BPS dan Kemenkeu Waspadai Konflik Cina-Taiwan, Mendag: Gak Ada Masalah
Beberapa pejabat negara mulai mewaspadai dampak ekonomi dari konflik Cina-Taiwan. Namun hal itu berbeda dengan Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, yang menyatakan bahwa konflik antara dua negara tujuan ekspor Indonesia tersebut tidak akan berdampak pada neraca perdagangan Indonesia.
Zulkifli mengatakan bahwa jalur perdagangan Indonesia-Cina dan Indonesia-Taiwan masih berjalan lancar. Oleh karena itu, Zulkifli belum menggodok langkah strategis dalam mengamankan jalur perdagangan dengan kedua negara tersebut.
"Sementara jalur perdagangan dengan Cina dan Taiwan nggak ada soal, nggak ada masalah, nggak ada yang terganggu," kata Zulkifli di Gedung Sarinah, Senin (15/8).
Pada hari yang sama, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik, Setianto, menyatakan bahwa ketegangan geopolitik antara Cina dan Taiwan dapat mempengaruhi neraca dagang Indonesia. Cina merupakan salah satu mitra dagang utama Indonesia dengan kontribusi nilai perdagangan mencapai 20%.
Pada Januari-Juli 2022, nilai ekspor Indonesia ke Cina mencapai US$ 34,13 miliar dan impor mencapai US$ 38,27 miliar. Komoditas ekspor terbesar Indonesia ke Cina meliputi bahan bakar mineral, besi dan baja, serta lemak dan minyak hewan nabati. Sementara impor terbesar Indonesia ke Cina meliputi mesin-mesin/pesawat mekanik, mesin/peralatan listrk, serta besi dan baja.
"Sementara ekspor Indonesia ke Taiwan menunjukkan tren peningkatan. Pada Januari-Juli 2022, ekspor Indonesia ke Taiwan mencapai US$ 0,99 miliar dan impor US$2,72," kata Setianto saat konferensi pers ekspor dan impor BPS, Senin (15/8).
Ekspor terbesar Indonesia ke Taiwan meliputi besi dan baja, bahan bakar mineral serta bijih, kerak dan abu logam. Sementara impor terbesar Indonesia dari Taiwan meliputi mesin/peralatan listrik, mesin-mesin/pesawat mekanik, serta plastik dan barang dari plastik.
Dalam rantai pasok global, Cina merupakan eksportir untuk komoditas sirkuit elektronik terpadu atau integrated circuits terbesar kedua di dunia dan eksportir komputer terbesar utama di dunia, termasuk office machine parts. Adapun, Taiwan merupakan eksportir integrated circuits terbesar pertama di dunia dan eksportir office machine parts terbesar keempat di dunia.
Tak hanya BPS, sejumlah menteri juga mewaspadai dampak dari konflik Cina-Taiwan. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa ketegangan di Cina dan Taiwan bisa memicu memburuknya hubungan dagang dunia yang selama ini cenderung berjalan baik.
Ketegangan hubungan Cina dan Taiwan ini, katanya, akan mendorong banyak negara semakin meningkatkan ketahanan ekonominya masing-masing. "Artinya proteksionisme kemungkinan akan semakin besar, blok akan menjadi semakin menguat," kata Sri Mulyani Kamis (11/8).
Dia mengatakan, situasi seperti ini mendorong hubungan investasi perdagangan ke depan tidak lagi berdasarkan kepada arus barang, modal dan manusia yang sifatnya bebas seperti sekarang. Sebaliknya, hubungan ekonomi negara-negara dunia nanti bakal lebih memperhitungkan dari aspek geopolitik.
Senada dengan Sri Mulyani, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadalia, mewaspadai dampak konflik antara Cina dan Taiwan terhadap investasi. Pasalnya, Cina merupakan salah satu negara investor terbesar ke Indonesia.
"Kenapa harus waspasda? Karena salah satu negara yang investasinya besar di Indonesia itu Cina. Taiwan juga," ujarnya saat konferensi pers di Jakarta, Senin (8/8).
Bahli mengatakan, Kementerian Investasi tengah mendalami upaya agar dampak konflik tersebut tidak terlalu dalam terhadap investasi.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu menilai dampak konflik Cina dengan Taiwan terhadap perekonomian Indonesia sejauh ini cukup terbatas atau kecil, meski keadaan tersebut tetap harus diwaspadai.
"Sejauh ini memang belum terlihat ada dampak yang cukup signifikan, akan tetapi kita tetap harus waspada," ucap Febrio.
Ia menjelaskan ketegangan Cina dan Tiongkok yang kini sedang berlangsung merupakan permasalahan geopolitik, sehingga jika dilihat dari segi perekonomian konflik tersebut memiliki risiko yang bersifat eksogen.