SKK Migas Akan Tambah Kapal Tanker Penampung Minyak dari Banyu Urip
Produksi minyak menganggur di Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu, Jawa Timur, telah tersimpan dalam kapal tanker mulai akhir pekan lalu. SKK Migas berencana menambah satu kapal tanker jenis very large crude carrier alias VLCC lagi agar dapat menampung minyak itu hingga 21 November 2020.
Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno mengatakan dua kapal tanker itu terdiri dari satu kapal jatah domestik dan satu kapal lainnya jatah kontraktor kontrak kerja sama. “Proses pemompaan minyak mentah dari lapangan itu ke kapal terus berlangsung,” katanya kepada Katadata.co.id, Senin (9/11).
Dihubungi secara terpisah, Pelaksana Tugas Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Susana Kurniasih mengatakan pemangkasan produksi di Lapangan Banyu Urip dapat dihindari dengan solusi penampungan minyak mentah sementara.
Solusi permanennya adalah menjual minyaknya ke luar negeri sesuai dengan harga pasar. Tapi, aturan di Indonesia tidak boleh melakukan hal itu. Harga jualnya harus mengacu pada harga minyak Indonesia atau ICP. “Akhirnya, apa yang harus kami lakukan adalah mengelola pasokan dan pembelian bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri supaya minyak Banyu Urip terserap,” ujarnya.
Susana menyebut pada akhirnya kapal tanker tidak bakal dapat menampung produksi minyak itu. Di sisi lain, pandemi Covid-19 telah membuat serapan minyak dalam negeri menyusut. Opsi teknis, yaitu pemangkasan produksi menjadi tak terhindari. “Enggak mungkin kami biarkan luber dan sumur akhirnya harus dimatikan. Mematikannya bukan pekerjaan sederhana, butuh proses dan penuh risiko,” katanya.
SKK Migas Gandeng KPK untuk Ekspor Crude
Sebelumnya, Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengatakan SKK Migas meminta arahan terkait rencana ekspor minyak mentah dari Lapangan Banyu Urip. Arahannya terutama terkait penjualan crude yang kemungkinan besar di bawah ICP.
Pahala mengusulkan agar pemerintah segera membuat peraturan menteri ESDM yang mengatur penjualan minyak mentah di bawah ICP. Lalu, perlu pula melakukan revisi peraturan menteri keuangan atau PMK. "Karena kondisinya darurat maka boleh di bawah ICP. Asal lelangnya terbuka untuk jangka waktu satu tahun saja, misalnya," ucapnya.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal sebelumnya berpendapat kondisi over supply minyak mentah dalam negeri sifatnya hanya sementara. Namun, memang beberapa kilang Pertamina sudah menyetop produksi untuk mengurangi beban biaya di tengah penurunan konsumsi.
Di sisi lain, kapasitas penyimpanan minyak mentah dalam negeri terbatas dan tidak bisa menampung kelebihan pasokan. Sumur minyak pun tidak bisa berhenti berproduksi begitu saja. Dengan seluruh kondisi itu, ekspor menjadi pilihan yang tepat. “Ya sah-sah saja ekspor. SKK Migas dapat menggandeng KPK mencari jalan yang tidak bertabrakan dengan aturan,” ucapnya.