Pengusaha Tekstil Sambut Baik Larangan Ekspor Batu Bara
Indonesia resmi melarang ekspor batu bara mulai Januari 2022. Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) menyambut baik keputusan pemerintah tersebut. Pasalnya, larangan ekspor bisa menambah pasokan batu bara untuk pembangkit dan mesin uap di pabrik mereka.
Sekretaris Jenderal APSyFI Redma Gita Wiraswasta mengatakan, larangan ekspor batu bara akan menstabilkan utilisasi produksi industri tekstil yang saat ini sudah mencapai 85-90% di sektor hulu dan hampir 95% di sektor hilir.
"Akan bagus untuk industri ya, utamanya tekstil. Kalau tidak dilarang, efek ekonominya akan semakin besar," kata Redma kepada Katadata, Kamis (6/1).
Redma menyebut, pelarangan ekspor batu bara ini tidak berdampak secara signifikan kepada kenaikan utilisasi produksi tekstil karena sudah utilisasi sekarang yang saat ini sudah tinggi.
Namun, jika tidak ada larangan, utilisasi industri akan sangat menurun. Ia menjelaskan, jika utilisasi industri tekstil menurun, maka akan berdampak pada pengurangan jumlah karyawan.
Industri tekstil awalnya menggunakan pembangkit listrik mandiri untuk menjalankan produksinya.
Namun, saat pasokan di dalam negeri batu bara tersendat karena volume ekspor meningkat tajam didorong kenaikan harga, industri tekstil mengalihkan konsumsi energinya ke PT PLN untuk efisiensi.
Sebagai informasi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi melarang ekspor atau penjualan batu bara ke luar negeri mulai hari ini (1/1) hingga 31 Januari 2022.
Larangan dilakukan di tengah kekhawatiran terhadap rendahnya pasokan batu bara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dalam negeri.
Seluruh perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B), perusahaan Izin Usaha Pertambangan (IUP) wajib memasok seluruh batu bara untuk kebutuhan di dalam negeri.
Lebih lanjut, Redma optimistis industri tekstil akan terus tumbuh tahun ini. Ia menilai, pemerintah saat ini sudah banyak berpihak pada industri dalam negeri.
Salah satunya dengan aturan pemberlakuan kebijakan pengenaan bea masuk tindak pengamanan (BMTP) atau safeguard pada produk pakaian dan aksesoris yang resmi berlaku 12 November 2021 lalu.
Aturan ini tidak hanya berpotensi meningkatkan pangsa pasar di industri pakaian jadi dalam negeri, tapi juga dapat meningkatkan permintaan atau demand di industri hulu seperti kain dan benang.
"Kita optimistis karena pasar domestik juga sudah aman, dan industri kecil menengah (IKM) tekstil saat ini sedang gencar produksi dan ekspor," katanya.
Sementara itu, terkait pasokan batu bara, Ketua Umum Asosiasi Pemasok Batu Bara dan Energi Indonesia (Aspebindo) Anggawira mengatakan Kementerian ESDM telah berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan terkait pemenuhan DMO perusahan batu bara.
Ia menjelaskan bahwa perusahaan tambang yang komitmen DMO kurang dari 76%, keputusannya masih akan menunggu hingga tanggal 31 Januari.
Jika tidak ada progres hingga 31 Januari, untuk pemenuhan DMO 0% hingga 25% pemerintah akan mengambil langkah untuk mencabut izin usaha pertambangan (IUP).
"Setelah tanggal 31 Januari 2022 akan banyak sekali (perusahaan tambang) yang dicabut izinnya. Kalau dihitung 490 IUP yang posisi (DMO) nol (persen) pada Oktober 2021 rekonsiliasi. Ini info terakhir," kata dia kepada Katadata.co.id, Kamis (6/1).