Strategi Investasi Berkelanjutan atau ESG di Pasar Modal

Riki Frindos
Oleh Riki Frindos
22 Agustus 2020, 11:00
Riki Frindos
Ilustrator: Joshua Siringo Ringo | Katadata
Warga melintas di samping layar yang menampilkan infornasi pergerakan harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (13/3/2020). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan hari Jumat (13/3/2020) sore, ditutup menguat 11,82 poin atau 0,24 persen ke posisi 4.907,57, Meski ditutup menguat hari ini, IHSG masih tercatat turun 10,75 persen dalam sepekan terakhir.

ESG adalah strategi dan produk investasi yang bertumbuh paling cepat di seluruh dunia dalam beberapa tahun terakhir.  Investasi ESG memiliki sejarah panjang, dan bermula dari investasi yang sekadar mempertimbangkan aspek etis, seperti menghindari investasi pada perusahaan rokok atau minuman keras. Kemudian, dalam 10 hingga 15 tahun terakhir berkembang mengadopsi berbagai aspek berkelanjutan (sustainability), dan melahirkan berbagai inovasi di pasar modal.

Investasi berkelanjutan pada dasarnya adalah investasi yang dilakukan dengan mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan, selain faktor keuangan tentunya. Karena itu, saat ini investasi berkelanjutan, terutama dalam konteks pasar modal, lebih dikenal sebagai investasi ESG (environment, social, governance).

Advertisement

Faktor-faktor terkait lingkungan (E) misalnya, pengelolaan emisi karbon, konservasi energi, keanekaragaman hayati, pengelolaan sampah, polusi, dan lain sebagainya. Contoh dari faktor sosial (S), termasuk mendorong kesetaraan gender, pemberdayaan dan pelibatan komunitas, berlaku adil terhadap karyawan, menjaga integritas dan kerahasiaan nasabah, dan lain-lain.  Sementara, dari sisi tata kelola (G), perusahaan dapat dinilai dari independensi dewan komisaris dan direksi, kompensasi manajemen yang adil dan transparan, dan aspek tata kelola lainnya.

Hubungan Timbal Balik Antara Portofolio Investasi dengan Lingkungan dan Sosial

Ada dua perspektif mengenai keterkaitan ESG dan investasi, yaitu perspektif “impact OF portfolio” dan “impact ON portfolio.”

Impact OF portfolio memandang bagaimana portfolio investasi memberikan dampak, terutama dampak negatif, pada lingkungan dan masyarakat. Investasi berkelanjutan pada awalnya menggunakan cara pandang ini, dan sebagian besar masyarakat, regulator, atau NGO melihat dari perspektif ini. Tujuannya adalah agar investasi dan bisnis tidak merugikan masyarakat, tidak merusak lingkungan.

Sementara impact ON portfolio melihat sebaliknya, bagaimana isu-isu lingkungan dan sosial memberikan dampak, positif atau negatif, pada portofolio investasi. Misalnya, jika perusahaan tidak mempedulikan dampak polusi, maka pada akhirnya ini akan memberikan konsekuensi finansial pada perusahaan, baik dari masyarakat, regulator, konsumen, atau perubahan lanskap bisnis.

Tidak hanya risiko tapi juga kesempatan. Perusahaan energi yang menyelaraskan bisnisnya dengan tren perubahan iklim, misalnya, akan mengambil kesempatan untuk berinvestasi di bidang renewable energy dan mengurangi bisnis batu bara, karena bahan bakar ini kelak akan ditinggalkan konsumen, dan dibatasi regulator.

Nah, perkembangan pesat investasi ESG belakangan ini lebih banyak dipicu oleh pendekatan yang kedua, yaitu investor ingin menghindari risiko serta mencari kesempatan dari faktor-faktor ESG. Hal ini merupakan fiduciary duty, atau tanggung jawab investor atau fund manager kepada pemilik dana yang dikelolanya.

Dapat disimpulkan, kedua pendekatan yang datang dari arah berbeda ini bertemu di tengah. Dengan kata lain, if you do not harm the environment and society, if you do good to the environment and society, they will somehow reward you. Berbagai studi dan riset menunjukkan bahwa, dalam jangka panjang, kinerja perusahaan dan investasi yang mengadopsi prinsip ESG akan lebih baik daripada kinerja pasar.

Memahami Berbagai Strategi Investasi ESG

Secara umum strategi investasi ESG atau investasi berkelanjutan terbagi dalam dua kategori besar. Yang pertama, investasi yang bertanggung jawab (responsible investing), investasi yang menghindari dampak negatif pada lingkungan dan social (do no harm).  Yang kedua, yaitu investasi yang juga bertujuan memberikan dampak positif pada lingkungan dan social (do good), atau investasi berdampak (impact investing).

Mari kita kenali satu per satu dari tujuh ESG yang biasa dipraktikan di pasar modal, yang satu sama lain terkadang beririsan.

1. Exclusionary

Strategi yang kadang disebut juga sebagai negative screening ini, cukup sederhana, dan paling awal digunakan investor namun masih cukup dominan hingga saat ini.

Sesuai namanya, strategi ini meng-exclude atau men-screen out perusahaan-perusahaan atau objek investasi yang bisnisnya dianggap berdampak negatif terhadap lingkungan atau sosial. Bisnis yang dianggap negatif secara lingkungan dan sosial biasanya, rokok, batu bara, senjata pemusnah massal, perjudian, dan lain-lain.

Investor juga bisa mendefinisikan sendiri bagaimana mereka menyaring perusahaan-perusahaan yang dianggap memberikan dampak negatif pada sosial dan lingkungan.

2. Best in Class

Strategi yang kedua adalah best in class atau positive screening. Sesuai namanya, strategi ini menilai dan meranking perusahaan-perusahaan berdasarkan faktor-faktor ESG, lingkungan, sosial, dan tata kelola. Kemudian, investor memilih hanya berinvestasi pada perusahaan yang nilai ESGnya tinggi.

Apa yang membedakan strategi ini dengan strategi yang pertama? Strategi ini bisa saja berinvestasi pada sektor yang dianggap “negatif” seperti batu bara, namun hanya perusahaan batu bara yang nilai ESG-nya paling tinggi. Sebaliknya, investor tidak mesti berinvestasi pada semua perusahaan yang bisnisnya dianggap “positif”, misalnya perusahaan renewable energy, jika ranking ESG-nya rendah.

 3. ESG Integration

ESG integration merupakan strategi yang berkembang paling pesat belakangan ini. Sesuai namanya, pada strategi ini investor atau manajer investasi “mengintegrasikan” berbagai faktor lingkungan, sosial, dan tata kelola ketika mereka menganalisa sebuah perusahaan.

Para analis atau manajer investasi akan melakukan analisa aspek-aspek ESG sebuah perusahaan, dan kemudian melakukan penyesuaian sebelum mengambil keputusan investasi. Risiko ESG yang tinggi akan berpotensi menurunkan penjualan dan/atau menaikkan biaya, sehingga forecast penjualan dan laba harus disesuaikan.

Bisa saja risiko tersebut tidak bisa secara akurat direfleksikan dengan menyesuaikan forecast penjualan atau biaya. Dalam situasi ini biasanya penyesuaian dilakukan pada valuasi. Misalnya, dengan menurunkan target PE, menaikkan risk premium.

Praktik ESG integration berbeda antara satu fund manager dan fund manager lainnya, dapat dilakukan secara kuantitatif maupun kualitatif. Secara umum, tidak sesistematis strategi nomor satu dan dua.

Halaman:
Riki Frindos
Riki Frindos
Direktur Eksekutif Yayasan KEHATI
Editor: Redaksi

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement