KPK Urus Izin ke Antikorupsi Singapura untuk Periksa Sjamsul Nursalim

Dimas Jarot Bayu
29 Agustus 2017, 16:15
BLBI
ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Mantan Menteri Koordinator Ekonomi Kwik Kian Gie bergegas usai diperiksa penyidik KPK sebagai saksi kasus korupsi BLBI 2002-2004, Kamis (20/4). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana memeriksa obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Sjamsul Nursalim di tempat tinggalnya di Singapura. KPK akan berkoordinasi dengan lembaga antikorupsi Singapura (CPIP) untuk mendapatkan izin pemeriksaan tersebut.

"Kalau CPIP mengizinkan kami akan melakukan pemeriksaan itu," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Jakarta, Selasa (29/8).

Advertisement

(Baca: Dipanggil Kasus BLBI, Sjamsul Nursalim dan Istri Kembali Mangkir)

Sjamsul dan istrinya Itjih sudah dua kali mangkir dari pemeriksaan sebagai saksi pada pada 29 Mei 2017 dan 25 Agustus 2017. Keduanya hendak dimintai keterangan terkait kasus BLBI yang menyeret eks Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Sjafruddin Temenggung.

Juru bicara KPK Febri Diansyah sebelumnya menyebut, keterangan Sjamsul penting untuk bisa mengungkap bagaimana perusahaannya, PT Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) bisa mendapatkan surat keterangan lunas (SKL) piutang negara dari Syafruddin pada 26 April 2004. Padahal, Sjamsul ketika itu masih memiliki utang sebesar Rp 3,7 triliun.

Utang tersebut merupakan sisa kucuran dana BLBI sebesar Rp 47,2 triliun. Ketika itu, PT BDNI mendapatkan kucuran sebesar Rp 4,8 triliun. (Baca: Jokowi Minta Bedakan Inpres Megawati Soal BLBI dengan Pelaksanaan)

Saat krisis, Sjamsul menyerahkan asetnya berupa tambak udang di Lampung senilai Rp1,1 triliun untuk membayar utang. Namun, aset tersebut tak cukup dan menyisakan utang PT BDNI sebesar Rp 3,7 triliun. Namun, sebelum utang tersebut lunas Syafruddin telah menerbitkan SKL untuk PT BDNI.

Halaman:
Editor: Yuliawati
News Alert

Dapatkan informasi terkini dan terpercaya seputar ekonomi, bisnis, data, politik, dan lain-lain, langsung lewat email Anda.

Dengan mendaftar, Anda menyetujui Kebijakan Privasi kami. Anda bisa berhenti berlangganan (Unsubscribe) newsletter kapan saja, melalui halaman kontak kami.

Artikel Terkait

Advertisement