Direktorat Pajak Jamin Data Transaksi Kartu Kredit Tak Bocor
Upaya Kementerian Keuangan menelisik kekayaan nasabah bank melalui transaksi kartu kredit sempat memunculkan kekhawatiran bocornya data tersebut. Namun Direktorat Jenderal Pajak memastikan daftar tersebut tidak akan tersibak.
Setidaknya, dari 67 instansi yang memberikan informasi kepada Direktorat Pajak, belum ada informasi yang keluar dari lembaganya. “Sampai sekarang belum pernah ada informasi kebocoran,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Pajak Mekar Satria Utama di kantornya, Jakarta, Selasa, 5 April 2016.
Untuk mensukseskan pemantau pajak melalui transaksi kartu kredit, Direktorat Pajak akan menggelar pertemuan dengan Perhimpunan Bank Umum Swasta Nasional (Perbanas) dan Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara). Di situ pihaknya hendak menyamakan persepsi, terutama terkait dasar hukum kebijakan tersebut. (Baca: Diincar Pajak, 22 Bank Wajib Setor Data Transaksi Kartu Kredit).
Selain itu juga membicarakan detail teknisnya. Sebab, setiap bank memiliki sistem Informasi Teknologi yang berbeda terkait penanganan kartu kredit, termasuk istilah yang dipakai. Targetnya, mulai 31 Mei nanti, data nasabah dalam bertransaksi melalui kartu kredit bisa dikirimkan ke Direktorat Pajak.
Direktur Teknologi Informasi Perpajakan Mutamam menambahkan kerahasiaan ini dijamin oleh instansinya berdasarkan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pasal 34 berbunyi, setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh wajib pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Selain itu, kata Mutamam, Otoritas Jasa Keuangan pernah menyampaikan bahwa data transaksi kredit pada dasarnya bukan data yang sifatnya rahasia. Sebab, yang rahasia itu terkait penyimpan dana, sementara transaksi kartu kredit dikategorikan sebagai peminjam. “Ini bukan untuk memajaki. Kalau konsumsi besar, semestinya penghasilannya besar,” ujarnya. (Baca juga: Otoritas Bank Belum Paham Kewajiban Lapor Transaksi Kartu Kredit).
Namun, dia menyadari bahwa data tersebut bukan indikator tunggal. Sebab, akan ada informasi pembanding lainnya, seperti apakah si nasabah punya utang atau penghasilan lain yangg sifatnya final. Lalu akan dibandingkan tingkat konsumsi, penghasilan, dan data lainnya sehingga akan diketahui nilai pajak yang harusnya dibayar.
Sebelumya, Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan Destry Damayanti mengatakan data perbankan ini dibutuhkan untuk mendorong penerimaan negara. Bahkan di negara lain, seperti Singapura dan Swiss, rekening sudah lebih mudah untuk dibuka. Apalagi, kebijakan yang kaku lebih rentan disalahgunakan, termasuk dalam hal kerahasiaan bank. (Baca: LPS Dukung Pelaporan Transaksi Kartu Kredit untuk Pajak).
Bila kerahasiaan bank diterakpakan secara rigid, penelusuran aparat pun akan terhambat, termasuk penelisikan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan. Transparansi seperti ini, kata dia, penting mengingat penerimaan pajak dari wajib pajak orang pribadi masih minim. Tetapi Destry berharap ada komitmen yang tegas dari pemerintah agar data ini tidak tersebar. Selain itu perlu ditetapkan sanksi yang jelas jika terjadi kebocoran.
Sementara Direktur Utama Bank Mandiri Kartiko Wirjoatmodjo meminta agar aturan ini dikaji terlebih dulu dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai otoritas terkait. Dengan begitu, sosialisasi kebijakan tersebut kepada industri perbankan akan lebih jelas. Dia juga meyakini, kebijakan ini tidak akan mengurangi minat nasabah untuk bertransaksi. “Secara individu untuk trasaksi belanja, simple. Yang tidak terkait dengan pidana seharusnya nggak khawatir,” tutur Kartiko.
Kontributor: Desy Setyowati