Sinyal Lemah Prospek Dagang Indonesia Pasca-Kemenangan Biden

Rizky Alika
9 November 2020, 19:29
Kevin Lamarque Calon presiden Amerika Serikat dari Demokrat Joe Biden menarik turun masker pelindungnya saat ia berbicara dalam acara kampanye di Philadelphia, Pennsylvania, Amerika Serikat, Minggu (1/11/2020).
ANTARA FOTO/REUTERS/Kevin Lamarque/WSJ/cf
Kevin Lamarque Calon presiden Amerika Serikat dari Demokrat Joe Biden menarik turun masker pelindungnya saat ia berbicara dalam acara kampanye di Philadelphia, Pennsylvania, Amerika Serikat, Minggu (1/11/2020).

Kandidat presiden dari Partai Demokrat, Joe Biden telah mengalahkan petahana Donald Trump pada Pemilu Amerika Serikat (AS). Sejumlah pihak pun memproyeksikan dampak kemenangan Biden terhadap perdagangan di tingkat global maupun di Indonesia.

Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet menilai, perang dagang akan berakhir di bawah kepemimpinan Biden. Proyeksi tersebut dengan mempertimbangkan penjelasan implisit Biden selama masa kampanye.

Kemungkinan besar, Biden akan melakukan renegosiasi kesepakatan dagang dengan Tiongkok. "Apapun bentuk negosiasinya, besar kemungkinan bentuknya bukan "perang dagang" yang kental dengan proteksi dagang melalui peningkatan tarif," kata Yusuf kepada Katadata.co.id Senin (9/11).

Hal ini berpotensi meningkatkan proyeksi perdagangan internasional serta berdampak positif terhadap proyeksi ekonomi global. Jika proyeksi ekonomi global meningkat maka berdampak positif terhadap prospek pertumbuhan ekonomi Tiongkok.

Sementara, jika Tiongkok diperkirakan akan mengalami pertumbuhan positif, dampaknya akan terjadi pada Indonesia sebagai salah satu mitra dagang utama.

Dampak lainnya, tensi geopolitik global diperkirakan bakal sedikit mereda. Sebab, Biden diketahui akan mengedapankan negosiasi atau dialog terhadap beberapa isu penting, seperti nuklir Iran.

Dengan kondisi geopolitik yang stabil, unsur ketidakpastian akan semakin mengecil. "Dampak positifnya, bisa ke pasar keuangan, pasar keuangan akan less volatile dibandingkan sebelumnya," ujar dia.

Namun, lanjut dia, berakhirnya perang dagang tidak akan menghilangkan peluang Indonesia untuk menarik potensi relokasi investasi dari Tiongkok. Sebab, pandemi Covid-19 mengajarkan kepada banyak pelaku usaha dan investor untuk tidak banyak bergantung pada Tiongkok. Ini artinya, perlu ada diversifkasi rantai pasok yang tersebar dan tidak terpaku di satu negara saja.

Di sisi lain, terpilihnya Biden diproyeksikan bakal membuka peluang Indonesia untuk melakukan renegosiasi dagang dan investasi. Oleh karenanya, ia menilai pemerintah perlu membuktikan Undang-Undang Cipta Kerja dapat menarik investasi dari Negeri Paman Sam.

Sementara itu, AS diperkirakan keluar dari resesi dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 33% pada kuartal III 2020. Simak Databoks berikut:

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho memperkirakan, tensi perang dagang justru akan meningkat. Perkiraan ini berdasarkan sikap Biden saat mengkritisi kebijakan Trump melalui perjanjian perdagangan fase satu antara US-Tiongkok.

"Bahwa kesepakatan phase one dengan Tiongkok tidak bisa meningkatkan industri atau produksi di dalam negeri. Perdagangan dengan Tiongkok akan terus meningkat. Dikatakan seperti cek kosong," ujar dia.

Selanjutnya, ia memperkirakan Biden akan menggandeng sekutu AS untuk bersama-sama menerapkan perang dagang kepada Tiongkok. Tak hanya itu, Biden akan melanjutkan kebijakan restriktif terhadap ekonomi. Hal ini akan menjadi tantangan bagi perdagangan antara Indonesia dan AS.

Sebagaimana diketahui, Biden akan menerapkan rencana Buy American. Dalam hal ini, ia akan meningkatkan kandungan lokal terhadap produk yang dijual di Amerika. Oleh karenanya, hal ini menjadi salah satu restriksi bagi produk dari luar Negeri Paman Sam.

Di sisi lain, pengadaan infrastruktur juga akan menggunakan produk AS dan produk yang diproduksi di dalam negeri. Tak hanya itu, AS juga akan melanjutkan program pemulihan ekonomi dengan mendukung pembelian barang domestik senilai US$ 400 miliar.

Kebijakan Biden yang diperkirakan lebih memiliki preferensi terhadap perdagangan regional diperkirakan bakal berdampak pada Indonesia. "Ruang kerja sama bilateral kedua negara akan lebih ketat," ujar Andry.

Namun, ia memperkirakan masih ada peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke AS. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor nonmigas Indonesia pada Januari-September 2020 mencapai US$ 13,5 miliar. Ekspor tersebut memberikan kontribusi sebesar 12,14% terhadap total ekspor nonmigas Indonesia.

Potensi Investasi

Bagaimanapun, Andry memperkirakan investasi asing langsung (Foreign Direct Investment) asal AS akan meningkat di beberapa negara. Sebab, Biden akan menurunkan pajak minimum bagi perusahaan AS di luar negeri. Hal ini untuk mencegah perusahaan AS lari ke negara safe haven.

"Ini bisa jadi peluang investasi ke negara berkembang," katanya.

Di sisi lain, relokasi industri perusahaan dari Tiongkok diperkirakan terus berlanjut seiring peningkatan tensi perang dagang. Hal ini juga diharapkan dapat menjadi peluang bagi Indonesia.

Berikut adalah Databoks investasi As di Indonesia:

Tak hanya itu, era rantai pasok yang dimotori oleh Negeri Tirai Bambu diperkirakan bakal berakhir setelah pandemi Covid-19. Oleh karena itu, peluang relokasi industri dari Tiongkok diperkirakan semakin meningkat.

Namun, seluruh hal tersebut tidak akan langsung terjadi saat Biden memimpin. Sebab, Andry memperkirakan ada masa transisi yang rumit dari kepemimpinan Trump ke Biden sehingga akan menimbulkan turbulensi dan ketidakpastian yang tinggi.

"Di Senat, Partai Republik juga masih unggul. Oleh karena itu, beberapa kebijakan Biden tidak akan semulus yang diharapkan," ujar dia.

Sementara itu, Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal melihat, industri AS masih mungkin melakukan relokasi ke Indonesia. "Indonesia menjadi alternatif, dan ke depan industrinya pindah ke sini," katanya. Menurutnya, industri yang berpeluang masuk ke Tanah Air ialah industri farmasi hingga industri otomotif, yaitu Tesla.

Di sisi lain, AS juga berencana memperkuat komitmennya dengan Indonesia. Ini terbukti dari rencana kerja sama antara Indonesia-AS yang tengah didiskusikan oleh Kementerian BUMN, Kementerian Perdagangan, dan lainnya.

Tak hanya itu, Fithra menilai Indonesia memiliki peranan penting di mata AS. Sebab, baik Biden maupun Trump ingin mengurangi ketergantungan Tiongkok di AS. "Indonesia berperan sebagai penyeimbang pengaruh Tiongkok," ujar dia.

Reporter: Rizky Alika
Editor: Pingit Aria

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...