70% Pelaku Wisata Labuan Bajo Terancam Gulung Tikar hingga Jual Kapal
Pelaku usaha memprotes penetapan paket wisata Taman Nasional komodo Rp 3,75 juta per orang yang dilakukan secara mendadak dan minim sosialisasi. Hal itu menyebabkan iklim bisnis pariwisata di Labuan Bajo tidak kondusif sehingga banyak usaha yang terancam gulung tikar.
External Relation DPC Gahawisri Labuan Bajo, Budi Widjaja, mengatakan bahwa usaha pariwisata di Labuan Bajo sempat mati total karena pandemi Covid-19. Saat usaha pariwisata masih dalam proses pemulihan, pemerintah tiba-tiba mengumumkan penetapan tarif baru yang naik signifikan.
Kebijakan tersebut diproyeksikan akan secara signifikan menurunkan jumlah pengunjung Labuan Bajo. Meskipun tarif tersebut berlaku untuk kunjungan setahun, Budi pesimistis hal itu bisa mendongkrak jumlah wisatawan.
"Secara logika, siapa sih yang mau liat komodo berkali-kali dalam setahun?", ujar Budi kepada Katadata, Selasa (2/8).
Padahal, Budi mengatakan, ribuan tenaga kerja sangat bergantung pada pariwisata Labuan Bajo. Pariwisata ini juga sangat terkait pada sektor lainnya seperti penjualan makanan di pasar, perhotelan, hingga industri kreatif.
"Sebanyak 60% hingga 70% pelaku wisata Labuan Bajo sedang sekarat saat ini, dan terancam (gulung tikar) jika kebijakan tarif ini diteruskan,"ujarnya.
Minim Sosialisasi
Budi mengaku bingung terhadap penetapan paket wisata Taman Nasional (TN) Komodo tersebut. Pasalnya, mereka tidak mendapatkan sosialisasi dan juga tidak pernah diminta pendapatnya mengenai kebijakan tersebut.
"Bingung. Semua serba bingung karena dibilang diberlakukan 1 Agustus, tapi realita di lapangan, belum ada mekanisme, tata cara, dan lainnya. Belum ada juga dasar hukumnya," kata Budi.
Di sisi lain, dia mengatakan, pemberitaan mengenai penetapan tarif tersebut sudah muncul sejak bulan lalu. Akibatnya, banyak wisatawan yang memutuskan untuk membatalkan perjalanannya ke Labuan Bajo. Padahal, bisnis pariwisata membutuhkan usaha dan investasi jangka panjang.
"Dalam binsis pariwisata gak seperti jualan kacang, yang saya jual lalu langsung dibeli. Kami perlu perencanaan bisnis yang panjang, promosi, dan juga membangun hubungan dengan agen di luar maupun dalam negeri," ujarnya.
Ketidakpastian usaha tersebut membuat pelaku wisata akhirnya melakukan aksi mogok beroperasi selama sebulan. Menurut Budi, keputusan untuk melakukan aksi mogok merupakan langkah terakhir yang ditempuh.