Dolar AS Terhadap 6 Mata Uang Dunia Naik Jelang Pengumuman Inflasi
Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) menguat terhadap sejumlah mata uang dunia pada akhir perdagangan Selasa (10/8). Penguatan ini terjadi menjelang pengumuman data ekonomi utama, yakni inflasi yang akan dirilis negara tersebut.
Indeks harga konsumen AS dan indeks harga produsen, dua ukuran utama inflasi, masing-masing dijadwalkan diumumkan pada Rabu (11/8) dan Kamis (12/8). Pasar optimistis rilis data ekonomi tersebut membaik, sehingga mata uang negara tersebut menguat. Indeks dolar AS terhadap enam mata uang utama dunia lain naik 0,12% ke level 93,0569.
Pada akhir perdagangan New York, euro turun menjadi US$ 1,1721 dari US$ 1,1741 di sesi sebelumnya. Poundsterling Inggris juga turun menjadi 1,3839 dolar AS dari 1,3852 dolar AS di sesi sebelumnya.
Mata uang Jepang, Yen juga melemah terhadap dolar AS. Harga dolar AS pada perdagangan kemarin dibeli 110,57 yen, lebih tinggi dari 110,28 yen Jepang pada sesi sebelumnya. Dolar AS naik menjadi 0,9228 franc Swiss dari 0,9200 franc Swiss, dan turun menjadi 1,2526 dolar Kanada dari 1,2572 dolar Kanada.
Pada perdagangan Selasa (10/8) nilai tukar mata uang Indonesia juga melemah terhadap dolar AS. Rupiah melemah 0,11% ke level Rp 14.370 per dolar AS pada perdagangan di pasar spot.
Pada akhir perdagangan, mata uang garuda kembali melemah 0,14% ke level Rp 14.380/US$. Ini masih melanjutkan pelemahan dari posisi penutupan akhir pekan lalu Rp 14.353 per dolar AS.
Selain optimisme rilis inflasi, penguatan dolar AS juga didukung respons pasar terhadap langkah tapering off oleh bank sentral AS sepanjang minggu lalu diramal masih akan berlanjut. Ditambah lagi pemerintah AS baru saja mengumumkan laporan kondisi ketenagakerjaan yang menunjukkan perbaikan.
Biro Statistik Departemen Ketenagakerjaan AS pada pengumuman akhir pekan lalu melaporkan terdapat tambahan 943 ribu tenaga kerja baru di sektor non-pertanian sepanjang bulan Juli. Ini merupakan angka tertinggi sejak Agustus tahun lalu dan lebih tinggi dari estimasi Dow Jones sebanyak 845 ribu tenaga kerja baru.
Peningkatan jumlah tenaga kerja baru ini juga mendorong penurunan tingkat pengangguran di AS menjadi 5,4% bulan lalu, melampaui perkiraan Dow Jones sebesar 5,7%. Tingkat pengangguran periode Juli 2021 juga menjadi yang terendah sejak April tahun lalu yang sempat mencapai rekor tertinggi tingkat pengangguran 14,8%.
Laporan ini makin memperkuat sinyal percepatan tapering off atau pengetatan stimulus yang disampaikan oleh dua pejabat Fed pekan lalu. Wakil Gubernur Fed Richard Clarida dalam sebuah webinar Rabu petang pekan lalu mengatakan, Fed mulai mempertimbangkan periode suku bunga rendah hanya sampai akhir tahun depan. Ini mengindikasikan akan adanya kenaikan suku bunga mulai tahun 2023, lebih cepat dari perkiraan sebelumnya yang akan dilakukan tahun 2024.
Namun, langkah tapering off akan didahului pengurangan pembelian obligasi pemerintah mulai Oktober mendatang apabila sejumlah kondisi terpenuhi. Fed akan mulai mengurangi pembelian obligasi senilai US$ 120 miliar setiap bulan, apabila kondisi ketenagakerjaan AS masih melanjutkan perbaikan dalam dua bulan ini, Agustus hingga September.
"Menurut pendapat saya, itu sebuah kemajuan yang substansial dan saya pikir Anda bisa siap untuk melakukan pengumuman pada bulan September," kata Dewan Gubernur Fed Christopher Waller seperti dikutip dari CNBC awal pekan lalu.