Sejarah Rebo Wekasan dan Hadist yang Berkaitan
Rabu Pungkasan atau yang lebih dikenal dalam Bahasa Jawa sebagai Rebo Wekasan adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada hari Rabu terakhir dalam Bulan Shafar pada Kalender Hijriah.
Di kalangan sebagian masyarakat Jawa, Sunda, dan Madura, Rebo Wekasan dianggap sebagai hari yang membawa musibah. Pada hari tersebut, masyarakat biasanya melaksanakan berbagai aktivitas dengan tujuan untuk mengusir sial.
Beberapa kegiatan yang dilakukan antara lain tahlilan (mengadakan zikir bersama), membagikan makanan dalam bentuk gunungan atau selamatan, serta melaksanakan salat sunah lidaf'il bala (penolak bala) secara bersama-sama.
Untuk memahami keyakinan ini, penting untuk mengetahui sejarah dari tradisi Rebo Wekasan. Simak penjelasan lebih lanjutnya sebagai berikut.
Sejarah Rebo Wekasan
Bulan Safar adalah salah satu bulan dalam kalender Hijriah yang mengikuti penanggalan Qomariyah. Bulan ini terjadi setelah bulan Muharram dan sebelum bulan Rabi' al-Awwal. Beberapa orang Arab menyebut bulan Safar sebagai bulan yang membawa kesialan. Oleh karena itu, terdapat sebuah hadits Nabi yang menyanggah pandangan negatif tersebut bagi mereka:
لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ وَلَا هَامَةَ وَلَا صَفَرَ وَفِرَّ مِنْ الْمَجْذُومِ كَمَا تَفِرُّ مِنْ الْأَسَدِ
“Tidak ada 'adwa, thiyarah, hamah, shafar, dan menjauhlah dari orang yang kena penyakit kusta (lepra) sebagaimana kamu menjauh dari singa.”(HR Bukhari dan Muslim)
Hari Rabu adalah salah satu hari dalam seminggu. Muncul perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang awal hari dalam seminggu. Namun menurut As-Suyuthi, ulama mutaakhirin dan ashab Syafi'i berpendapat bahwa hari Sabtu adalah permulaan hari dalam seminggu, seperti yang tercantum dalam Syarah al-Muhadzab, al-Rawdhah, dan al-Minhaj, dengan dasar pada hadits dari Imam Muslim di mana Allah SWT menciptakan tanah pada hari Sabtu dan menciptakan nur pada hari Rabu.
Banyak orang merasa sial pada hari Rabu berdasarkan firman Allah dalam Surat al-Qamar Ayat 19, tetapi ini merupakan kesalahan. Sesungguhnya Allah berfirman dalam Surat Fussilat Ayat 16 bahwa itu adalah delapan hari, yang merupakan hari-hari kesialan bagi kaum 'ad.
Oleh karena itu, dalam beberapa karya, ulama selalu mengaitkan kata Safar dengan kata al-khair dan menyebutnya sebagai safar al-khair (Safar yang baik) sebagai bentuk harapan akan kebaikan dan optimisme. Cara ini diharapkan mampu menepis anggapan tentang kesialan, nahas, atau keburukan yang melekat pada bulan Safar.
Dalam tafsir Ruhul Ma'ani, misalnya, disebutkan bahwa hari Rabu adalah hari di mana Nabi Yunus dilahirkan, begitu juga dengan Nabi Yusuf, dan pertolongan kepada Nabi Muhammad SAW pada perang Ahzab juga terjadi pada hari Rabu. Tentu saja terdapat banyak hadits lain yang berkaitan dengan hari Rabu.
Oleh karena itu, secara umum, tentang waktu, terdapat sebuah hadits Qudsi yang berbunyi:
يُؤْذِينِي ابْنُ آدَمَ يَسُبُّ الدَّهْرَ وَأَنَا الدَّهْرُ، بِيَدِي الأَمْرُ أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ (رواه البخاري و مسلم)
Artinya: “Anak Adam menyakiti-Ku karena mencela masa atau waktu. Padahal Aku yang mengatur dan menetapkan waktu. Di tangan-Ku lah segala urusan waktu. Aku yang membolak-balikkan malam dan siang”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Berdasarkan riwayat ini, manusia diperintahkan untuk tidak menghina dan mencela waktu karena waktu adalah ciptaan, pengaturan, dan penguasaan Allah. Oleh karena itu, kita harus beriman pada kehendak-Nya, baik yang buruk maupun yang baik, yang manis maupun yang pahit, dan baik yang menyenangkan maupun yang menyedihkan.
Hari Rabu terakhir dalam bulan Safar yang penting di Indonesia disebut dengan berbagai istilah seperti rebo wekasan, rebo kasan, dan rebo pungkasan, yang semuanya merujuk pada hari Rabu terakhir dalam bulan Shafar. Pada hari tersebut, terdapat berbagai amalan yang biasa dilakukan, termasuk doa, dzikir, sholat, dan mengonsumsi makanan yang memiliki nama Allah atau ayat-ayat Al-Quran.
Amalan ini dilakukan sebagai bentuk permohonan kepada Allah agar kita terhindar dari segala macam musibah dan cobaan.
Sejarah Rebo Wekasan bermula dari penyebaran agama Islam di Indonesia. Masyarakat Jawa sebelumnya meyakini bahwa hari Rabu terakhir dalam bulan Safar merupakan hari yang buruk menurut kepercayaan Yahudi.
Pada bulan Safar tahun 1602, beredar kabar bahwa Belanda berencana menjajah Jawa. Sebagai respons, masyarakat melaksanakan serangkaian ritual untuk menolak kedatangan penjajah tersebut.
Ritual ini kemudian berkembang menjadi tradisi Rabu Wekasan atau Rebo Wekasan. Tradisi Rabu Wekasan atau Rebo Wekasan juga berkaitan erat dengan penyebaran agama Islam di Indonesia.
Menurut Abdul Hamid Quds, terdapat 32.000 bala yang diturunkan Allah ke bumi setiap tahun pada hari Rabu terakhir dalam bulan Safar. Wali Songo juga berperan dalam mengembangkan tradisi ini. Menurut kepercayaan masyarakat Desa Suci, Kabupaten Gresik, Sunan Giri memberi petunjuk berupa sumber air saat kekeringan dan berpesan agar dilaksanakannya upacara Rebo Wekasan.