Harga Sawit Melonjak, Kementerian ESDM Tunda Program Biodiesel B40
Program campuran solar dengan 40% fatty acid methyl ester (FAME) atau biodiesel 40 (B40) bakal tertunda. Rendahnya konsumsi bahan bakar minyak atau BBM selama pandemi Covid-19 menjadi salah satu pertimbangan.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan, bahan bakar solar domestik dalam kondisi berlebih.
Selain itu, kondisi harga sawit yang melonjak tapi minyak turun menjadi tantangan pengembangan program tersebut. Pengembangan B40 menjadi tidak ekonomis, meskipun uji coba telah Kementerian lakukan.
Minyak sawit mentah atau CPO merupakan bahan baku FAME. “Dari sisi harga, BBM saat ini turun tapi sawitnya naik. Selisihnya semakin melebar,” kata Dadan dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (14/1).
Konsumsi bahan bakar dalam negeri juga masih belum optimal. Pembatasan gerak di beberapa kota membuat serapan BBM rendah. Realisasi untuk program biodiesel 30 atau B30 tak mencapai target 9,5 juta kiloliter pada tahun lalu. Angkanya hanya di 8,46 juta kiloliter.
Untuk tahun ini, pemerintah mematok target penyerapan B30 di 9,2 juta kiloliter. Pemulihan ekonomi nasional harapannya dapat mendorong konsumsi bahan bakar nabati atau BBN tersebut.
Badan Usaha Pemasok Biodiesel
Pemerintah telah menunjuk 20 badan usaha atau BU untuk memasok biodiesel. Hal ini tertuan dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 252.K/10/MEM/2020 yang ditetapkan pada 18 Desember lalu.
Badan usaha pemasok biodiesel tersebut antara lain PT Wilmar Nabati Indonesia yang mendapatkan alokasi 1,37 juta kiloliter, diikuti PT Wilmar Bioenergi Indonesia 1,32 juta kiloliter. Kemudian, PT Musim Mas dan PT Cemerlang Energi Perkasa yang akan mendistribusikan biodiesel masing-masing sebesar 882 ribu kiloliter dan 483 ribu kiloliter.
Sebagai informasi, saat ini telah terdaftar 41 badan usaha BBN yang telah memiliki izin usaha niaga dengan total kapasitas 14,75 Juta kiloliter. Sebanyak 27 badan usaha masih aktif, sisanya tidak aktif.
Terdapat pula 1 badan usaha yang melakukan perluasan pabrik dengan kapasitas 478 ribu kiloliter. Lalu, tiga badan usaha BBN sedang melakukan pembangunan pabrik biodiesel baru dengan kapasitas total 1,57 juta kiloliter dan akan mengajukan izin usaha niaga pada tahun depan.
Penggunaan bahan bakar ramah lingkungan berbasis sawit harapannya dapat mengurangi ketergantung impor bahan bakar minyak alias BBM. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengklaim kebijakan tersebut cukup menghemat keuangan negara dan devisa.
Agar program biodiesel ekonomis dan efisien, Pertamina bersama perusahaan sawit tengah melihat bisnis yang terintegrasi dari hulu sampai ke hilir. Dengan begitu, harga hydrotreated vegetable oil alias HVO dapat lebih kompetitif.
HVO merupakan hidrogen untuk campuran biodiesel. Pangsa pasar produk ini, menurut Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, cukup besar. Pertamina bahkan berencana menjualnya ke luar negeri, terutama Jepang. Harga HVO di Negeri Sakura cukup tinggi.
Nicke mengatakan Pertamina telah berhasil melakukan uji coba produk green diesel di Kilang Dumai. Kapasitasnya mencapai seribu barel per hari. Lalu, Kilang Cilacap saat ini produksi bahan bakar nabatinya mencapai 3 ribu barel per hari dan akan naik menjadi 6 ribu barel per hari.