• Pemerintah terus membahas rencana Menteri Marves Luhut Pandjaitan yang ingin memberikan subsidi motor listrik hingga Rp 6,5 juta per unit.
  • Mekanisme subsidi tidak harus berbentuk pencairan dana APBN tetapi bisa juga melalui pemotongan pajak atau bea masuk.
  • Besaran subsidi harus disesuaikan berdasarkan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) tiap pabrikan untuk melindungi industri lokal.

Pemerintah Indonesia kian serius mendorong transisi energi. Selain rencana pensiun dini PLTU melalui proyek Just Energy Transition Partnership (JETP), pemerintah juga menyasar transisi di sektor hilir. 

Rencana ini muncul ketika pemerintah sedang menekankan komitmennya ke dalam kendaraan listrik. Saat menjadi tuan rumah pertemuan Kelompok 20 (G20) di Bali pada November 2022, misalnya, pemerintah menunjukkan komitmen ini secara simbolis lewat bus dan mobil listrik yang digunakan untuk mengantar-jemput para delegasi.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Panjaitan mengatakan pemerintah berencana memberikan subsidi pembelian motor dan mobil listrik. Subsidi rencananya dianggarkan mencapai Rp 6,5 juta per unit sepeda motor. Namun, pemerintah belum memutuskan jumlah subsidi pembelian baik untuk motor maupun mobili listrik.

Luhut mengatakan insentif dibutuhkan untuk mengembangkan industri motor dan mobil listrik di Indonesia. Pemerintah berambisi memproduksi motor listrik mencapai 1,2 juta unit dan mobil listrik sebanyak 75.000 unit pada 2024. Adapun  realisasi produksi kendaraan listik saat ini baru mencapai 5.000 unit mobil dan 23.000 unit motor. 

Menurut Luhut, Indonesia memiliki potensi yang besar karena memiliki pangsa pasar berupa penduduk yang mencapai 280 juta orang dengan 60 juta orang di antaranya kelas menengah. 

"Saya bahkan bilang itu bisa dinaikkan jadi 1,5 juta unit," ujarnya.

Subsidi kendaraan listrik bisa jadi faktor penting adopsi motor listrik. Pasalnya, saat ini harga motor listrik masih cukup mahal. Motor Gesits bikinan Wijaya Karya misalnya, dibanderol Rp 28 juta, sedangkan Viar yang kini banyak dipakai pengemudi ojek online dipatok seharga Rp 18 juta. Merek Alva One buatan Indika Energy kini jadi motor paling mahal yang dibanderol Rp 34,9 juta. 

Kendati Menteri Luhut sudah menyebut angka besaran subsidi, kebijakan ini masih harus menunggu lampu hijau dari Kementerian Keuangan. Luhut dan Sri Mulyani harus duduk bersama untuk membahas besaran subsidi dan mekanismenya. 

Plt. Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Wahyu Utomo mengatakan pada dasarnya pihaknya mendukung inisiatif untuk mendorong adopsi motor listrik. Selain menjadi upaya peralihan ke energi bersih, adopsi motor listrik juga bisa menyelesaikan masalah kelebihan pasokan setrum yang saat ini dialami oleh PT PLN. 

Kendati demikian, soal besaran subsidi dan mekanismenya, sampai saat ini masih terus dibahas di level kementerian. “Prinsipnya kita dorong tetapi dengan koridor pengelolaan fiskal yang sehat,” katanya, Rabu (7/12).

Saat disinggung soal sumber anggaran, Wahyu menyebut kebijakan ini bisa menggunakan APBN atau melalui perpajakan dan kepabeanan. Jika menggunakan instrumen perpajakan, pemerintah tidak perlu keluar uang tetapi akan kehilangan potensi pendapatan. Ini misalnya bisa dilakukan lewat instrumen PPnBM atau bea masuk komponen. 

Sementara itu jika menggunakan APBN, tidak menutup kemungkinan jika dilakukan pengalihan subsidi BBM ke subsidi motor listrik. Pada 2023 misalnya, pemerintah menganggarkan Rp 339,6 triliun untuk subsidi dan kompensasi energi.

Infografik_Wacana Beli Motor Listrik Bersubsidi
Infografik_Wacana Beli Motor Listrik Bersubsidi (Katadata/ Nurfathi)
 

Keterbatasan Ruang Fiskal

Persoalan anggaran bisa menjadi tantangan merealisasikan kebijakan subsidi motor listrik. Pasalnya, tahun depan batas atas defisit anggaran akan kembali ke 3% dari produk domestik bruto (PDB). Ini sesuai dengan Undang-Undang (UU) No. 2 Tahun 2020 terkait respons kebijakan untuk pandemi COVID-19.

Mohammad Faisal, Direktur Eksekutif Center for Reform on Economics (CORE) Indonesia menyebut ruang fiskal pada 2023 diperkirakan akan lebih sempit. Namun menurut Faisal, jumlah subsidi pembelian kendaraan listrik itu sendiri juga akan menentukan apakah ruang fiskalnya cukup.

“[Kondisi fiskal] lebih sempit, tapi bukan berarti tidak ada sama sekali,” kata Faisal. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani sebetulnya memperkirakan realisasi defisit APBN tahun ini hanya 3,9% atau lebih rendah dari target yang dipatok sebesar 4,5%. “Ini menjadi bekal yang baik memasuki 2023," kata Sri Mulyani, awal November silam. 

Halaman:
Reporter: Dzulfiqar Fathur Rahman, Abdul Azis Said
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement