Sri Mulyani Khawatir Pasokan Batu Bara untuk Listrik Bila Terus Ekspor
Pemerintah resmi melarang ekspor batu bara mulai 1-31 Januari 2022. Menteri Keuangan Sri Mulyani ikut buka suara terkait keputusan tersebut yang menurutnya sebagai imbas akibat kebijakan domestik market obligation (DMO) yang tidak dipenuhi.
"Kalau DMO kemarin dijalankan harusnya tidak perlu melakukan itu (larangan ekspor batu bara), tapi kan ternyata tidak, karena opportunity untuk ekspornya begitu sangat tinggi dengan harga yang tinggi," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTA, Senin (3/1).
Bendahara negara itu mengatakan, larangan ekspor batu bara bertujuan untuk menjaga keberlanjutan pasokan listik di dalam negeri.
Dia kmenjelaskan pasokan batu bara itu menjaga agar listrik di dalam negeri tetap tersedia. Pilihan ekspor bisa berdampak potensi terjadinya krisis listrik karena ketiadaan batu bara.
"Pilihan yang sulit apakah listrik di Indonesia mati tapi tetap kita ekspor. Kalau listriknya mati dan kita tetap ekspor batu bara, ya Indonesia sendiri yang akhirnya pemulihan ekonominya terancam," kata dia.
Dia menyadari bahwa dua pilihan tersebut menimbulkan dilema bagi pemerintah. Kendati demikian, pihaknya memastikan keputusan akan diambil dengan hati-hati.
Selain itu, menurutnya setiap keputusan tentunya akan disertai pengorbanan. Namun, kebijakan akan dipilih dengan melihat dampaknya yang seminimal mungkin bagi perekonomian dan masyarakat.
Sri Mulyani mengatakan ada beberapa kondisi yang menjadi perhatian pemerintah dalam mengambil kebijakan.
Ini diantaranya dengan tren kenaikan harga batu bara, keputusan DMO, pertimbangan terhadap ketersediaan listrik di dalam negeri, sampai kontrak luar negeri sejumlah perusahaan.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara yang juga hadir dalam agenda yang sama dengan Sri Mulyani mengatakan, larangan ekspor merupakan solusi jangka pendek untuk memastikan ketersediakan pasokan listrik domestik.
"Namun kita juga harus mencarikan solusi jangka menengah dan panjang, dimana batu bara bisa memenuhi kebutuhan domestik namun juga tetap memenuhi permintaan ekspor yang menghasilkan devisa," kata Suahasil.
Sementara itu, dari sisi penerimaan negara, Kepala Badan Kebiajakn Fiskal Febrio Kacaribu memastikan dampak larangan batu bara ini tidak akan signifikan. Hal ini karena laranganan hanya berlaku sementara.
"kalaupu ada, maka dampaknya kepada penerimaan dan ekspor itu juga akan sementara jadi kita cukup nyaman dengan risko yang kita hadapi ke depan," kata dia.
Seperti diketahui, Kementerian ESDM resmi melarang ekspor atau penjualan batu bara ke luar negeri sementara selama satu bulan dari 1-31 Januari.
Seluruh perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B), perusahaan Izin Usaha Pertambangan (IUP) wajib memasok seluruh batu bara untuk kebutuhan di dalam negeri.
Selain melarang ekspor batu bara pada Bulan Ini, Kementerian ESDM meminta para perusahaan tersebut memasok seluruh produksi batu baranya untuk memenuhi kebutuhan listrik untuk kepentingan umum.
Hal ini sesuai dengan kewajiban pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan/atau penugasan dari pemerintah kepada perusahaan dan/atau kontrat dengan PLN dan Independent Power Producer (IPP).
“Dalam hal sudah terdapat batu bara di pelabuhan mulat dan/atau sudah dimuat di kapal agar segera dikirimkan ke PLTU milik grup PLN dan IPP yang pelaksanaannya agar segera diselesaikan dengan PLN,” demikian tertuang dalam surat edaran yang diteken Dirjen Minerba Ridwan Djamaluddin pada Jumat (31/12).