Indikator Kinerja Membaik, Induk BUMN Asuransi IFG Raup Laba Rp 2,2 T
Holding BUMN Perasuransian dan Penjaminan, Indonesia Financial Group (IFG), mencetak laba tahun berjalan (unaudited) sebesar Rp 2,2 triliun pada 2020. Laba tersebut 20% di atas target yang ditetapkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2020 sebesar Rp 1,8 triliun.
Pendapatan sebelum pajak, bunga, depresiasi dan amortisasi (EBITDA) IFG sepanjang tahun lalu mencapai Rp 2,42 triliun. Nilai ini 4% lebih tinggi dari target RKAP 2020 yang dipatok Rp 2,36 triliun.
Total aset per 31 Desember 2020 mencapai Rp 88 triliun atau 9% lebih tinggi dari target di RKAP 2020 yang dipatok Rp 81 triliun. Adapun total ekuitas perseroan senilai Rp 45,5 triliun atau 2% lebih tinggi dari target di RKAP 2020 yang sebesar Rp 44,8 triliun.
Pencapaian kinerja keuangan IFG selama 2020 juga dapat dilihat dari beberapa indikator rasio keuangan. Rasio likuiditas perusahaan (rasio lancar) per akhir 2020 sebesar 2,95 kali atau 15% lebih baik dari target RKAP 2020 yang sebesar 2,57 kali.
"Begitu juga dengan rasio Yield on Investment perusahaan per akhir 2020 sebesar 7% atau 75% lebih tinggi dari target RKAP 2020 yang sebesar 4%,” kata Direktur Keuangan dan Umum IFG Rizal Ariansyah dalam keterangannya, Senin (22/3).
IFG berdiri sejak pemerintah menerbitkan PP No 20 tahun 2020 tanggal 16 Maret 2020, yang mengubah PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) atau BPUI sebagai BUMN Holding Perasuransian dan Penjaminan. Kemudian, BPUI melakukan transformasi brand menjadi IFG.
Saat ini, IFG berfokus pada pembenahan tata kelola perusahaan dan anggota holding. Menurut Rizal, IFG berkomitmen mewujudkan tata kelola perusahaan yang lebih baik dalam menjalankan tiga perannya, yaitu financial planning, fundraising, dan pengelolaan investasi.
"Untuk financial planning, kami memiliki peran untuk ikut serta dalam penyusunan RKAP dan pengendalian biaya perusahaan anggota holding,” kata Rizal.
Sebagai holding, IFG juga melakukan monitoring pengelolaan portofolio investasi anggota holding, Rizal menjelaskan pengelolaan portofolio investasi ini melibatkan anak perusahaan lain yang bergerak dibidang investasi dan pasar modal diantaranya PT Bahana TCW Investment Management dan PT Bahana Sekuritas untuk berkolaborasi membantu pengelolaan investasi anak perusahaan lainnya.
IFG juga melakukan fundraising untuk kebutuhan permodalan anak usaha melalui penyertaan modal negara (PMN), penerbitan obligasi melalui pasar modal, dan utang bank. IFG berpeluang menerbitkan obligasi dengan biaya yang jauh lebih rendah karena berpredikat AAA dari Pefindo.
Pefindo memberikan peringkat AAA untuk BPUI dengan prospek stabil. Obligor berperingkat AAA merupakan peringkat tertinggi yang diberikan oleh Pefindo. Kemampuan obligor untuk memenuhi komitmen keuangan jangka panjang dibanding obligor Indonesia lainnya adalah superior.
Peringkat ini mencerminkan dukungan pemerintah, profil kredit dari anak usaha, serta likuiditas dan fleksibilitas keuangan yang kuat. Namun, peringkat tersebut dibatasi oleh kinerja operasional yang berada pada tingkat rata-rata karena pandemi Covid-19.
“Kami memiliki ekspektasi pandemi memiliki dampak yang terkendali pada profil kredit BPUI," kata Pefindo dalam laporannya.
Perusahaan pemeringkat efek itu menilai dampak Covid-19 terhadap profil investasi akan dapat terkelola dengan baik. Dampak yang lebih besar dari risiko pertumbuh dan rendahnya produksi premi dan imbal jasa serta nilai investasi adalah akibat dari perhitungan marked to market yang disebabkan oleh volatilitas di pasar modal.
Empat anggota IFG dinilai memiliki penyangga likuiditas yang memadai, bahkan dengan antisipasi klaim yang lebih tinggi dari asuransi kredit. "Ekspektasi kami, pemerintah akan ikut serta dalam memberikan dukungan atas program-program mereka,” tulis Pefindo.