Tekan Emisi Karbon, Pemerintah Gunakan Teknologi Buatan Australia
Pemerintah berencana untuk menggunakan teknologi carbon capture utilization storage (CCUS) besutan Australia sebagai salah satu upaya mencapai target netral karbon pada 2060. Keputusan tersebut mempertimbangkan biaya aplikasi teknologi yang saat ini lebih efisien dalam mengurangi emisi karbon.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan teknologi tersebut dapat mengurangi emisi karbon dengan menginjeksi amonia pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang menggunakan batu bara sebagai bahan bakunya.
"Ini prototipe (buatan) Australia dan sudah dicoba di Jepang. Indonesia berharap bisa mencoba program tersebut," kata Airlangga dalam Green Economy Indonesia Summit 2022, Rabu (11/5).
Airlangga menyebutkan, pemerintah sebelumnya enggan ikut andil dalam program tersebut karena biayanya mencapai US$ 100 per ton. Namun demikian, injeksi amonia dalam proses pembakaran batu bara di PLTU membuat biaya penangkapan karbon masuk dalam rentang keekonomian negara. Saat ini, biaya penerapan teknologi tersebut mencapai US$ 25 per ton.
Dia berharap, penggunaan prototipe teknologi tersebut di PLTU lokal bisa mendapatkan pembiayaan dari perbankan. "Ini sedang dibahas skenarionya dengan Asia Development Bank," ujar Airlangga.
Dia mengatakan teknologi penangkapan akan menjadi salah satu syarat wajib bagi pelaku industri manufaktur di masa depan. Airlangga mencontohkan, teknologi ini bisa digunakan oleh industri petrokimia yang mendapatkan bahan baku dari proses gasifikasi batu bara.
Menurut Airlangga, pengembangan industri hijau dapat memberikan nilai tambah pada perekonomian dan menyerap tenaga kerja berkeahlian tinggi. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, pemerintah membutuhkan investasi senilai US$ 1.177 miliar untuk membangun kapasitas terpasang 587 GW dari energi terbarukan pada 2060. Jumlah investasi tersebut terdiri dari pembangkit listrik US$ 1.042 miliar dan sistem transisi US$ 135 miliar.
Sementara itu, hasil simulasi yang dilakukan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) pada 2021 menunjukkan, kebutuhan investasi pembangkit (CAPEX) hingga 2060 sekitar US$ 1.131 miliar.
Guna mempercepat proses transisi energi di Indonesia, pemerintah diharapkan dapat melakukan reformasi kebijakan penetapan harga dan pengalihan subsidi dari energi fosil ke energi terbarukan.
“Pemerintah perlu menciptakan proses perizinan dan pengadaan yang efektif dan efisien,,” kata Sustainable Energy Finance Advisor, Deputy Programme Manager The Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) Indonesia Deni Gumilang.
Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) mencatat Indonesia berhasil menurunkan emisi sebesar 69,5 juta ton CO2 ekuivalen (CO2e) pada 2021. Ini melebihi target Nationally Determined Contributions (NDC) yang sebesar 67 juta ton CO2e untuk 2021.