Panasnya Wacana Amendemen UUD 1945 dan Kembalinya GBHN

Sorta Tobing
14 Agustus 2019, 19:00
amendemen uud 1945, gbhn, sejarah pemilu
Katadata | Arief Kamaludin
Ilustrasi sidang MPR/DPR. Rencana amendemen UUD1945 membelah partai politik. Ada yang mendukung dan ada yang tidak setuju.

Rencana mengubah konstitusi atau amendemen Undang-Undang Dasar 1945 muncul ke publik. Partai politik terbelah. Ada yang mendukung dan ada yang tidak setuju.

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo meminta agar usulan itu tidak terburu-buru. Apalagi, ujung dari amendemen itu adalah mengembalikan kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).

“Dinamika politik global sekarang sangat luar biasa. Berbeda dengan 50 tahun lalu,” kata politikus Partai Golkar itu di Jakarta, Selasa (13/8), seperti dikutip dari Antara. Karena itu, perlu kajian lebih dalam apakah GBHN perlu atau tidak.

Kongres PDIP V di Bali beberapa waktu lalu merekomendasikan agar MPR melanjutkan rencana amandemen terbatas UUD 1945 untuk menghadirkan GBHN. Namun, Ketua DPP PDI Perjuangan Ahmad Basarah membantah usulan amandemen kelima UUD 1945 berasal dari partainya. “Sejak 2010 usulan tersebut sudah ada,” katanya.

Alasan mengembalikan GBHN untuk menciptakan dasar pembangunan, menurut ahli hukum tata negara Bivitri Susanti, tidak tepat. Saat ini sudah ada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 mengenai Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Dalam undang-undang itu sudah ada rencana pembangunan jangka panjang, bukan hanya menengah. “Bentuknya undang-undang, artinya itu dibahas juga oleh DPR, partai-partai politik juga. Jadi tidak akurat kalau misalnya dikatakan kita tidak punya haluan negara," kata Bivitri.  

(Baca: Sinyal Amendemen UUD 1945, PAN Siap Gabung PDIP Bentuk Pimpinan MPR)

Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) mengingatkan agar wacana untuk menghidupkan kembali GBHN melalui amendemen UUD 1945 tidak dijadikan sebagai komoditas politik. Apalagi saat ini Indonesia sudah punya sistem perencanaan pembangunan nasional melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

Sistem itu adalah pengganti GBHN dan sudah berlaku sejak 2005. "Kita bertanya, sebetulnya untuk apa sih GBHN? Tujuannya apa? Apakah dengan tidak adanya GBHN sekarang tidak tercapai? Kalau tidak tercapai masalahnya di mana?" kata Letjen TNI Purn Agus Widjojo.

Menurut dia, persoalannya bukan semata-mata kembali ke cara lama. Yang perlu dicermati justru bagaimana antar presiden terpilih nantinya dapat memberikan kesinambungan program pembangunan jangka panjang.

Empat Kali Amendemen UUD 1945

Bagi milenials alias anak muda zaman sekarang, akronim itu mungkin terasa asing. Istilah GBHN awalnya muncul pada saat Presiden RI yang pertama Soekarno menyampaikan pidato politik jelang kejatuhan pemerintahannya.

Pidato itu disebut Manipol/USDEK atau manifesto politik/UUD 1945, sosialisme Indonesia, demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin, dan kepribadian Indonesia.

Semua hal tersebut oleh Soekarno dijadikan sebagai haluan negara ini yang harus dijunjung tinggi, dipupuk, dan dijalankan semua masyarakat. Ia bahkan mengibaratkan Pancasila dan Manipol/USDEK bagaikan Quran dan hadis sahih.

Setelah Soekarno jatuh, Presiden Soeharto melanjutkan GBHN menjadi konsesi ketatanegaraan. MPR memberikan mandat yang harus dilakukan oleh presiden. Namun, pada praktiknya, mandat yang berupa GBHN itu dibuat oleh tim presiden. Isinya pun tidak ada ukuran dan targetnya.

Nah, amendemen UUD 1945 terjadi pertama kali saat era reformasi. Perubahan konstitusi dilakukan agar tak ada lagi yang mempertahankan kekuasaannya hingga 32 tahun seperti Soeharto.

(Baca: Adu Kuat Partai Koalisi Jokowi Berebut Kursi Ketua MPR)

Amendemen yang pertama terjadi tak lama setelah Orde Baru tumbang, tepatnya Oktober 1999. Dalam perubahan tersebut kekuasaan presiden dan wakil presiden dibatasi. Jabatannya hanya lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali, hanya untuk satu kali masa jabatan.

Halaman:
Reporter: Antara
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...