Sudah Cukup Transparankah Perguruan Tinggi Kita?

Fajri Siregar
Oleh Fajri Siregar
16 September 2022, 10:04
Fajri Siregar
Katadata
Ilustrator: Joshua Siringo Ringo

Kabar dugaan korupsi di Universitas Lampung pada Agustus lalu sejatinya tidak mengejutkan. Pasalnya, kasus rasuah di perguruan tinggi sudah kerap terjadi. Selain itu, publik kerap mempertanyakan transparansi penerimaan mahasiswa melalui jalur mendiri.

Pasca-perkara tersebut, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi memperbaiki proses penerimaan mahasiswa baru dengan harapan lebih objektif, adil, dan mempermudah siswa di dalam prosesnya. Meski langkah ini patut diapresiasi, persoalan yang dihadapi jauh lebih mendasar karena menyangkut transparansi di ranah perguruan tinggi.

Kasus korupsi yang terjadi di Unila hanya satu sampel dari sekian malfungsi manajemen pendidikan lantaran ketiadaan transparansi. Dari gambaran berbagai kasus, yang lebih patut dipersoalkan adalah minimnya bukti pengelola perguruan tinggi untuk menunjukkan rasa tanggung jawab kepada publik dalam bekerja secara transparan.

Untuk memperkuat argumen tersebut, kita perlu melihat lagi beberapa contoh penyimpangan di lingkup perguruan tinggi negeri (PTN).

Contoh pertama yaitu perubahan statuta Universitas Indonesia yang hanya berselang sekian bulan setelah rektor menjabat komisaris alias rangkap jabatan. Alih-alih mengakui kesalahan, keteledoran tersebut justru dibenarkan dengan memperbaiki statuta yang dilanggengkan oleh pemerintah pusat.

Contoh kedua yang tidak diketahui penyelesaiannya hingga saat ini yaitu kasus yang menimpa Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Pada 2020 terjadi kasus pemberian setoran berupa THR oleh UNJ kepada oknum Kementerian Pendidikan tanpa diketahui tujuan dan latar belakangnya.

Selain itu, ICW telah menghimpun data antara 2016 dan 2021 yang menunjukkan bahwa dari 20 kasus korupsi di lingkup perguruan tinggi, negara merugi Rp 789,9 miliar. Nilai tersebut paling besar dibandingkan dengan korupsi di dinas pendidikan atau sekolah, meski jumlah kasusnya lebih sedikit.

Peran Rektorat Melaksanakan Good Governance

Berbagai kasus dan data korupsi di atas harus diletakkan dalam konteks relasi pemerintah pusat yang semakin berjarak dari pengelolaan perguruan tinggi. Pemerintah pusat memang telah memberikan otonomi lebih luas kepada berbagai PTN dengan status badan layanan umum (BLU) atau PTN berbadan hukum (PTN BH).

Pemberian otonomi dilandasi kepercayaan bahwa universitas mampu mengatur tata kelola internal dengan baik. Namun ini tidak bisa menjadi alasan bagi pemerintah pusat untuk lepas tangan.

Sebab, pemerintah pusat memiliki instrumen untuk melakukan pengawasan ketat. Salah satunya adalah dengan skema sanksi yang lebih tegas melalui Standar Nasional Dikti (SN Dikti), sebagai turunan dari standar pendidikan nasional.

Halaman:
Fajri Siregar
Fajri Siregar
Kandidat PhD University of Amsterdam

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...