Kenaikan Harga Emas, Pertanda Resesi Global Berikutnya?

Suryaputra Wijaksana
Oleh Suryaputra Wijaksana
4 Februari 2023, 11:00
Opini_Suryaputra Wijaksana
Katadata/ Joshua Siringo-ringo

Akhir akhir ini harga emas global kembali meningkat dengan cukup cepat. Per 21 January 2023, harga emas global telah mencapai US$ 1.926 per troy ounce, meningkat 15% dan tertinggi sejak Oktober 2022. Sebaliknya, harga aset finansial lain, seperti saham dan surat berharga, mengalami koreksi yang cukup tajam. 

Kenaikan harga emas kali ini berbeda dari periode kenaikan harga emas pada umumnya. Emas yang merupakan asset tak berbunga (non interest bearing asset) biasanya menarik di era suku bunga rendah. Namun, sekarang kita berada di permulaan era suku bunga tinggi. The Federal Reserve, bank sentral AS bahkan memproyeksi suku bunga acuan jangka panjangnya masih tinggi. 

Ekspektasi pasar sangat berbeda dari proyeksi The Fed. Pasar memperkirakan perlambatan ekonomi AS dan global yang terjadi akan memicu resesi global yang cukup dalam dan memicu The Fed untuk kembali pivot menuju quantitative easing (QE).

Ini akan kembali meningkatkan pamor aset tak berbunga dan spekulatif seperti mata uang digital (cryptocurrency). Ekspektasi pasar ini juga meningkatkan ketertarikan akan aset emerging economies, antara lain rupiah yang menguat cukup tajam. 

Memang dari data terakhir perekonomian AS melambat dengan cukup signifikan. Ini dapat dilihat dari laju inflasi AS yang terus menurun diakibatkan pelemahan aktivitas konsumsi dan industri diiringi dengan penurunan harga properti dan penjualan ritel.

Namun, indikator pasar tenaga kerja AS, yang menjadi acuan utama The Fed, masih terlampau baik, menyebabkan kemungkinan “Fed pivot” masih cukup kecil. 

Ketidaksinkronan antara pasar dan Fed juga menyebabkan kebingungan pelaku pasar akan proyeksi dolar AS ke depan. Hal ini menyebabkan pelemahan yang cukup tajam dari puncaknya beberapa bulan lalu. Ini juga menyebabkan penguatan aset safe haven selain dolar AS, antara lain emas dan yen Jepang.  

EMAS ANTAM EDISI IMLEK
Emas Antam edisi Imlek. (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/aww.)
 

Selain itu ada faktor-faktor lain yang juga mendukung kenaikan emas yang cukup tajam ini. Secara teknis harga emas sudah mencapai bottom dan tinggal menunggu pemicu untuk recovery. Selain itu, terdapat permintaan yang cukup besar dari bank sentral di seluruh dunia, terutama Tiongkok dan India, untuk membeli emas untuk cadangan devisa. Ini sesuai dengan tren de-dolarisasi dan diversifikasi yang terjadi akibat sanksi AS pada aset dolar AS bank sentral Rusia. 

Faktor geopolitik global juga berperan. Pada saat ini persaingan geopolitik antara AS dan Tiongkok agak melempem seiring dengan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali. Untuk sekarang sepertinya blok AS dan negara-negara Barat masih dominan.

Contoh yang paling jelas adalah implementasi pembatasan harga (price cap) minyak Rusia yang dipatuhi secara global dan nihilnya intervensi Tiongkok di pasar asuransi maritim. Namun, persaingan yang tajam dapat kembali muncul dalam cara-cara yang tak terprediksi. 

Halaman:
Suryaputra Wijaksana
Suryaputra Wijaksana
Ekonom di Bank Swasta Nasional
Editor: Sorta Tobing

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...