Jelang Lengser, Trump Sasar Alibaba dan Tencent dalam Daftar Hitam
Memasuki hari-hari terakhirnya sebagai Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump masih melanjutkan perangnya terhadap perusahaan-perusahaan teknologi Tiongkok. Ia kini dikabarkan tengah mempertimbangkan untuk memasukkan Alibaba dan Tencent dalam daftar hitam investasi.
Mengutip Reuters, apabila kedua raksasa teknologi asal Tiongkok itu benar-benar masuk daftar hitam, maka investor AS tidak akan bisa membeli saham Alibaba dan Tencent mulai November 2021.
Pejabat Departemen Pertahanan AS yang berwenang dalam penetapan daftar hitam belum bisa menuruti rencana Trump. "Mereka saat ini sedang membahas penambahan perusahaan Tiongkok lainnya ke dalam daftar," kata sumber Reuters pada Kamis (7/1).
Beberapa kalangan juga meragukan tindakan Trump itu. Sebab, Alibaba dan Tencent cukup berpengaruh sebagai perusahaan teknologi global. Terlebih, apabila langkah ini dilakukan, maka akan menyulut ketegangan antara AS dan Tiongkok pada masa jabatan presiden pengganti Trump, yakni Joe Biden. Sementara, pelantikan Biden rencananya akan digelar pada 20 Januari 2020.
Beberapa investor juga menyatakan keraguannya terkait dengan tindakan Trump itu. Menurut Ketua Caldwell Investment Management yang juga sebagai investor di New York Stock Exchange Thomas Caldwell, kedua perusahaan itu mempunyai nilai investasi yang besar di AS. Nilai gabungan keduanya mencapai US$ 1,3 triliun. Angka tersebut dipegang secara luas oleh investor di AS.
Apabila keduanya masuk daftar hitam investasi, akan terjadi pukulan besar pada pasar keuangan ke pasar saham di AS. "Ini adalah kebijakan yang sangat buruk dan akan ada cukup uang di Asia, banyak dan semakin besar, sehingga orang tidak boleh memaksa perusahaan-perusahaan ini keluar dari AS," kata Caldwell.
Sedangkan, analis di DZT Research mengatakan bahwa sulit untuk mengukur dampak yang akan terjadi apabila Trump melanjutkan kebijakan itu. "Diperlukan lebih detail rencana kebijakan untuk menilai dampaknya, seperti definisi investor AS dan tempat perdagangan dari entitas yang terdaftar yang terkena larangan, dan yang lebih penting alasan larangan tersebut," katanya dikutip dari Financial Times pada Kamis (7/1).
Kabar rencana masuknya Alibaba dan Tencent sebagai daftar hitam investasi membuat saham kedua perusahaan anjlok di bursa pada Kamis (7/1). Saham Alibaba turun 3,9% di Bursa Efek Hong Kong. Saham Alibaba yang terdaftar di AS ditutup turun lebih dari 5%. Sedangkan Tencent kehilangan saham sebesar 4,7%.
Berikut adalah Databoks merek-merek dengan kapitalisasi terbesar dunia yang didominasi oleh Amerika Serikat dan Tiongkok:
Alipay hingga Huawei Telah Jadi Korban
Sebelumnya, AS telah memasukkan 35 perusahaan Tiongkok ke dalam daftar hitam baik perdagangan maupun investasi. Beberapa diantaranya seperti raksasa teknologi asal Tiongkok Huawei, pembuat chipset SMIC, raksasa minyak CNOOC, terbaru platform teknologi finansial (fintech) besutan Jack Ma, Alipay.
Pekan ini, Trump telah menandatangani perintah eksekutif yang melarang Alipay di AS. “Ini bertujuan mengantisipasi ancaman bagi warga Amerika yang ditimbulkan oleh aplikasi Tiongkok, yang memiliki basis pengguna besar dan akses ke data sensitif,” kata pejabat senior pemerintahan yang tidak disebutkan namanya, dikutip dari Reuters, Rabu (6/1).
Berdasarkan data Sensor Tower, aplikasi Alipay diunduh 207 ribu kali di AS selama tahun lalu. AS khawatir, perangkat lunak ini memanfaatkan data pribadi warga Amerika.
"Pengumpulan data memungkinkan Tiongkok untuk melacak lokasi karyawan dan kontraktor federal, serta membuat berkas informasi pribadi," demikian tertulis pada dokumen pemblokiran tersebut.
Selain Alipay, AS memblokir VMate milik Alibaba Group. Selain itu, CamScanner, SHAREit, Tencent QQ, UCWeb, WeChat Pay, dan WPS Office.
Setelah penandatanganan perintah eksekuti tersebut, Departemen Perdagangan AS akan menentukan jenis transaksi apa saja yang dilarang, dalam 45 hari.
Huawei sudah terlebih dahulu masuk daftar hitam terkait perdagangan AS sejak 2019. Pemerintah Negeri Paman Sam menilai, Huawei dapat mengancam keamanan AS.
Akibat kebijakan itu, ponsel dan tablet Huawei yang diluncurkan setelah pertengahan Mei 2019 tidak akan didukung Google Mobile Services (GMS) seperti Gmail dan YouTube.