Strategi Bank Kecil Memenuhi Aturan Batas Modal
Beberapa bank, telah berupaya melaksanakan kewajiban pemenuhan modal inti minimal yang diatur Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Mereka melakukan berbagai cara mulai dari penambahan modal, hingga konsolidasi dengan bank lain.
Peraturan OJK tersebut diatur pada POJK Nomor 12 tentang Konsolidasi Bank Umum yang resmi berlaku sejak 17 Maret 2020. Dengan aturan ini modal inti industri perbankan minimal harus Rp 3 triliun pada 2022.
Saat ini masih ada bank umum dengan kelompok BUKU 1 dan BUKU 2 yang modalnya masih di bawah Rp 3 triliun. Secara bertahap, OJK menargetkan semua bank memiliki modal inti minimal Rp 1 triliun pada akhir 2020 dan meningkat menjadi Rp 2 triliun pada 2021.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan perbankan telah merespons aturan modal inti ini melalui penambahan modal disetor hingga konsolidasi. Saat ini hanya tinggal tersisa satu bank dalam kelompok bank BUKU 1.
“Ini hanya sedang menunggu proses konsolidasi. Juga terdapat penambahan jumlah bank yang naik ke BUKU 2, BUKU 3, dan BUKU 4,” kata Heru dalam diskusi virtual, Kamis (4/3).
Bagaimana strategi bank-bank memenuhi ketentuan OJK tersebut, berikut ulasannya:
Bank Neo Commerce (BBYB)
Modal inti PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) per September 2020 tercatat Rp 1,07 triliun. Bank milik PT Akulaku Silvrr Indonesia ini tengah menyiapkan penambahan modal dengan menerbitkan saham baru (rights issue) dengan target raupan dana Rp 249,81 miliar.
Direktur Utama Bank Neo Commerce Tjandra Gunawan mengaku tanpa ada syarat minimal modal inti dari OJK pun pihaknya memang membutuhkan tambahan modal. "Kami melihat perlunya menambah modal untuk melakukan proses bisnis lebih berkembang lagi," kata Tjandra dalam paparan publik, Senin (8/3).
Selain rights issue yang targetnya rampung akhir bulan ini, Bank Neo Commerce juga akan melakukan penambahan modal lagi. Namun, Tjandra tidak mau menjabarkan lebih detail lagi soal waktu dan target dana yang dikejar dalam penambahan modal berikutnya.
Sementara, tahun depan pun OJK memberikan syarat modal inti minimal bank Rp 3 triliun. Sehingga, Bank Neo Commerce juga akan melakukan aksi korporasi serupa pada tahun depan. "Tahun depan, kami sudah ada capital plan tentunya untuk mendukung strategi bisnis untuk menjadi Rp 3 triliun," kata Tjandra.
Bank of India Indonesia (BSWD)
PT Bank of India Indonesia Tbk (BSWD) juga belum memenuhi syarat minimal modal inti dari OJK. Pasalnya, posisi modal inti per Desember 2020 hanya Rp 1,02 triliun. Namun, secara bertahap, Bank Of India Indonesia menargetkan bisa mencapai modal inti Rp 2,04 triliun pada akhir 2021 dan Rp 3,07 triliun pada 2022.
Dalam memenuhi kewajiban tersebut, Bank of India Indonesia telah membuat rencana penyesuaian batas maksimum kepemilikan saham yang telah disampaikan kepada OJK dalam rencana bisnis bank 2021-2023.
"Diupayakan dapat terpenuhi di Semester 1 2021 dengan mencari investor," kata Direktur Bank of India Indonesia Sindbad R. Hardjodipuro dalam keterbukaan informasi.
Sampai saat ini, belum ada investor yang ditetapkan karena masih dalam proses penjajakan dan hal itu harus melalui proses uji kelayakan di OJK. Sampai saat ini pun pemegang saham Bank of India Indonesia masih tetap berkomitmen untuk mencatatkan sahamnya di Bursa.
"Sampai dengan saat ini, tidak terdapat perusahaan unicorn yang berencana untuk melakukan akuisisi terhadap bank," kata Sindbad menambahkan.
Mayoritas saham Bank of India Indonesia ini dimiliki oleh Bank of India sebesar 76%. Lalu, ada PT Panca Mantra Jaya sebesar 18%. Sementara, porsi masyarakat terbilang sedikit, yaitu hanya 3,29%, di bawah ketentuan free float Bursa Efek Indonesia yaitu 7,5%.
"Pemenuhan ketentuan free float masih menunggu arahan dari pemegang saham bank," kata Sindbad.
Bank Harda Internasional (BBHI)
PT Bank Harda Internasional Tbk (BBHI) juga masih belum memenuhi syarat minimal modal inti OJK. Modal inti bank ini per September 2020 hanya Rp 290,88 miliar. Namun, Bank Harda sudah mendapatkan calon investor yang ingin mengakuisisi, yaitu PT Mega Corpora, perusahaan milik pebisnis Chairul Tanjung.
Sejak tahun lalu, Mega Corpora tertarik mengakuisisi Bank Harda, terbutki dari penandatangan pengambilalihan dari PT Hakimputera Perkasa sebesar 73,71%. Sampai saat ini, persetujuan pengambilalihan oleh Mega Corpora masih menunggu pernyataan efektif dari OJK.
Dengan akuisisi ini, Bank Harda bakal masuk ke kelompok bank yang berisi PT Bank Mega Tbk (MEGA) dan PT Bank Mega Syariah. OJK mengatur modal inti bank selain pelaksana induk, paling sedikit adalah Rp 1 triliun. Sehingga, Bank Harda cukup memenuhi syarat modal inti Rp 1 triliun saja.
"Pemenuhan modal inti minimal tersebut akan dilakukan oleh Mega Corpora melalui rights issue," kata Direktur Utama Bank Harda Yohanes dalam keterbukaan informasi.
Bank Oke Indonesia (DNAR)
PT Bank Oke Indonesia Tbk (DNAR) juga belum memenuhi ketentuan OJK, karena pada akhir 2020 tercatat modal intinya Rp 2,37 triliun. Namun, manajemen Bank Oke yakin pada akhir tahun ini modal inti bisa mencapai Rp 2,9 triliun dan tahun depan menembus Rp 3,43 triliun.
Direktur Bank Oke Efdinal Alamsyah dalam keterbukaan informasi menjelaskan pemenuhan target OJK tersebut sudah sesuai dengan rencana bisnis bank. Sebelum dikeluarkannya peraturan tersebut, Bank Oke sudah berkomitmen untuk meningkatkan modal minimal hingga Rp 3 triliun.
Strateginya dengan tambahan modal disetor melalui rights issue sebesar Rp 500 miliar per tahunnya. Hingga saat ini sudah dua tahun berturut-turut dilakukan setoran Rp 500 miliar. "Modal saat ini sudah mencapai Rp 2,5 triliun, sehingga minimal dengan sekali (lagi) rights issue, maka ketentuan tersebut terpenuhi," kata Efdinal.
Per Februari 2021, pemegang saham Bank Oke mayoritas dimiliki oleh APRO Financial Co. Ltd sebesar 92,25%. Sementara, masyarakat hanya memiliki porsi kepemilikan 5,54%, dimana tidak memenuhi ketentuan free float dari Bursa minimal sebesar 7,5%. Namun Bank Oke dan pemegang saham berkomitmen untuk memenuhi aturan Bursa tersebut.
Bank Victoria International (BVIC)
Bank lainnya yang memiliki modal inti di bawah syarat OJK adalah PT Bank Victoria International Tbk (BVIC). Berdasarkan laporan keuangan triwulan III 2020, modal inti Bank Victoria senilai Rp 2,15 triliun. Modal ini sebenarnya sudah memenuhi syarat OJK tahun ini. Tapi tahun depan, Bank Victoria perlu memutar otak untuk menambah modal agar menjadi Rp 3 triliun.
Direktur Utama Bank Victoria Ahmad Fajar menyampaikan beberapa strategi untuk memenuhi POJK tersebut. Pertama, Bank Victoria secara organik merencanakan untuk membukukan laba bersih hingga 2022 sesuai rencana bisnis. Laba bersih hingga 2022 akan meningkatkan ekuitas dan modal inti perusahaan.
Kedua, Bank Victoria merencanakan untuk melakukan aksi korporasi berupa penambahan modal melalui penerbitan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) melalui pasar modal. Aksi korporasi ini akan dilakukan hingga 2022.
Strategi terakhir, Bank Victoria berencana melakukan divestasi atau membentuk kemitraan strategis dengan investor lain untuk anak perusahaannya, PT Bank Victoria Syariah. "Hal ini bertujuan meningkatkan laba yang diperoleh dari anak perusahaan dan akan meningkatkan modal inti," kata Fajar dikutip dari keterbukaan informasi.