Jokowi Memperluas Kawasan Industri Hijau Jadi 30 Ribu Hektare
Presiden Joko Widodo, atau Jokowi, akan meletakkan batu pertama di Green Industrial Park atau Kawasan Industri Hijau, Kalimantan Utara pada Desember mendatang. Kepala Negara mengatakan, area Green Industrial Park bakal diperluas lantaran banyak peminat.
"Seminggu yang lalu luasnya baru 13 ribu hektare (ha). Kemarin saya dapat info karena permintaan menghasilkan produk hijau semakin banyak, akan kita perluas jadi 30 ribu ha," kata Jokowi dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2021 di Hotel Fairmont Jakarta, Rabu (24/11).
Menurutnya, Green Industrial Park itu akan menjadi yang terbesar di dunia.
Mantan Wali Kota Solo itu menilai, strategi pembangunan ekonomi hijau harus segera dimulai. Pasalnya, Indonesia memiliki kekuatan besar pada sektor ekonomi hijau.
Bahkan, Indonesia memiliki potensi geothermal sebesar 29 ribu megawatt. Kemudian, ada potensi hydropower yang berasal dari 4.400 sungai di Tanah Air.
Jokowi belum mengkalkulasi potensi hydropower tersebut. Namun, potensi hydropower dari Sungai Kayan, Kalimantan Utara mencapai 13 ribu megawatt.
Sementara itu, potensi hydropower dari Sungai Mamberamo, Papua sebesar 24 ribu megawatt.
Ini artinya, potensi hydropwer dari dua sungai saja bisa mencapai 37 ribu megawatt. "Itu hanya dua sungai. Kalau 4.400 sungai, hitung sendiri berapa potensinya," ujar dia.
Apalagi, Indonesia masih memiliki potensi energi angin, bayu, arus bawah laut, dan solar. Adapun, potensi energi baru terbarukan di Indonesia mencapai 418 gigawatt.
Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut mengatakan potensi tersebut harus dikelola secara konisten.
"Kalau kita kelola dengan baik dengan konsistensi dan keberanian untuk terbosan ke sana, ini akan jadi kekuatan ekonomi kita ke depan," ujar dia.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif METI Paul Butarbutar menyebut pada COP 26 di Glasgow November lalu, presiden telah memberikan komitmen pada pengembangan energi terbarukan.
Komitmen tersebut diharapkan bisa meningkatkan minat investor untuk menanamkan modalnya di sektor energi terbarukan di Indonesia.
Selama Indonesia masih mengandalkan fosil, maka investor tidak akan masuk ke Indonesia, atau setidaknya akan mengurangi investor yang datang.
Penyebabnya adalah adanya kekuatan pasar, baik dari sisi konsumen dan investor yang menginginkan produk dengan emisi rendah.
Dengan adanya komitmen pemerintah serta permintaan maka investasi akan mudah masuk. "Dan ini hanya bisa dicapai kalau energi menggunakan pembangkit energi terbarukan," ujar dia kepada Katadata.co.id, Selasa (23/11).
Sebagai informasi, Indonesia telah mengamankan sejumlah investasi berbasis ekonomi hijau dan penanganan dampak perubahan iklim.
Pada Senin (22/11), Denmark sepakat untuk mengembangkan transportasi berbasis energi hijau.
Sementara itu, Inggris juga berencana untuk menanamkan investasi hingga £350 juta (Rp 7 Triliun) selama 10 tahun untuk mendukung ambisi Indonesia dalam menangani perubahan iklim.