Sri Mulyani Tegaskan Proyek Kereta Cepat Berlanjut Meski Gunakan APBN
Pemerintah mengaku masih merundingkan soal skema pembagian beban atas pembengkakan biaya atau cost overrun dari proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB). Hal ini untuk menghindari proyek ini berujung mangkrak dan justru merugikan.
"Jadi kalo sudah jadi proyeknya, sudah ada terowongannya, dan akan jadi, ya harus kita jadikan saja, karena nggak mungkin akan jadi mangkrak, tidak akan memberikan hasil positif ke ekonomi," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komite IV DPR RI, Kamis (25/8).
Ia mengaku sudah menerima hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait cost overrun dari proyek tersebut. Namun ia tidak menyebut besaran hasil temuan dari lembaga audit internal pemerintah tersebut.
Bendahara negara itu mengatakan kepemilikan modal dari masing-masing konsorsium berimplikasi terhadap besaran pembengkakan biaya yang harus ditanggung. Artinya, beban atas pembengkakan biaya tersebut yakni 60% untuk Indonesia dan 40% untuk konsorsium Cina.
"Tidak semuanya, tapi sebagian dalam bentuk modal baru ditambah adanya pinjaman, nah ini yang sedang kita rundingkan," kata Sri Mulyani.
Adapun besaran beban yang harus ditanggung tersebut di luar dari suntikan modal yangs telah diberikan pemerintah belum lama ini. Pemerintah memberikan Penyertaan Modal Negara RP 4,3 triliun kepada PT KAI. Dana tersebut hanya untuk memenuhi setoran modal awal yang seharusnya sudah dipenuhi konsorsium Indonesia.
Sri Mulyani juga kembali mengungkit cerita awal mula APBN akhirnya terpaksa masuk ke dalam proyek ini dari rencana awal hanya dengan skema business-to-business (B2B). Menteri BUMN saat itu mengaku tidak memerlukan APBN untuk proyek tersebut karena perusahaan pelat merah yang masuk dalam konsorsium itu punya aset yang cukup untuk menyetor modal awal.
Sayangnya, setelah dihitung, aset yang dimiliki BUMN konsorsium tidak cukup. "Maka kemarin dengan perubahan Perpres kami memberikan PMN ke PT KAI sebesar Rp 4,3 triliun," kata Sri Mulyani.