Ibarat Mal, E-Commerce Tak Hanya Tempat Belanja

Image title
Oleh Tim Redaksi
11 November 2018, 08:33
Co-Founder & President Bukalapak Fajrin Rasyid
Ilustrator Betaria Sarulina
Co-Founder & President Bukalapak Fajrin Rasyid

Setelah meraih status unicorn yang memiliki nilai valuasi di atas US$ 1 miliar tahun lalu, Bukalapak terus membesarkan usahanya. Terbaru, e-commerce ini berhasil mengumpulkan gross merchandise value (GMV) sebesar Rp 4 triliun per bulan. Seperlima dari GMV tersebut disumbangkan dari penjualan melalui Mitra Bukalapak yang telah berjumlah lebih dari 300 ribu kios/warung.

Bukalapak termasuk dalam jajaran top lima e-commerce di Indonesia berdasarkan trafik dan popularitas. Laporan iPrice pada kuartal ketiga 2018 menempatkan Bukalapak di nomor dua setelah Tokopedia, dengan 95,9 juta kunjungan per bulan.

Advertisement

Co-Founder sekaligus Presiden Bukalapak Muhamad Fajrin Rasyid menyatakan perusahaan yang dipimpinnya tak pernah berhenti melakukan perbaikan dan inovasi. "Agen atau pemilik warung (Mitra Bukalapak) adalah salah satu inovasi kami tahun ini (2018). Akan ada inovasi-inovasi baru ke depan," kata Fajrin dalam wawancara khusus dengan  Tim Katadata.co.id, Jumat (2/11) lalu.

(Baca juga: Fajrin Rasyid Ditunjuk jadi Presiden Bukalapak)

Bukalapak tahun ini pun telah membangun pusat riset teknologi yang akan mengembangkan AI (artificial intelligence), drone delivery, machine learning, IoT, dan blockchain.  Berikut petikan wawancaranya. 

Bukalapak dibangun dari kamar kos dan menjadi unicorn dalam 7 tahun. Apa kunci sukses Bukalapak?

Sama seperti bisnis pada umumnya, kami selalu berusaha fokus pada pelanggan. Dalam bisnis marketplace, pelanggan ada dua yakni pembeli dan penjual. Salah satu yang bisa menjadi contoh, rating pelanggan di Playstore atau Appstore, Bukalapak termasuk yang tertinggi dibandingkan e-commerce lain di Indonesia.

Perjalanan Bukalapak
Perjalanan Bukalapak (Katadata)

Apa yang membedakan Bukalapak dengan e-commerce lain?

Kami berusaha mendengarkan pelanggan sehingga apabila ada masalah kami selalu berusaha menjawab dan menemukan solusi. Kami menggunakan data dalam bisnis operasional, sehingga apabila ada masalah atau kekurangan, kami bisa tepat mengatasinya. 

Apakah ada unit khusus untuk mengatasi permasalahan pelanggan?

Kami punya unit khusus customer satisfaction. Tapi di Bukalapak itu kami tidak hanya melayani kebutuhan pelanggan, kami gabungkan dengan data. Kami bisa tahu misalnya dari 100 keluhan, kami bisa mem-breakdown ternyata 30% di bidang A, dan 30% lainnya di bidang B.

Sehingga kami bisa menganalisis permasalahan. Dari permasalahan tadi kemudian dilempar ke divisi terkait.  Secara rutin, setiap hari kami pantau data. Kami membuat pertemuan mingguan di tingkat manajemen di mana salah satunya membahas insight atau temuan maupun masukan pelanggan.

Masukan apa saja dari pelanggan yang paling dominan?

Lumayan banyak, misalnya logistik karena masalah ini melibatkan pihak ketiga. Kebanyakan e-commerce, termasuk Bukalapak lebih banyak bekerja sama dengan pihak ketiga yakni perusahaan logistik. Maka terkadang, keluhan yang banyak diterima dari pelanggan di antaranya misalnya barang yang belum sampai. Jadi kami berkoordinasi dengan perusahaan logistik untuk mengetahui status pengiriman tersebut.

(Baca juga: Tokopedia dan Bukalapak Dominasi Pasar E-Commerce Indonesia)

Seberapa besar pemanfaatan big data dalam bisnis Bukalapak?

Sangat besar karena kami perusahaan teknologi maka kami sadar data bukan lagi hal penting, tapi hal yang inti dalam bisnis kami. Sehingga hampir setiap tim development di Bukalapak ada orang atau tim terkait data.

Operasional bisnis kami dijalankan berdasarkan data atau istilahnya data driven atau data inform. Setiap keputusan kami melihat terlebih dulu melihat datanya seperti apa. Itu lah bisa dibilang seberapa penting data.

Apakah ada peluang startup baru mengikuti jejak model e-commerce yang ada saat ini?

Pelaku baru yang mau membuat e-commerce semacam Bukalapak, maka perlu memiliki diferensiasi atau keunikan sendiri. Saya beberapa kali menjadi mentor kompetensi startup, ada yang memiliki ide membuat marketplace tapi khusus dari produk-produk daerah.

Pertanyaan saya, apa bedanya dengan Bukalapak atau e-commerce lain? Dia bilang itu khas daerah saya. Tapi keunikan itu bukan karena khas daerah ini atau lainnya, tapi harus ada perbedaan yang spesifik. Bila tidak bisa sediakan perbedaan itu jangan buat e-commerce, tapi buat startup lain yang belum ada.

Tips buat startup baru agar berhasil?

Bagaimana bisa memenuhi kebutuhan pelanggan. Jangan membuat sesuatu yang baru tapi tidak dibutuhkan pelanggan. Ada baiknya bila mau buat startup perlu riset dulu mengenai kebutuhan pelanggan. Katakan semacam target pasarnya. Misalnya startup dengan target mahasiswa, buat survei tanyakan apakah mahasiswa membutuhkan solusi yang mau kita bangun.

Bagaimana sebaran penjual dan pembeli di Bukalapak, apa masih terpusat di Jawa?

Di Pulau Jawa masih lumayan besar karena faktor geografis, lebih mudah mengirim ke Pulau Jawa apalagi antarkota. Tapi persentase di luar Pulau Jawa ini naik. Artinya orang dari daerah lain mulai menyadari pentingnya e-commerce. Di saat yang sama kondisi infrastruktur Internet semakin baik sehingga mendorong penetrasi e-commerce yang lebih baik.

Berapa persen sebaran penjual dari Jawa?

Yang bisa saya share masih di atas 60%. Secara persentase yang luar Jawa naik lebih cepat dibanding dengan Pulau Jawa.

Pemerintah sedang berusaha membatasi peredaran produk impor di marketplace, bagaimana kesiapan Bukalapak?

Bukalapak sebagai tempat penjualan, tidak berbeda dibanding mal atau pasar offline. Barang yang dijual di Bukalapak, apabila ada barang impor itu pun sudah berlokasi di Indonesia.

Jadi permasalahannya bukan membatasi barang impor di Bukalapak, tapi bagaimana kebijakan ekspor impor di negara ini sendiri. Selain itu, bagaimana pemerintah bisa memberikan insentif bagi lebih banyak produsen lokal untuk memanfaatkan platform online seperti Bukalapak.

Ada beberapa wacana untuk menekan impor, seperti kuota barang impor maksimal 20%, kewajiban SNI hingga insentif bagi e-commerce yang mengutamakan produk lokal. Apa yang paling efektif?

Saya kira, semuanya perlu dianalisis lebih dalam lagi. Misalnya kuota, saya masih belum yakin implementasinya akan seperti apa. Begitu pun dengan SNI.

Insentif sesuatu hal yang baik, tapi yang menjadi masalah bukan bagaimana e-commerce menjual lebih banyak barang lokal. Tapi bagaimana produsen barang lokal semakin banyak.

Jadi bagaimana mendorong produsen dalam negeri memproduksi lebih banyak. Selain itu bagaimana produsen lokal semakin banyak mau bergabung dengan platform online seperti Bukalapak.

Bagaimana Bukalapak mendorong pelapak produsen bersaing dengan para importir?

Bukalapak memberi penghargaan bagi penjual yang sekaligus jadi produsen. Kami sering mengadakan kegiatan penghargaan, peliputan, sosialisasi profil pelapak dengan harapan bisa menjadi inspirasi bagi pelapak lain atau orang yang belum berjualan.

Bagaimana perkembangan pusat riset teknologi yang sedang dibangun Bukalapak di Bandung?

Pusat riset ini hampir selesai, semoga dalam satu-dua bulan ke depan. Sekarang sedang dalam tahap development pembangunan gedungnya. Pusat riset ini akan penting bagi pertumbuhan teknologi di Bukalapak maupun industri pada umumnya. Kami bekerja sama dengan kampus di Bandung, sehingga harapan kami bisa memunculkan temuan-temuan baru yang bisa bermanfaat bagi Bukalapak dan industri pada umumnya.

Apa target pusat riset ini?

Bila membicarakan riset, targetnya tentu jangka panjang. Targetnya lebih ke temuan baru untuk kemudian temuan ini bisa improve sehingga bisa diproduksi atau bisa diimplementasikan dalam bisnis.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement