Keraguan atas kemampuan Indonesia mendeteksi virus corona pertama kali disuarakan oleh dua media Australia, Sydney Morning Herald and The Age. Keduanya, pada 31 Januari 2020 lalu, menuliskan bahwa Indonesia belum memiliki alat pendeteksi virus corona baru atau 2019-nCov.
Hingga akhir Januari 2020 lalu, Indonesia memang belum menerima alat tes khusus yang diperlukan untuk mendeteksi kasus positif virus corona Wuhan dengan cepat.
Saat itu, petugas kesehatan hanya mengandalkan alat tes pan-coronavirus yang secara positif bisa mengidentifikasi semua jenis virus dari keluarga corona. Di antaranya, termasuk virus penyebab flu biasa, SARS, dan MERS.
Persoalannya, dengan alat itu, petugas medis perlu waktu lima hingga enam hari untuk mengurutkan DNA virus atau sequencing demi bisa memastikan apakah seseorang benar-benar positif nCoV atau tidak.
Kedua media juga mengutip kesaksian seorang turis Australia, Matthew Hale yang pada 26 Januari 2020 mengalami demam tinggi saat berada di Bali. Hale khawatir terjangkit virus corona sebab saat itu ia baru tiba dari Singapura.
(Baca: Wabah Virus Corona, Pemerintah Bakal Pulangkan Lagi WNI dari Tiongkok)
Ya, Singapura, Malaysia, Vietnam, Kamboja, hingga Australia memang telah melaporkan kasus virus corona di negara masing-masing. Sedangkan Indonesia yang memiliki penduduk sebanyak 264 juta jiwa, sejauh ini masih nihil.
Berikut adalah data penyebaran virus corona per 6 Februari 2020:
Hale awalnya mendatangi sebuah rumah sakit kecil yang merujuknya ke Rumah Sakit Sanglah di Denpasar. Seorang dokter menolak melakukan tes karena Hale tidak datang dari Tiongkok. “Ia bahkan tidak mengambil sampel darah atau memeriksa temperatur saya,” katanya, dikutip Sydney Morning Herald.
Merasa sanksi, Hale mendatangi rumah sakit ketiga, Prima Medika. Rumah sakit itu memeriksa suhu tubuhnya, mangambil sampel darah, bahkan melakukan rontgen. Dua jam kemudian, dokter menyatakan Hale mengidap pneumonia dan memberinya antibiotik.
(Baca: Tak Terpengaruh Corona, RI Impor 103 Ribu Ton Bawang Putih Tiongkok)
Yang disesalkannya adalah sulitnya akses pelayanan kesehatan bagi turis asing di Bali. Padahal, Australia dan Tiongkok adalah penyumbang wisatawan terbesar bagi Pulau Dewata. Tahun lalu, lebih dari satu juta wisatawan datang dari masing-masing negara.
Sedangkan, pemerintah baru memberlakukan larangan terbang dari dan ke Tiongkok 5 Februari 2020. Artinya, saat virus corona merebak sepanjang Januari 2020, transportasi udara yang menghubungkan Indonesia dengan Tiongkok, bahkan langsung ke Kota Wuhan, masih beroperasi.
“Tidak ada call center atau pusat bantuan bagi turis asing. Jadi saat ada masalah, yang bisa Anda lakukan adalah naik pesawat dan pulang ke negara asal. Tapi itu juga berarti Anda membuat seisi pesawat rentan tertular,” katanya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan Indonesia harus melakukan persiapan lebih matang untuk menghadapi risiko penyebaran virus corona. Mereka khawatir Indonesia tidak bisa mendeteksi virus tersebut, padahal negara-negara tetangga sudah melaporkan beberapa pasien terjangkit.
Badan kesehatan di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu berharap pemerintah Indonesia meningkatkan sistem deteksi, pengawasan, pemantauan, dan persiapan lainnya di setiap fasilitas kesehatan yang ditunjuk untuk menangani virus corona.
Perwakilan WHO untuk Indonesia, Dokter Navaratnasamy Paranietharan mengapresiasi langkah pemerintah dalam menghadapi ancaman virus corona, termasuk pemeriksaan di perbatasan internasional.
(Baca: Turis Asing Turun Akibat Corona, Luhut Janjikan Paket Wisata Domestik)
Namun, ia juga menyatakan, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan pemerintah Indonesia untuk memaksimalkan sistem pengawasan dan deteksi kasus virus corona. Di antaranya, pemerintah perlu menunjuk rumah sakit rujukan di berbagai daerah.
Rumah sakit yang ditunjuk itu harus disiapkan untuk menangani kemungkinan kasus virus corona, terutama dalam hal pencegahan infeksi, sistem karantina, langkah-langkah pengendalian, termasuk dalam menangani terduga pasien dan pasien positif virus corona.
"Kami [WHO] khawatir karena Indonesia belum melaporkan satu kasus virus corona yang terkonfirmasi," kata Paranietharan, dikutip CNN Indonesia.
Ia juga menyatakan bahwa timnya terus berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan. "Ketersediaan alat tes khusus untuk mengkonfirmasi nCoV (novel coronavirus) minggu ini adalah langkah yang signifikan," ujarnya.
Hal itu telah dikonfirmasi oleh Kepala Staf Presiden Moeldoko. "Indonesia sudah memiliki alat untuk mendeteksi atas virus corona," kata dia di kompleks Istana Negara, Jakarta, Kamis (6/2). Deteksi tersebut dilakukan melalui polymerase chain reaction atau PCR.
Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Profesor Amin Subandriyo menjelaskan sebetulnya Indonesia sudah sejak lama bisa mendeteksi virus corona secara umum. Ada dua metode yang dimiliki Indonesia yakni PCR dan pengurutan DNA atau sequencing.
Menurutnya, untuk deteksi virus novel corona nyatanya bisa dilakukan melalui PCR dengan reagen khusus. Reagen adalah bahan yang digunakan dalam reaksi kimia untuk menganalisis keberadaan virus. "Alat sudah cukup, 'reagen-nya' sudah ada,” kata Amin. Kemudian, hasilnya dikonfirmasi dengan menggunakan metode sequencing.
Hanya, alat tersebut tidak disimpan di bandara atau pos lintas batas, tetapi di laboratorium rumah sakit. Maka, pendatang dari daerah terjangkit yang memiliki gejala tertular virus corona, misalnya demam, harus dirujuk ke rumah sakit. Pengambilan sampel cukup dilakukan dengan mengusap cairan pada hidung atau tenggorokan pasien.
Tidak butuh waktu lama untuk membuat diagnosa. Amin menyebut kalau hasil tes dengan metode PCR bisa dilihat setelah 4 sampai 5 jam.
(Baca: WHO Siapkan Respons Penanganan Virus Corona Senilai Rp 9,22 Triliun)
Jumlah kasus meninggal dunia akibat virus corona bertambah 97 jiwa sehingga pada Senin (10/2) pagi total korban menjadi 908 orang. Dikutip dari AFP, kasus kematian terbanyak pada 24 jam terakhir terjadi di Provinsi Hubei, China, yaitu 91 meninggal dunia.