Mentan Sebut Harga Mie Akan Naik Tiga Kali Lipat, Ini Penyebabnya
Sebanyak 62 negara di dunia terancam mengalami krisis pangan akibat perubahan iklim, Covid-19, dan Perang Rusia-Ukraina. Kondisi tersebut menyebabkan harga bahan pokok menjadi mahal.
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, mengatakan bahwa saat ini kondisi ekonomi dunia tidak menentu, termasuk pangan. Hal itu juga dirasakan oleh Indonesa, terutama pada komoditas yang diimpor.
Syahrul mengatakan, Perang Rusia bahkan menyebabkan 180 juta ton gandum tidak bisa diekspor dari negara tersebut. Kondisi itu akan mempengaruhi industri makanan di Indonesia yang masih ketergantungan pada impor gandum.
"Jadi hati-hati yang makan mie, (bahan bakunya) banyak dari gandum. Besok harganya tiga kali lipat," ujarnya dikutip dari Youtube Kementerian Pertanian, Rabu (10/8).
Dia mengatakan, mahalnya harga gandum tersebut disebabkan distribusinya terhambat. "Ada gandumnya, tapi harganya mahal banget. Sementara kita sekarang impor terus," ujarnya.
Syahrul mengatakan bahwa dirinya sebenarnya tidak setuju jika Indonesia terus mengandalkan impor gandum. Dia lebih memilih untuk mensubtitusi dengan bahan baku lain yang ada di Indonesia seperti singkong, sorgum, dan sagu.
"Kalau saya jelas gak setuju. Apa saja kita makan, singkong, sorgum, sagu. Nah itu lah, tantangan kita gak kecil di Kementan," katanya.
Sebagian produsen makanan dan minuman menaikkan harga jual produknya ke konsumen akibat kenaikan bahan baku impor dan juga pelemahan Rupiah terhadap Dolar AS. Kenaikan harga jual ini terpaksa dilakukan karena biaya produksi semakin tinggi.
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) , Adhi S. Lukman, mengatakan bahwa sebagian produsen makanan dan minuman terpaksa menaikkan harga jual produknya terutama yang berskala industri kecil dan menengah (IKM). Hal itu karena IKM tidak memiliki stok jangka panjang sehingga rentan terhadap perubahan harga bahan baku.
Kondisi itu berbeda dengan industri besar yang memiliki kontrak bahan baku jangka panjang. Mereka relatif tidak rentan terhadap perubahan harga bahan baku.
"Kalau (industri makanan) yang besar punya kontrak hingga Desember 2022, itu masih tertolong," kata Adhi di Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kamis (14/7).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) impor gandum dan meslin Indonesia mencapai 4,36 juta ton dengan nilai US$1,65 miliar sepanjang Januari-Mei 2022.
Impor gandum Indonesia terbesar berasal dari Australia, yakni mencapai 1,57 juta ton dengan nilai US$585,6 juta dalam 5 bulan pertama tahun ini. Volume impor gandum Indonesia dari Negeri Kanguru tersebut mencapai 36% dari total impor.