Luhut Tolak Cabut Status PSN Kawasan Rempang, Ini Alasannya
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan pemerintah tidak perlu mencabut status Proyek Strategis Negara pada pembangunan Rempang Eco City. Pasalnya, pembangunan kawasan tersebut memiliki banyak manfaat bagi negara.
Hal itu dikatakan Luhut saat menanggapi desakan sejumlah pihak untuk mencabut status proyek strategis nasional (PSN) di Rempang. Rempang Eco City masuk dalam daftar PSN untuk kebutuhan industri, pariwisata, dan lainnya yang diatur diatur dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2023 yang disahkan pada 28 Agustus 2023.
Luhut mengatakan, pembangunan kawasan tersebut memiliki potensi yang sangat besar. Jika ada kesalahan dalam proses pembangunan maka bisa diperbaiki.
"Kenapa mesti dicabut-cabut sih, barangnya bagus. Bahwa ada yang salah satu, ya diperbaiki satulah. Jangan main cabut. Itu kan merugikan kita," ujar Luhut di Jakarta, Selasa (19/9).
Menurut Luhut, kawasan Rempang akan mengundang investor yang membuka lapangan kerja. Pembangunan industri di kawasan tersebut akan membuat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) produk Indonesia menjadi tinggi. Selain itu, kawasan Rempang akan dihuni oleh industri yang mengembangkan sejumlah teknologi seperti solar panel, photovoltaic, dan semikonduktor.
Luhut juga meyakini pemerintah akan terus melakukan upaya terbaik untuk bisa meyakinkan investor bahwa masalah di Rempang akan bisa selesai dengan baik. Dengan demikian, investor tidak perlu ragu untuk merealisasikan rencana investasinya di Tanah Air.
Bisa Berdampak pada Investasi
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, berharap rencana investasi Xinyi Group tidak lepas ke negara lain karena adanya konflik di Rempang, Batam, Kepulauan Riau. Perusahaan asal Cina tersebut adalah investor pertama yang akan membangun pabrik kaca terbesar kedua di kawasan Rempang Eco City.
"Ya, kita harapkan janganlah. Dulu kan kekonyolan kita juga lari ke tempat lain. Jadi, kita sendiri juga harus introspeksi, apa yang salah. Kita ndak boleh malu-malu, kalo kita salah ya kita perbaikin," katanya.
Ia juga meyakini keberadaan investor asal China itu akan mampu menjadikan Indonesia sebagai pusat atau hub produksi kebutuhan PV, panel surya, dan semikonduktor.
"Kita itu jadi pusat karena sekarang ada pertikaian dari negara-negara besar, kita menjadi alternatif. Bahwa ada yang kurang lebih di kita, jangan mau terus main, istilahnya, tikus mati dalam lumbung padi," katanya.
Xinyi Group berencana untuk melakukan investasi ekosistem hilirisasi pasir kuarsa atau silika di Rempang dengan investasi sebesar 11,6 miliar dolar AS. Investasi ini untuk membangun kaca dan solar panel, yang diproyeksikan akan menyerap tenaga kerja Indonesia sekitar 35 ribu orang.
Rencana investasi di Batam merupakan proyek kedua perusahaan asal Cina tersebut di Indonesia. Sebelumnya, Xinyi Group melakukan investasi tahap pertama untuk basis manufaktur kaca komprehensif berskala besar di Kawasan JIIPE (Java Integrated and Industrial Port Estate) di Gresik, Jatim, tahun lalu sebesar 700 juta dolar AS. Produksinya diperkirakan terlaksana di pertengahan tahun depan.Kawasan Rempang Dinilai Bermasalah
Alasannya, payung hukumnya baru disahkan pada 28 Agustus 2023, melalui Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional.
Proyek tersebut juga disebut tidak pernah dikonsultasikan secara bermakna kepada masyarakat Rempang yang akan terdampak. PP Muhammadiyah pun menilai pernyataan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD yang menyebut tanah di Pulau Rempang itu belum pernah digarap, sangat keliru.
"Faktanya, masyarakat di sana telah ada sejak tahun 1834," bunyi keterangan yang ditandatangani Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Membidangi Hukum, HAM, dan Hikmah Busyro Muqoddas seperti dikutip Kamis (14/9).
PP Muhammadiyah menilai pola pelaksanaan kebijakan yang tanpa konsultasi dan menggunakan kekuatan kepolisian dan TNI secara berlebihan dan cenderung terlihat brutal.
"Pemerintah terlihat ambisius membangun proyek bisnis dengan cara mengusir masyarakat yang telah lama hidup di Pulau Rempang, jauh sebelum Indonesia didirikan," bunyi keterangan PP Muhammadiyah.
Hal senada dikatakan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang meminta pemerintah untuk menunda sementara PSN di Pulau Rempang itu. Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Keagamaan, Gus Fahrur meminta pemerintah mengevaluasi kembali pelaksanaan PSN di Pulau Rempang demi memberikan kemakmuran rakyat secara luas.
"Tidak memaksakan relokasi sebelum hal tersebut berjalan optimal," kata Gus Fahrur.