Risiko Kegaduhan dari Nomenklatur Baru Pertamina

Ari H. Soemarno
Oleh Ari H. Soemarno
18 Februari 2018, 07:34
No image
Ilustrator: Betaria Sarulina
Proses pengisian bahan bakar di salah satu SPBU di Jakarta.

Melalui pemberitaan di media cetak dan elektronika, Deputi Menteri BUMN yang membawahi PT Pertamina (Persero) menyatakan, perubahan organisasi direksi perusahaan itu dilakukan terkait dengan terjadinya kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) dan elpiji (LPG) sejak tahun lalu.

Melihat dari pengalaman selama ini, terjadinya masalah kelangkaan tersebut, terutama atau 90% lebih diakibatkan sistem distribusi yang terbuka sehingga ada disparitas harga antara komoditas subsidi dan nonsubsidi. Hal ini yang memberi peluang luas bagi penyelewengan dan penyalahgunaan di lapangan.

Advertisement

Kelangkaan BBM dan LPG kemudian selalu terjadi dari waktu waktu sejak pola subsidi diterapkan. Dahulu pada waktu penulis menjadi anggota direksi Pertamina, yaitu periode 2004-2006 sebagai Direktur Pemasaran & Niaga dan tahun 2006-2009 sebagai Direktur Utama, malah jauh lebih parah dibandingkan saat ini dimana kelangkaan minyak tanah, Solar dan Premium terjadi silih berganti akibat disparitas harga sangat besar.

Hanya kurang dari 10% dari kelangkaan BBM dan LPG diakibatkan oleh masalah logistik pasokannya. Itupun seringnya akibat disengaja oleh Pertamina sendiri yang harus membatasi pasokan karena kuota subsidi sudah tipis atau habis.

Agar pasokan dapat terus berjalan lancar, maka haruslah pemegang saham yang notabene adalah pemerintah, menyetujui Pertamina untuk “overun” atau melampaui batas kuota subsidi. Namun, hal itu tidak mungkin dilakukan karena kuota subsidi ditetapkan berdasarkan undang undang (APBN) dan kalau ditanggung Pertamina sendiri pasti akan menjadi beban finansial yang tidak mungkin bisa dilakukan perusahaan.

Di lain pihak, Pertamina sendiri tidak punya kemampuan untuk menjadi polisi distribusi BBM dan LPG sehingga dapat mengatasi penyelewengan dan penyalahgunaan. Meski Pertamina memang perlu secara maksimal mengupayakan minimalisasi penyelewengan melalui kerja sama dengan aparat hukum dan sanksi internal yang ketat kalau masih ada pekerja yang terlibat praktik-praktik tersebut.

Jadi, tidak tepat kalau sekarang disimpulkan penyebab utama masalah kelangkaan BBM dan LPG adalah ketidakberesan logistik dan pasokannya, sehingga organisasi dan tata kerja Pertamina perlu dirombak. Ini hasil dari identifikasi permasalahan yang salah total dan menunjukkan adanya misinformasi, naivitas dan simplifikasi permasalahan tersebut.

Nomenklatur baru direksi yang diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Pertamina beberapa hari lalu, akan mengakibatkan perlunya perombakan fundamental struktur organisasi dan tata kerja organisasi khususnya di bagian pemasaran dan niaga. Perombakan itu berdasarkan value chain oriented dari komoditas yang dipasarkan, dijual, didistribusikan sebagai satu kesatuan,  menjadi pemisahan fungsi-fungsi kegiatan di dalam value chain (mata rantai sales & distribution) tersebut menjadi unit independen fungsional yang terpisah-pisah dan tidak di bawah satu koordinasi.

Halaman:
Ari H. Soemarno
Ari H. Soemarno
Mantan Direktur Utama Pertamina (2006-2009)
Editor: Yura Syahrul

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement