Soal UU Cipta Kerja, DPR Harus Revisi UU Pembentukan Undang-Undang
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dinilai harus segera melakukan perubahan atas Undang-Undang no.12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Ini terkait dengan perintah MK untuk merevisi UU Cipta Kerja.
Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana mengatakan perubahan UU PPP dapat menjadi landasan baku dalam perbaikan UU Cipta Kerja. Selain itu materi UU Cipta Kerja harus sesuai dengan aspriasi kepentingan publik dan bukan semata pada kepentingan investasi.
Denny menilai putusan MK memiliki kesan ambigu karena UU Cipta Kerja yang dinilai cacat formil dan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 justru diberi ruang untuk berlaku setidaknya dua tahun. Denny menilai MK seharusnya tegas dalam membatalkan UU Cipta Kerja dan tidak menjadikan ruang perbaikan.
Dalam sidang pembacaan putusan MK Kamis (25/11) sebanyak 10 dari 12 putusan dinyatakan kehilangan objek. Pasalnya, putusan MK pada perkara Nomor 91/PUU-XVIII/2020 sudah menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Hal ini kemudian disoroti oleh Denny dengan menyebutnya sebagai ambiguitas kedua. Denny mempertanyakan objek mana yang disebut hilang karena UU Cipta Kerja setidaknya masih berlaku selama dua tahun.
"Tegasnya, UU Ciptaker mungkin masih berlaku dalam maksimal dua tahun itu, sehingga objek uji materi seharusnya masih ada, dan menjadi tidak konsisten alias ambigu ketika dikatakan “kehilangan objek” untuk diuji isi UU tersebut," ujar Denny dalam keterangan resmi pada Jumat (26/11).
Kemudian terdapat larangan untuk menerbitkan kebijakan "strategis yang dapat berdampak luas". Denny mengatakan kata "strategis" dan "berdampak luas" masih ambigu dan tidak jelas terkait batasannya.