Dampak Covid-19, KSPI Sebut 50 Ribu Orang Sudah Di-PHK Tahun Ini
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) memperkirakan sebanyak 50 ribu buruh sudah terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sejak awal tahun 2021. Data ini termasuk kasus PHK yang tidak terkait langsung dengan pandemi Covid-19.
“Dampak PHK ternyata sudah terjadi, industri yang terkena PHK adalah tekstil, garmen, sepatu. Salah satu sebabnya adalah permintaan dari luar negeri yang menurun," kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam keterangan tertulis, Selasa (24/8).
Dia mencontohkan, untuk produksi sepatu seperti Nike, Adidas, Puma dengan orientasi ekspor terjadi penurunan kapasitas produksi karena permintaan yang juga menurun. Sama halnya dengan industri tekstil seperti Uniqlo atau H&M.
Said menyebut, di Bandung Barat buruh yang terkena PHK hampir 7.100 orang dan di Cimahi sebanyak 4.000 orang. Sementara itu, untuk industri lain yang terkena buruhnya banyak terkena PHK yaitu pabrik yang memproduksi komponen otomotif dengan orientasi ekspor.
"Katakanlah onderdil mobil atau jok mobil, karena pesanan turun dan kapasitas produksi turun ya terdampak. Karyawan kontrak dipecat, saat ini masih muncul pengangguran-pengangguran baru," ujarnya.
Sektor lain yang terdampak adalah industri keramik, farmasi, baja hingga pertambangan. Said mengatakan, di industri farmasi terjadi PHK karena adanya penurunan produksi obat non Covid-19. Selain itu, industri baja. pertambangan, dan batu bara terjadi penurunan.
Dari data yang terkumpul di KSPI, dari serikat pekerja tekstil garmen sepatu yang tergabung di SPN (Serikat Pekerja Nasional), pada bulan Juni 2021 saja telah terjadi PHK sebanyak 12.571 buruh di 13 perusahaan di Tangerang, Bogor, Bandung, Cimahi, dan Jawa Tengah.
Selain itu, Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK) yang merupakan anggota KSPI lainnya telah melaporkan bahwa terjadi PHK di sektor retail, tol, toko serba ada (Toserba) sebanyak 8.000 buruh; seperti di Giant sebanyak 6.332 buruh, Indosat sebanyak 700 buruh, JLJ sebanyak 1.000 buruh, Ibis sebanyak 100 buruh, Phyto Farma sebanyak 350 buruh, Ramayana sebanyak 100 buruh, G4S sebanyak 100 buruh, dan Metropolitan Mall sebanyak 50 buruh.
Said Iqbal menegaskan, bahwa hingga saat ini pihaknya belum melihat ada investasi baru yang menyerap tenaga kerja. Yang ada hanya karyawan tetap dipecat namun merekrut direktur baru. “Seolah-olah itu penyerapan tenaga kerja baru. Padahal bukan," katanya.
Oleh karena itu, pihaknya menilai bahwa Omnibus Law UU Cipta Kerja sudah terbukti gagal untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Justru yang terjadi, PHK semakin mudah dilakukan.
Selain sektor ritel, pandemi Covid-19 juga membuat beberapa sektor harus memutuskan hubungan kerja dengan karyawannya, seperti perhotelan, ekonomi kreatif, dan pariwisata. Pembatasan mobilitas, kebijakan lockdown dari berbagai negara, serta pelemahan daya beli membuat sektor tersebut seperti mati suri di tengah pandemi.