Cerita di Balik Lagu Patah Hati Didi Kempot
Penyanyi Didi Kempot meninggal tadi pagi, Selasa (5/5), di Rumah Sakit Kasih Ibu, Solo, Jawa Tengah. Tak ada yang menyangka konser pada 18 April lalu menjadi penampilan terakhir seniman campursari tersebut. The Godfather of Broken Heart alias Bapak Patah Hati telah berpulang di usia 53 tahun.
Perjalanan musiknya merentang lebih tiga dekade. Awalnya, Didi menjadi penyanyi jalanan di Solo pada 1984. Usianya ketika itu baru 18 tahun. Tiga tahun kemudian ia memberanikan diri ke Jakarta dan mengirimkan demo lagu-lagunya ke perusahaan rekaman.
Pada 1990, ia akhirnya mengeluarkan album perdana di bawah naungan Musica Studio’s. Salah satu lagu populer dari album itu berjudul Cidro. Lagu ini terinspirasi dari kisah asmara Didi yang sempat gagal. Sejak saat itu lagu patah hati selalu melekat pada dirinya.
(Baca: Perjalanan Hidup Didi Kempot, dari Pengamen Jadi Musisi Mancanegara)
“Kayaknya kalau ngambil lagu tema-tema semacam itu booming-nya lebih cepat karena banyak yang mengalami patah hati daripada tidak,” katanya sambil tertawa pada pertengahan 2019, seperti dikutip dari Kompas.com.
Didi tidak salah. Lagunya memang menjadi hits bahkan melegenda, seperti Sewo Kuto, Stasiun Balapan, Pamer Bojo, Cidro, Layang Kangen, Banyu Langit, Bojo Loro, dan Parangtritis. Beberapa tahun terakhir namanya bahkan dekat dengan generasi milenial. Para penggemarnya ini sering disebut Sobat Ambyar, Kempoters, Sadbois, dan Sadgerls.
Kisah Cinta Didi Kempot Dalam Lagu Cidro
Di balik lagu-lagunya, perjalanan cinta Didi Kempot justru jarang muncul ke publik. Laki-laki yang lahir pada 31 Desember 1966 itu memiliki istri yang usianya terpaut 15 tahun lebih muda bernama Yan Vellia. Yan juga berprofesi sebagai penyanyi tapi memilih genre dangdut.
Tapi ada satu lagu yang ia akui berdasarkan kisah cintanya, yaitu Cidro. Melansir dari Okezone.com, lagu ini menjadi titik balik kehidupan Didi. “Cidro itu adalah kenangan saya, cerita hidup saya. Lagu itu yang membuat saya bisa dikenal masyarakat luas seperti saat ini,” katanya pada 1 Desember 2019.
(Baca: Shopee Respons Meninggalnya Brand Ambassador, Didi Kempot)
Liriknya menceritakan pengalaman cinta maestro campursari tersebut ketika baru saja hijrah ke Jakarta. Ketika itu ia mendirikan grup bernama Kelompok Pengamen Trotoar alias Kempot. Bersama teman-temannya, Didi tinggal di kawasan Slipi, Jakarta Barat, dan sering mengamen di daerah itu.
Ia lalu berkenalan dengan seorang wanita dan saling jatuh cinta. Hubungan keduanya pun semakin serius. Didi lalu memantapkan diri untuk bertemu orang tua kekasihnya. “Tapi keluarga dia menolak,” ucapnya. Profesi Didi menjadi penyebabnya.
Pengalaman itu menjadi motivasinya untuk membuktikan diri. Ia bertekad menjadi orang sukses. Cidro kemudian lahir. Para Sobat Ambyar pasti hafal luar kepala dengan lagu tersebut. “Saya sampai sekarang masih menulis lagu patah hati karena dari situ saya berawal,” kata Didi.
(Baca: Berita Duka, Penyanyi Campur Sari Didi Kempot Meninggal Dunia)
Berikut sepenggal lirik lagu Cidro yang melegenda itu:
Opo ora eling naliko semono (Apa kau tak ingat waktu itu)
Kebak kembang wangi jroning dodo (Hati kita berbunga-bunga)
Kepiye maneh iki pancen nasibku (Bagaimana lagi, nasibku memang seperti ini)
Kudu nandang loro kaya mengkene (Harus menanggung sakit seperti ini)
Remok ati iki yen eling janjine (Hancur hati ini kalau ingat janjinya