Asosiasi Sepakat Bunga Fintech Pinjaman Produktif Maksimal 30 %

Cindy Mutia Annur
6 Februari 2020, 09:03
Asosiasi Sepakat Bunga Fintech Pinjaman Produktif Maksimal 30 %
Ajeng Dinar Ulfiana|KATADATA
Ilustrasi. Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani, Kepala Grup Inovasi Keuangan Digital Otoritas Jasa Keuangan Triyono Gani,  dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam Indonesia Fintech Summit & Expo 2019 di Jakarta Convention Center,  Jakarta (23/9).

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) telah meresmikan Pusat Data Fintech Lending (Pusdafil) pada akhir bulan lalu. Asosiasi optimistis platfrom tersebut bisa menekan tingkat bunga dan kredit macet atau non performing loan (NPL) fintech menjadi lebih rendah.

Ketua Bidang Institusional dan Humas AFPI Tumbur Pardede mengatakan, saat ini tingkat bunga di masing-masing platform fintech bervariasi. Namun, Asosiasi telah menetapkan bunga pada pinjaman produktif 16 – 30 % per tahun. Sedangkan bunga pinjaman konsumtif dibatasi 0,8 % per hari dengan maksimal bunga dan biaya lainnya tidak lebih dari 100 %.

Menurut dia, Pusdafil akan bisa mengukur dan membantu risiko tingkat bunga. “Kami harapkan potensi kegagalan bayar bisa terukur dan bisa termitigasi, yaitu otomatis bunganya lebih bisa ditekan untuk turun,” ujar Tumbur saat ditemui di Jakarta, Rabu (5/2).

Karena itu, melalui Pusdafil ini juga diharapkan bisa menurunkan tingkat NPL. Hadirnya platform ini akan menyaring para peminjam (borrower) sehingga mengetahui fintech mana saja yang sudah dipinjam dan jumlah nominal pinjaman. Dengan demikian, Pusdafil akan membantu seluruh platform untuk mengukur potensi gagal bayar. Apalagi, Aftech juga bekerja sama dengan sejumlah lembaga credit scoring.

(Baca: Fintech Modalku Target Salurkan Pinjaman Rp 20 T & Berencana Ekspansi)

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tingkat NPL fintech pada Desember 2019 berada di angka 3,65 %, naik dari periode yang sama di tahun sebelumnya yakni 1,45 %. Tumbur menilai, tingkat NPL pada 2019 lalu masih tergolong aman apabila dibandingkan dengan industri keuangan lainnya seperti perbankan.

Bagi Tumbur, hal itu bisa dimaklumi karena industri fintech lending selama beroperasi tiga tahun terakhir tidak memiliki perangkat untuk mengukur risiko gagal bayar tersebut. “Kami bekerja hanya menggunakan alternatif data, ditambah tidak ada jaminan saat memberi pinjaman karena melayani yang unbanked dan unserved. Kami industri yang bermain di risiko tinggi,” ujar Tumbur.

Meski demikian, Asosiasi bakal terus memantau tingkat NPL. Apalagi, kata Tumbur, setiap platform memiliki strategi tersendiri agar tingkat NPL tidak tinggi. Sebab hal itu akan berpengaruh pada kepercayaan pemberi pinjaman (lender).

Data OJK pada awal tahun lalu menunjukkan, pinjaman yang masuk kategori tidak lancar atau belum melakukan pembayaran selama 30-90 hari mencapai 3,17 % dan yang macet atau tidak melakukan pembayaran lebih dari 90 hari mencapai 3,18 %. Perhatikan grafik pada Databoks berikut ini:

Halaman:
Reporter: Cindy Mutia Annur
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...