Freeport Tunggu Keputusan Pemerintah Soal Lokasi Pembangunan Smelter
Pembangunan pabrik pemurnian atau smelter tembaga PT Freeport Indonesia saat ini memiliki dua opsi lokasi. Awalnya berada di Gresik, Jawa Timur. Namun, kini pemerintah juga membuka peluang membangunnya di Kawasan Industri Weda Bay, Halmahera, Maluku Utara.
Di Weda Bay, perusahaan bakal menggandeng Tsingshan Steel asal Tiongkok dengan nilai investasi mencapai US$ 1,8 miliar atau sekitar Rp 25,5 triliun. “Kami tetap berkomitmen membangun smelter tapi keputusannya tetap di tangan pemerintah,” ujar Juru bicara Freeport Indonesia Riza Pratama kepada Katadata.co.id, Jumat (4/12).
Berdasarkan informasi yang diperoleh Katadata.co.id, pada 2 Desember lalu pekerjaan tiang pancang untuk pembangunan smelter di Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE), Gresik, telah berlangsung. Acara pemasangannya dihadiri oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin.
Saat dikonfirmasi mengenai hal itu, Riza mengatakan pekerjaan tersebut hanya berupa uji coba. "Baru melakukan tes, belum memasang tiang pancang," ujarnya.
Rencana pembangunan smelter di Weda Bay telah mendapat dukungan dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Dalam wawancaranya dengan Asia Times, Luhut mengatakan kesepakatannya akan ditandatangani sebelum Maret 2021.
Freeport Tingkatkan Produksi PT Smelting
Sebagaimana diketahui, tarik ulur soal pembangunan smelter Freeport terus berlangsung. Sinyal perusahaan tidak ingin membangunnya sudah terlihat pada Oktober lalu. Ketika itu, Chief Executive Officer Freeport McMoran Richard Adkerson mengatakan proyek itu tidak ekonomis dan memakan biaya besar.
Sebagai gantinya, ia menawarkan alternatif lain. “Ketimbang membangun smelter baru, lebih baik memperluas kapasitas smelter existing dan menambah pabrik logam mulia,” katanya dalam telepon konferensi, dikutip dari situs Nasdaq.
Executive Vice President and Chief Financial Officer Freeport McMoran Kathleen Quirk menghitung biaya membangun smelter sangat besar ketimbang perluasan pabrik yang sudah ada. Untuk pabrik baru investasinya mencapai US$ 3 miliar. “Untuk perluasan smelter sekitar US$ 250 juta,” ucapnya.
Sebagai informasi, Freeport McMoran merupakan pemegang saham 49% Freeport Indonesia. Sisa kepemilikan saham itu ada di tangan pemerintah, melalui MIND ID alias PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero).
Perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu sebelumnya telah melakukan kesepakatan dengan Mitsubishi Materials Corporation untuk meningkatkan kapasitas smelter tembaga PT Smelting dari 1 juta ton menjadi 1,3 juta ton konsentrat per tahun. Sebagai kompensasinya, smelter baru Freeport kapasitasnya menurun dari 2 juta ton menjadi 1,7 juta ton per tahun.
Smelting merupakan smelter tembaga pertama Indonesia yang dibangun Freeport bersama konsorsium Jepang pada 1996. Lokasinya juga di Gresik, Jawa Timur dengan operatornya Mitsubishi.
Kapasitasnya mencapai 1 juta ton konsentrat tembaga yang mampu diolah menjadi 300 ribu ton katoda per tahun. Di pabrik ini, Freeport memurnikan 40% seluruh produksi tembaganya yang berasal dari tambang Grasberg di Mimika, Papua.