Kontroversi Revisi UU BI yang Memukul Harga Saham Bank-bank Kakap

Safrezi Fitra
9 September 2020, 19:20
Bursa, saham, saham bank, bca, bank mandiri, bri, bni, btn, revisi uu bi, ojk, bank indonesia, indeks finansial, saham perbankan anjlok
123RF.com/Daniil Peshkov

Dalam beberapa hari terakhir, saham-saham bank besar Tanah Air mengalami koreksi cukup besar. Hal tersebut terlihat dari kinerja indeks sektor finansial yang turun hingga 4,14% sejak sejak awal bulan hingga Rabu (9/9). Isu-isu negatif di sektor ini menyebabkan anjloknya saham perbankan.

Dalam rentang waktu tersebut, titik paling rendah indeks sektor finansial terjadi pada perdagangan hari ini. Saat itu, indeks sektor finansial menyentuh level 1.158, dari 1.208 pada 1 September 2020. Penurunan ini didorong oleh anjloknya beberapa saham bank dengan nilai kapitalisasi pasar besar.

Seperti saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) yang dalam periode 28 Agustus hingga 9 September 2020 mengalami penurunan hingga 8,33% menyentuh harga Rp 5.775 per saham. Saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) juga mengalami koreksi 7,58% di Rp 3.410 per saham.

Lalu, saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dalam periode tersebut, juga mengalami koreksi hingga 5,38% menyentuh harga Rp 31.225 per saham. Harga saham PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) turun 5,18% menjadi Rp 5.025 per saham.

 

Saham-saham perbankan memang sempat anjlok pada akhir Maret hingga ke level terendah. Banyak isu negatif yang mendera sektor ini, mulai dari rasio kredit bermasalah yang naik akibat pandemi, hingga kebijakan-kebijakan pemerintah dan bank sentral. Saham-saham bank baru mulai merangkak naik pada bulan-bulan berikutnya. Kini pergerakan saham bank kembali menurun. 

Investor asing pun beramai-ramai melepas saham bank-bank di Indonesia. Berdasarkan data RTI, sejak awal tahun hingga 9 September 2020 (year to date) tercatat investor asing (net sell) telah melepas Rp 5,03 triliun saham Bank BRI. Saham yang dilepas asing dari Bank Mandiri sebesar Rp 1,57 triliun, BCA Rp 3,77 triliun, BTN Rp 575 miliar, dan BNI Rp 5,26 triliun.

Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menilai kinerja saham beberapa perbankan itu bisa terjadi saat ini. Salah satunya karena adanya rencananya amendemen Undang-Undang Bank Indonesia. Salah satu poin yang menjadi sorotan, terkait dengan intervensi pemerintah kepada BI.

Hal tersebut, berpotensi membuat BI tidak menjadi independen lagi dalam memutuskan kebijakan moneternya. "Ini sesuatu yang dikhawatirkan pasar, karena selama ini bank sentral tidak boleh ada yang mengintervensi," kata Nico kepada Katadata.co.id, Rabu (9/9).

Analis Binaartha Sekuritas M. Nafan Aji Gusta Utama senada. Menurutnya, pelaku pasar sangat berharap bahwa adanya kepastian independensi BI. Jika ada kepastian tersebut, bukan tidak mungkin investor asing juga akan kembali ke pasar modal Tanah Air.

Ia juga menyoroti soal rencana perubahan UU BI tersebut yang berpengaruh pada kinerja saham perbankan. Pasalnya, pengawasan industri perbankan akan dikembalikan di bawah BI, setelah sejak 2011 berada dalam pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Menurutnya, OJK sudah memiliki sumber daya manusia yang mumpuni dalam mengawasi industri perbankan. Nafan menilai, di tengah pandemi Covid-19 saja, mitigasi risiko terhadap kredit perbankan sudah diantisipasi oleh OJK sejak dini. Sehingga non-performing loan (NPL) industri perbankan ada di level 3,4%.

"NPL itu masih wajar, masih cukup bagus. Selama ini peran OJK masih sangat baik. Kalau dipindah, pegawai OJK harus dipindahkan juga ke BI," katanya.

Menurut Analis Danareksa Sekuritas Eka Savitri kebijakan pelonggaran yang lebih suportif dari regulator, bisa membuat permasalahan yang membayangi sektor perbankan bakal semakin sedikit. Meski anjlok pada semester I, Danareksa memperkirakan akan peningkatan kinerja keuangan bank pada triwulan III 2020. Prediksinya mengacu pada asumsi  kondisi makro-ekonomi yang sudah lebih stabil.

"Kami juga percaya bahwa bank-bank di bawah pemantauan Danareksa, akan tetap konservatif dalam situasi saat ini," kata Eka dalam riset tertulisnya.

Ia memperkirakan, laba bersih sepanjang 2020 di industri perbankan memang mengalami penurunan 41,1% dibanding 2019. Namun, didukung oleh NIM 4,9%, pertumbuhan pinjaman 3,1%, dan rasio NPL yang berada di level 3,2% pada Desember 2020.

Dana reksa menjatuhkan pilihan rekomendasi saham di sektor perbankan kepada saham Bank Mandiri dengan target harga Rp 7.500 per saham. Alasannya, karena bank milik pemerintah itu mencatat portofolio pinjaman yang terdiversifikasi dengan baik, memiliki struktur simpanan yang seimbang, dan penilaian yang menarik.

Secara umum, Nico pun melihat bahwa kinerja perbankan dalam negeri pada tahun ini pasti akan mengalami penurunan. Karenanya, saham-saham perbankan bakal terkena dampak penurunan. Namun, dia pandemi Covid-19 ini memang membawa dampak pada seluruh sektor, tidak hanya perbankan.

Sehingga, jika ada penurunan pada kinerjanya, hal tersebut dianggap wajar di tengah pelemahan ekonomi. "Industri perbankan memang keuntungannya turun, itu wajar. Tapi bisa menghasilkan laba saja, itu patut diapresiasi oleh pasar," kata Nico.

Reporter: Ihya Ulum Aldin

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...