sistem demokrasi parlementer di Indonesia. Kabinet ini terkenal karena perannya dalam perjuangan pembebasan Irian Barat dan kondisi ekonomi yang memburuk. Salah satu pencapaian kabinet Djuanda adalah menetapkan batas wilayah Indonesia menjadi 12 mil laut. Batas ini diukur dengan menghubungkan titik terluar dari setiap pulau.

Namun, karena dianggap lebih mementingkan kepentingan partai politik daripada konstitusi, kabinet Djuanda akhirnya dibubarkan setelah presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959. Dekrit tersebut memperkenalkan sistem politik baru yang dikenal sebagai Demokrasi Terpimpin.

 

Editor: Agung

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...