Penggugat UU Minerba Kecewa Pemerintah Tak Hadiri Sidang MK Hari Ini
Pemerintah tak hadir dalam sidang lanjutan uji materi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang mineral dan batu bara (UU Minerba). Padahal, agenda sidang tadi, Rabu (7/10), adalah mendengarkan keterangan dari pemerintah. Sidang terpaksa ditunda hingga 21 Oktober nanti.
Kuasa hukum penggugat dan pakar hukum pertambangan Ahmad Redi kecewa dengan sikap pemerintah yang beralasan belum siap memberi keterangan. Pasalnya, Mahkamah Konstitusi telah memberi surat sejak 24 September lalu. “Hari ini seharusnya pemerintah menyampaikan keterangan ke MK tapi batal,” kata dia kepada Katadata.co.id.
Ia mendesak UU Minerba segera ditentukan nasibnya. Penyebabnya, pasal-pasal bermasalah dalam aturan itu sedang pemerintah gunakan untuk memberi izin usaha pertambangan khusus (IUPK) ke pemegang izin perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B).
Sebagai informasi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tengah menggodok tiga rancangan peraturan pemerintah atau RPP turunan dari undang-undang itu. Ketiga RPP itu adalah pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan minerba, wilayah pertambangan, serta pengawasan reklamasi dan pascatambang.
Banyak pihak telah mendesak Kementerian menghentikan pembentukan RPP itu. Selain dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu, tiga aturan itu juga berpotensi tak berlaku apabila MK mengabulkan gugatan uji materi UU Minerba.
UU Minerba Digugat Kepala Daerah dan DPD
UU Minerba telah digugat ke MK pada 10 Juli lalu. Permohonan uji materi diajukan pimpinan kepala daerah dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) karena menganggap aturan itu meniadakan kewenangan daerah dan DPD.
Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Djohan mengatakan UU Minerba menegasikan kewenangan pemeritahan daerah. Dalam aturan yang baru, seluruh kewenangan pertambangan ditarik ke pemerintah pusat.
Karena itu, UU Minerba dianggap bertentangan dengan Pasal 18 dan Pasal 18A Undang-Undang Dasar 1945 serta semangat otonomi daerah. "Kami mengajukan uji formil ini semata-mata ingin daerah dilibatkan dalam kewenangan pertambangan, apalagi urusan sumber daya alam ini sangat sensitif di masyarakat," ujar Erzaldi.
Pasal yang digugat yakni Pasal 35 ayat (1) berbunyi, "Usaha pertambangan dilaksanakan berdasarkan perizinan berusaha dari pemerintah pusat", sementara ayat (5) berbunyi, "Pemerintah pusat dapat mendelegasikan kewenangan pemberian perizinan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada pemerintah daerah provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan".
UU Minerba juga dianggap melanggar ketentuan UUD 1945 karena tak melibatkan DPD. Hal ini bertentangan Pasal 22D UUD Negara RI Tahun 1945, Pasal 249 UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD serta Putusan Mahkamah Kontitusi Nomor 92/PUU-X/2012.
Deretan aturan itu menyebutkan DPD mempunyai kewenangan membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan hubungan pusat dan daerah serta pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya.
Pembahasan RUU Minerba yang tidak melibatkan DPD dianggap pelanggaran terhadap UUD Negara RI Tahun 1945 dan inkonstitusional. "(Pembahasan RUU Minerba) hanya sebatas meminta pandangan masukan. Di konstitusi diatur seharusnya DPD ikut membahas secara tuntas pada tingkat satu," kata Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD Alirman Sori.