Artidjo Alkostar, Mantan Hakim Agung di Bursa Dewan Pengawas KPK
Presiden Joko Widodo menyebut beberapa nama yang akan dilantiknya sebagai Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Di antaranya ada Artidjo Alkostar, Albertina Ho dan Taufiequerachman Ruki.
Pelantikan Dewan Pengawas akan dilakukan bersamaan dengan lima komisioner KPK periode 2019-2023 pada Jumat (20/12). Menurut Jokowi, ada lima orang yang akan menjadi Dewan Pengawas KPK.
Presiden telah mengantongi nama-nama tersebut, namun belum difinalkan. “Ada dari hakim, ada dari jaksa, ada dari mantan KPK, ada dari ekonom, ada dari akademisi, ada dari ahli pidana," kata Jokowi dalam diskusi dengan wartawan di Balikpapan, Rabu (18/12) dikutip dari Antara.
Artidjo Alkostar adalah mantan hakim agung. Jabatan tertingginya adalah Ketua Muda Mahkamah Agung (MA) bidang Pidana. Ia pension pada Mei 2018 setelah 18 tahun mengabdi.
Pria asal Situbondo ini dikenal karena pernah mengadili kasus korupsi yang melibatkan para tokoh, seperti Anas Urbaningrum, Angelina Sondakh, Akil Mochtar, hingga Sutan Bhatoegana. Banyak di antaranya yang mendapat vonis lebih berat dari Artidjo.
Angelina Sondakh misalnya. Ia mendapat vonis 12 tahun dalam sidang kasasi yang dipimpin Artidjo. Padahal, vonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Pengadilan Tinggi hanya 4,5 tahun penjara.
(Baca: Agus Rahardjo Sambut Positif Artidjo Jadi Dewan Pengawas KPK)
Begitu juga Anas Urbaningrum yang oleh Pengadilan Tipikor divonis 8 tahun penjara. Tak puas setelah mendapat vonis 7 tahun penjara dari Pengadilan Tinggi Jakarta, ia mengajukan kasasi. Namun, Artidjo justru menggandakan hukumannya menjadi 14 tahun penjara.
Artidjo juga menguatkan hukuman seumur hidup bagi mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Sedangkan hukuman bagi Luthfi Hasan Ishaaq dinaikkannya dari 16 tahun menjadi 18 tahun, sesuai tuntutan Jaksa.
Punya reputasi tinggi sebagai Hakim Agung, Artidjo rupanya pernah bercita-cita untuk menjadi mahasiswa Fakultas Pertanian UGM, namun ia terlambat mendaftar. Seorang kolega kemudian menyarankan Artidjo untuk mendaftar ke Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta.
Dikutip dari Kompas, Artidjo setuju untuk mendaftar UII dan menunggu pendaftaran masuk UGM dibuka pada tahun berikutnya. “Sekalian juga untuk menyesuaikan dengan kehidupan kota Yogyakarta, daripada di Situbondo saya bengong,” ujarnya.
Seiring waktu, ia justru menikmati belajar hukum di UII dan melupakan cita-citanya menjadi insinyur pertanian. Setelah lulus dari UII, melanjutkan studi hukum di Northwestern University, Chicago dan studi doktoralnya di Universitas Diponegoro, Semarang.
(Baca: Albertina Ho, Hakim Kasus Gayus yang Jadi Calon Dewan Pengawas KPK)
Artidjo memulai kariernya sebagai seorang advokat. Ia juga pernah menjadi Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta dari tahun 1989 hingga 1993. Perjalanannya sebagai Hakim Agung bermula dari telepon dari temannya, Yusril Ihza Mahendra.
Pada tahun 2000, Artidjo yang memiliki latar belakang sebagai hakim nonkarier dan advokat ini ditantang oleh Yusril untuk mendaftar sebagai hakum agung. Artidjo pun sempat ragu karena dia adalah advokat. Ternyata ia berhasil lulus dan diterima menjadi Hakim Agung di Tim Garuda yang mengatasi perkara pidana.
Selanjutnya, pada 2008 hingga 2014 ia ditunjuk menjadi Ketua Muda Pidana Umum. Akhirnya, pada 2014, Mahkamah Agung memberi kepercayaan pada Artidjo untuk menjadi Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung hingga masuk masa purnabakti.
Mengisi masa purnabakti, Artidjo menjadi dosen hukum di almamaternya, UII Yogyakarta, kemudian mengurusi tanah dan warungnya di Madura. “Terakhir untuk memilihara kambing di Situbondo,” ujarnya kepada Gatra.
Kini, pencalonan Artidjo sebagai anggota Dewan Pengawas KPK mendapat respons positif. “Bagus kalau pak Artidjo karena kami kenal sangat bagus,” kata Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi KPK Agus Rahardjo.
(Baca: Jokowi Sebut Artidjo hingga Ruki sebagai Calon Dewan Pengawas KPK)
Penulis: Amelia Yesidora (Magang)